"Kenapa ya, berat banget rasanya kalau ngelupain orang?"
―
Yogyakarta, 2019.
SATU koper besar berisi pakaian dan benda-benda kesayangan Khansa sudah tersusun rapi di bagasi mobil. Tidak lupa, satu tas jinjing berisikan buku-buku novel miliknya juga ikut ditaruh di atasnya. Bagi Khansa, novel adalah benda yang tak boleh luput untuk dibawa ke manapun ia pergi.
Pakaiannya terlihat kasual pagi ini. Hanya dibalut celana jins pensil berwarna hitam, kaos putih polos, serta kemeja warna hijau tua. Terakhir, sepatu converse hitam putih menjadi paduan sempurna untuk penampilan Khansa yang terkesan tomboi. Ia menarik napas panjang, memandang sang ibu dengan tatapan sedih.
"Bun, Khansa pergi dulu, ya?" Khansa mencium punggung tangan Lara sekilas. Pelukan hangat juga tidak lupa ia berikan pada sang ibu. Menarik napas panjang, Khansa mengusap punggung Lara, kian mengeratkan pelukannya. "Nggak udah khawatir, Bun. Khansa bakal baik-baik aja."
Lara memasang mimik sedikit cemas, seraya merenggangkan pelukan. Dia tahu betul, melepas kepergian anaknya sendiri untuk pergi merantau kuliah adalah sesuatu yang berat. Tapi, Khansa sudah memutuskan jalannya sendiri. Dan ia berpegang teguh pada suatu prinsip, apabila sudah memutuskan sesuatu, maka ia harus bertanggungjawab untuk menjalani dan menghadapinya.
"Kenapa kamu nggak kuliah di sini aja sih, Khansa? Bunda khawatir kamu kenapa-kenapa di Bandung nanti," sahut wanita paruh baya itu, tanpa sadar menjatuhkan air mata. "Lagian di sini ada Bunda sama Ayah yang temenin kamu. Nggak usah jauh-jauh kan bisa. Kamu anak satu-satunya. Bunda khawatir kamu―"
"Bun," Khansa menggeleng pelan, berusaha menenangkan. Beberapa detik berlalu, ia menarik napas panjang, kemudian tersenyum. "Hidup itu pilihan. Ini pilihan Khansa. Nggak usah khawatir, ya? Khansa janji bakal jaga diri baik-baik. Lagian, rezekinya dapet di sana, gimana? Khansa juga janji nggak bakal lupa shalat sama berdoa! Biar semuanya lancar hehehe."
Sepintas, pikiran Khansa teringat pada Jaka. Laki-laki itulah yang membuatnya jadi tidak lupa akan ibadah. Meski sekarang sudah menghilang entah ke mana, setidaknya, Khansa berharap mereka dipertemukan kembali―walau hanya sekadar untuk mengucapkan terima kasih atas segala hal yang telah Jaka kenalkan padanya.
"Hati-hati, ya? Jangan lupa kabarin Bunda selalu," Lara menyahut dengan nada pelan. Di detik selanjutnya, ia kembali merengkuh tubuh Khansa ke dalam pelukannya. "Jaga diri baik-baik. Selalu telepon Bunda kalau kamu kenapa-kenapa. Inget baik-baik."
Khansa hanya mengangguk paham. Rasanya sedih sekali di detik-detik meninggalkan rumah seperti ini. Terlebih lagi, ia akan pergi jauh sendiri untuk merantau. Sejujurnya, Khansa pun takut akan kemungkinan tidak bisa menjalani hidup dengan baik sendirian di kota orang. Tapi ia harap, dengan menjadikan Bandung sebagai kota pilihannya untuk menetap beberapa tahun, semoga menyisakan sedikit cerita indah―yang nggak seburuk di Jakarta, juga nggak semuram di Jogja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destination S.2
FanfictionㅤKhansa pikir, Jaka berbeda dari laki-laki lainnya. Tetapi ternyata sama saja, kini pergi menghilang―tanpa mau menyisakan kabar. Rasanya ingin menyerah di ambang komitmen yang tidak pasti ini. Tapi entah kenapa hatinya selalu tergerak untuk mencari...