Kehidupan di penjara tidaklah mudah, pun dengan kehidupan pada musim panas. Ketika digabungkan, lengkap sudah penderitaan seseorang. Namun, tetap tidak afdol namanya jika penderitaan para tahanan hanya karena suhu. Karena itu, Hikari dengan senang hati turut menambah andil dalam penuaan wajah masing-masing tahanan dengan menjerit sekeras-kerasnya malam itu.
Bayi mungil itu kini sedang berada dalam dekapan Taka yang mencoba menenangkannya, ia meronta dan mengeluarkan tantrum yang memekakkan telinga. Rambut kecokelatannya sudah berdiri ke segala arah. Kulit kemerahannya semakin memerah di bagian wajah. Seperti layaknya bocah lelaki yang sehat, energinya seperti tak ada habisnya.
"Sshh, aku di sini... tenanglah Hikari..." kata Taka pelan sambil terus menggoyangkan buntalan itu.
"Hei kau!" seru salah seorang tahanan yang juga ditempatkan di sel yang sama dengan Taka. "Diamkan anak berengsek itu! Yang lain ingin tidur!" teriaknya sambil melemparkan bantal dan tepat mengenai kepala Taka.
Mendapat perlakuan seperti itu, Taka hanya menggeram kesal dan memberikan tatapan membunuh. Ia tidak bisa melawan, perkelahian sama sekali dilarang, dalangnya akan dikirimkan ke sel isolasi. Ia tidak boleh dikirim ke sana karena dengan alasan apa pun, sel isolasi tidak boleh bermuatan lebih dari satu tahanan, meski tambahannya itu adalah bayi. Ia harus bisa mengontrol Hikari di dalam sel berukuran 8x8 meter yang ia tinggali bersama tiga tahanan lain. Jika saja sel isolasi dibolehkan membawa bayi, ia akan dengan senang hati memulai perkelahian kapan pun.
"Anu..."
Gumaman salah seorang teman satu selnya membuat Taka berhenti mengayunkan Hikari sejenak dan memandang orang yang baru saja bergumam itu. Orang itu bermata sipit dan berambut hampir keriting sebahu, warna rambutnya tidak bisa ditentukan dengan pasti. Hijau? Cokelat?
"Mungkin dia kepanasan, kalau kau membuka bedungnya, dia akan lebih nyaman," ujarnya sambil tersenyum.
Taka tertegun. Meski agak ragu, ia melakukannya juga. Biasanya, ia akan membawa Hikari ke luar, menghirup udara malam yang meski agak panas, lebih bebas daripada di dalam ruangan. Berhubung kali ini ia terperangkap, ia kehabisan akal. Dengan lembut, ia membuka kain lembut itu dan menggendong Hikari kembali. Benar saja, Hikari menjadi lebih tenang, bahkan matanya mulai segera tertutup.
Tahanan itu bernapas lega. Selain bisa tidur, ia sudah sukses menahan amarahnya. Jika ada yang membentaknya seperti tadi lagi, ia mungkin akan kehabisan kesabaran.
"Terima kasih," ucapnya pada tahanan berambut keriting itu sambil meletakkan Hikari, "namaku..."
"Takahiro, 'kan?" cengir tahanan itu lebar. "Kau itu terkenal, sepertinya semua sudah mengetahui dirimu, aku Tomoya, Kanki Tomoya."
"Ah..."
"Sekarang tidurlah, besok hari bekerja," ujar Tomoya sebelum menidurkan dirinya, meninggalkan Takahiro yang tertegun mendengar kata bekerja.
***
Jika di ruang rekreasi panasnya membuat kepala pening, panas di dapur justru hanya setengahnya dengan bantuan kipas yang tertanam di dinding, padahal biasanya dapurlah yang paling panas. Hal itu disebabkan oleh sedikitnya orang yang berada di sana, hanya sekitar empat belas tahanan dengan empat penjaga yang duduk-duduk bersantai sambil menikmati harumnya masakan yang menguar di udara, bahkan iseng-iseng mencicipinya.
Bekerja yang dimaksud Tomoya adalah ini, salah satunya. Para tahanan diwajibkan memilih pekerjaan yang disediakan dan bekerja selama empat hari dalam seminggu. Tentu, mereka dibayar. Upah itu akan masuk ke 'rekening tahanan' yang dapat digunakan untuk membeli barang-barang dari luar dengan mengisi formulir--tentu, selama barang itu diizinkan ada di penjara. Pekerjaan yang dapat dipilih hanya empat macam, yaitu membuat meubel, bercocok tanam, memperbaiki jalanan, dan memasak.
![](https://img.wattpad.com/cover/208851128-288-k553340.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck On The Edge [DISCONTINUED]
FanfictionKetika kondisi mengharuskan Taka harus membawa seorang bayi bersamanya ke sebuah penjara...