Part. 3

11.6K 818 66
                                    

Seminggu sudah Fani tak sadarkan diri sejak insiden yang menimpanya. Fani bahkan kehilangan i kembar buah hatinya yang baru berumur hampir enam belas minggu. Kejadian mengenaskan yang menimpa Fani, membuat Bu Sundari dan pak Karim stres, bahkan bu Sundari harus dirawat empat hari di rumah sakit yang sama, karena serangan jantung. Hampir tak percaya mendengar ucapan dokter mengenai kondisi Fani saat dilarikan ke UGD.

Flashback

" Maaf, keluarga ibu Fani," panggil dokter memanggil. Bu Sundari dan Pak Karim masuk ke dalam ruangan yang tertutup tirai, sedangkan Munos berada di balik tirai dengan wajah pucat pasi dengan aksesoris lebam biru di pipi kanan dan kirinya, papanya telah memukulinya di rumah sakit, hingga babak bekur, jika tidak dipisahkan security tentu Munos bisa mati saat itu juga.

"Saya sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi dengan anak ibu, yang jelas lebam bekas pukulan di tubuhnya cukup banyak, bibirnya juga harus dijahit, organ intimnya juga terlihat ..." dokter menarik nafas tak sanggup melanjutkan penjelasannya.

"Seseorang atau mungkin suaminya memasukinya dengan kasar, sehingga terlihat tidak baik dan mengkhawatirkan, lebih tepatnya seperti korban pemerkosaan," jelas dokter lagi.

"Dan maaf Pak, Bu... sekarang kami harus mengangkat janin kembar di dalam rahimnya, karena mereka sudah tidak ada." Dokter mengatakan dengan sangat halus penuh kepasrahan.

DEG!

Bu Sundari sudah menebak, bahwa cucunya pasti tak akan selamat mengingat cara Fani terguling dari lantai atas. Namun penjelasan dokter mengenai kondisi Fani membuat Bu Sundari dan Pak Karim lebih terkejut. Betapa kejamnya anak lelakinya.
Bu Sundari memegang dadanya yang nyeri, lalu kemudian pingsan di pangkuan suaminya.

Munos masuk ke dalam tirai tanpa melihat kondisi Fani yang terkapar tak sadarkan diri, Munos bergegas mengangkat ibunya, untuk berbaring di ranjang UGD tepat di sebelah Fani.

Flash back off

Bu Sundari sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit kemarin, namun bu Sundari bersikeras menunggui Fani hari ini, di kamar perawatan VVIP. Wajah Fani sudah terlihat segar, namun Fani masih belum sadarkan diri.

"Ma, sebaiknya kita pulang ya hari ini," ucap Pak Karim sambil mengelus punggung istrinya.

"Tidak Pa, Mama mau menunggui Fani, siapa tahu Fani sadar, Pa." Bu Sundari menatap wajah suaminya dengan tatapan memelas.

"Biar saya yang di sini Ma," sela Munos.

Bu Sundari memandang anak lelaki satu-satunya itu dengan tatapan garang.

"Mana mungkin mama meninggalkan wanita ini dengan seorang pembunuh sepertimu!" bentak bu Sundari kepada Munos.

"Ma...Munoskan sudah minta maaf," ucap Munos lirih.

"Kamu pikir dengan minta maaf bisa mengembalikan cucuku!" ucapnya ketus.

"Ya Allah Munos, apa yang harus kami katakan pada keluarganya, bahkan kita belum bertemu orang tuanya, jangan sampai mereka lihat kondisi anaknya yang mengenaskan sampai seperti ini, kamu benar-benar tega Nak, apa yang ada di kepalamu saat itu," isak Bu Sundari lagi.

"Bersyukur Fani selamat, kalau tidak, ya Allah, kamu udah ada di penjara sekarang, kamu denger ga?!" bentak Bu Sundari dengan emosi berapi-api.

"Udah Ma, tenang, nanti dadanya sakit lagi," bujuk Pak Karim menenangkan Bu Sundari.

Munos masih terdiam, membenarkan semua yang diucapkan mamanya. Jauh di lubuk hatinya, Munos juga merasakan penyesalan, bagaimana bisa dia tega berbuat keji kepada wanita yang sedang mengandung anaknya, keturunan keluarga Karim yang dinanti-nanti orang tuanya. Namun semua sudah terlanjur, sekarang bagaimana dia harus bersikap pada Fani saat istrinya itu sadar.

Takdir Pernikahan(VERSI LENGKAP SUDAH TERSEDIA DALAM BENTUK EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang