Beberapa orang beranggapan bahwa hidupku sempurna. Salah satunya karena aku mempunyai Gavin Ardafa Pranaja. Aku memanggilnya Gavin, namun tidak jarang kupanggil Dafa, tergantung bagaimana moodku saat itu.
Aku mengenalnya saat aku duduk di bangku kelas satu SMA, sedangkan Gavin sudah kelas dua. Ya, dia memang kakak kelasku.
Menurutku, Gavin orang yang sangat menyenangkan meskipun di beberapa suasana dia terasa menyebalkan.
Aku mengenalnya secara tidak sengaja. Pertemuan singkat kami terjadi saat sekolahku sedang mengadakan kegiatan donor darah dan aku menjadi salah satu panitianya.
Aku sedang berjalan bersama Rara saat itu, namun langkah kami terhenti karena ada yang memanggil namaku.
Aku menoleh untuk mencari sumber suara. Kau tahu apa yang menyebalkan? Aku tidak menemukan orang itu! Dan kau tahu apa yang lebih menyebalkan? Saat aku dan Rara memutuskan untuk kembali berjalan, tiba-tiba saja dia ada di hadapanku! Iya, dia Gavin! Aku yakin dia yang memanggilku saat itu. Sudah jelas, kan, kalau itu dia?
"Astaga!" hanya satu kata itu yang keluar dari mulutku.
"Nih, kukasih minum. Kau pasti cape, kan?" Tanyanya sembari menyodorkan botol minum ke arahku. Ini sangat tiba-tiba dan membuatku semakin keheranan.
"Kak, kau tidak lihat ada orang lain di samping Far? Bah! Keterlaluan." Ucap Rara tiba-tiba.
"Diam. Aku tidak bicara padamu. Dasar, mengganggu saja." Balasnya.
"Bukankah sudah jelas kalau kau yang mengganggu kami?" Tentu saja Rara tidak mau kalah.
Aku tidak ingin diam lebih lama dan membiarkan mereka saling menyalahkan satu sama lain. "Hentikan!" Ucapku pada akhirnya dan membawa Rara pergi menjauh dari Gavin.
Ya, seperti itulah kira-kira pertemuan pertamaku dan Gavin, terlalu aneh, bukan? Dan siapa sangka, pertemuan yang menyebalkan itu membuat aku dan dirinya kembali bertemu via chat hingga akhirnya hubungan kami semakin dekat. Ini rahasia terbesarnya, Gavin berhasil membuatku jatuh cinta dengan segala perilakunya yang aneh dan.. uhm.. menurutku, sedikit manis.
"Sirin! Apa yang sedang kau pikirkan, sih?" Suara yang sudah tidak asing di telinga berhasil membuyarkan lamunanku. Aku mengedipkan mata sebelum akhirnya menyunggingkan senyuman pada Gavin.
Rara dan Zanna saling melemparkan tawanya. "Apalagi yang dia pikirkan kalau bukan kau?" Balas Zanna sembari menggelengkan kepalanya sebanyak dua kali.
Aku tidak membalas ucapan Zanna dan memilih menatap Gavin. Orang yang selalu hadir dan menemani hari-hariku. Orang yang tidak kusangka akan menjadi hal yang paling kusukai dan sangat kutunggu keberadaannya.
"Kalau sudah begini kami mending pulang saja deh, Far." Ucap Zanna sembari berdiri.
"Antar Far pulang, ya, Vin. Kalau tidak, lihat saja apa yang akan terjadi." Lanjut Rara.
"Kau tidak menyuruhku pun aku pasti antar Sirin, dasar." Jawab Gavin.
"Hah, kau memang menyebalkan." Balas Rara sebelum akhirnya pergi meninggalkan Coffee Shop disusul dengan Zanna yang sebelumnya berpamitan dahulu kepadaku dan Gavin.
"Sirin, kau mau pulang sekarang?" Tanyanya padaku tidak lama setelah Rara dan Zanna meninggalkan tempat ini.
"Ya. Kau tahu kalau aku tidak suka berlama-lama di tempat ramai, kan?"
"Tentu saja aku tahu. Bagaimana bisa aku tidak tahu apa yang tidak kau sukai. Yasudah, yuk, pulang." Ajaknya sembari berdiri dan menggenggam tanganku.
Kau tahu? Dia selalu bisa membuatku semakin jatuh cinta setiap harinya dan itu sedikit menyebalkan, namun aku tetap saja melakukannya.
***
Terima Kasih sudah mau membaca sampai bagian ini! <3