Naruto duduk diam memperhatikan kursi kosong di depannya. Safirnya sesekali melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya itu dengan gusar. Sudah 15 menit setelah bel berbunyi, tapi Hinata belum datang juga. Apa ia sedang sibuk diruang guru? Mengingat bahwa gadis yang berstatus sebagai kekasihnya itu merupakan ketua osis di sekolah mereka ini.
"Bukankah classmeeting sudah selesai? " ucapnya berguman sendiri.
Kelas juga sepi, hanya ada beberapa siswa yang hadir hari ini. Entah persetanan apa yang membuat Naruto jadi rajin untuk datang ke sekolah?
"Naruto-kun. " Merasa namanya dipanggil sontak membuatnya langsung mendongak. Senyum Naruto seketika merekah, ia lantas bangkit dari duduknya. Menyambut kedatangan sang pujaan hati dengan senyuman yang tak kalah hangat.
...
"Ada cerita hari ini? " Naruto berusaha memecahkan keheningan yang terjadi diantara mereka, tidak biasa Hinata-Nya mendiami nya seperti ini. Apa ada masalah?
"Hime, kau tidak menyembunyikan sesuatu kan? " Kali ini Naruto tidak mau diam, ia menarik pergelangan tangan gadis itu untuk membuatnya berhenti berjalan. Safirnya menatap amethyst Hinata dalam, berusaha mencari tahu apa yang mengusik pikiran gadisnya.
"Naruto-kun, aku mohon... " Hinata melepas paksa tangannya dari genggaman kuat Naruto. Ia kembali melangkah, tak menghiraukan Naruto yang hanya diam mematung di koridor itu.
"Osis lagi ada masalah, maklumi dia ya," seru Kiba yang tak sengaja sempat mendengar percakapan mereka.
Naruto menoleh, ia hanya diam memperhatikan Kiba yang berjalan melewatinya begitu saja. Apa Hinata-Nya meminta waktu untuk sendiri? Tapi.... Mengapa aku merasa kalau aku tidak pernah dibutuhkan, hime, aku ini apa dimata mu? Batinnya sedih.
Naruto memandang sendu tubuh kecil Hinata yang berjalan sendirian jauh di depannya. Ia hanya bisa menghela nafas pasrah, lebih baik ia memberi gadis itu waktu untuk sementara ini. Naruto takut Hinata akan marah kalau ia ikut campur dalam masalah Osis seperti beberapa bulan yang lalu. Karena sungguh, kemarahan Hinata sangat ingin ia hindari. Apa lagi jika itu karena -Nya.
"Lebih baik aku tidak mengganggu Hinata-chan... "
¤¤¤
Matahari sebentar lagi akan tenggelam , Hinata sengaja membuka jendela kamar nya, membiarkan angin senja masuk memenuhi ruangan yang membuat tubuh nya seakan mati rasa. Ia tidak memperdulikan ponsel nya yang kerap kali bergetar, mengabaikan spam chat dari Naruto yang khawatir akan keadaannya saat ini."Hinata-chan ku mohon, setidaknya baca saja pesan ku. " Di dalam kamar itu, seorang pria tidak bisa lagi menyembunyikan tangisnya. Dadanya benar-benar sesak, entah mengapa smuanya terasa sangat menyakitkan.
"Segarnya... " Kaki jenjangnya berjalan keluar dari dalam kamar mandi, gadis pemilik mahkota indigo itu duduk di atas kasur masih dalam keadaan memakai haduk. Ia mencabut kepala charger yang masih tertancap di stopkontak.
Hinata mengambil ponsel nya, ada 157 pesan dan 30 panggilan whatsapp yang tercantum pada layar ponsel nya kini. Gadis itu menghembuskan nafasnya lelah, entah sadar atau tidak, jarinya mengarsipkan pesan penuh kekhawatiran itu tanpa ada niatan untuk membacanya sedikitpun.
...
"Salah lagi? " guman nya tak percaya.