Bro, aku baru ingat. Aku hari ini ada jadwal latihan band. Maaf aku tidak jadi datang ke rumahmu.
- Lee Felix -Sambil mendengus kesal, Jisung melemparkan ponselnya begitu saja ke lantai. Dasar bocah itu, kenapa bisa-bisanya ia tidak datang pada saat-saat seperti ini?
Jisung bisa mendengar suara langkah seseorang yang menaiki tangga menuju ke kamarnya. Tak butuh waktu lama sampai ia tahu bahwa dugaannya benar.
Kakaknya datang.
Tok tok tok...
"Jisung, ini Kak Mina. Boleh masuk?"
Pemuda itu diam saja, masih mengarahkan pandangan ke balik jendela kamarnya di lantai dua. Setelah beberapa kali bunyi ketukan di pintu, suara klik terdengar, pertanda seseorang baru saja membuka pintu kamarnya.
"Ya ampun, bau sekali tempat ini..."
Jisung masih memandangi langit di balik jendela sana, sampai ia merasakan ada tangan yang menyentuh bahunya. Mau tak mau, ia mengalihkan atensi. Menemukan mata secerah mentari itu memandangnya.
Mau tak mau, ia harus mengaku. Hatinya menghangat melihat wajah cerah kakaknya.
"Jisung, aku datang. Sambut dong!"
Senyum manis terkembang di wajah kakak perempuannya itu. Dan sekali lagi, kakaknya terlihat semakin cantik setelah beberapa bulan mereka tidak bertemu.
"Tapi sumpah, Jisung," Mina menggeletakkan tas jinjingnya di kasur Jisung, "tempat ini jorok sekali. Apa kamu tidak mengizinkan Mama membersihkan kamarmu?"
"Kamarku sudah bersih."
"Kamarmu? Bersih? Ya ampun, lihat pakaian kotor ini. Astaga, ada kulit pisang busuk!" Mina memungut benda berbau busuk itu, lantas melemparkannya ke tempat sampah yang sebetulnya sudah penuh. "Dan ada ponsel, astaga, lebih baik ponsel ini kamu jual daripada kamu banting-banting begini."
Jisung melirik bagaimana kakak perempuannya itu dengan begitu sigap membersihkan kamarnya (yang tadinya ia pikir sudah cukup bersih). Kakaknya itu sibuk membersihkan tempat tidur, mengganti seprai, membersihkan kaca, menata isi lemari...
"Jisung, lain kali izinkan Mama membersihkan tempat ini, ya?"
Lihat, Jisung tak habis pikir bagaimana perempuan bisa melakukan segala jenis pembersihan sekaligus. Jisung percaya, perempuan adalah makhluk yang memang diciptakan dengan kekuatan multitasking level expert.
Terutama Kak Mina. Jisung ingat betul, sebelum Kak Mina memutuskan kuliah di luar kota, kakaknya itu setiap hari selalu membersihkan setiap sudut rumah ini sampai tiada sebutir debu pun tersisa.
Lihatlah bagaimana perempuan itu membersihkan seluruh benda yang tergeletak di atas meja belajarnya, memilah kertas-kertas yang "tampak berguna" dan membuang sisanya, mengumpulkan pensil-pensilnya ke dalam satu kotak dengan rapi, merapikan laci di meja...
Eh, tunggu-
"HAN JISUNG!"
Ah, sial, Jisung lupa.
"Sudah berapa kali Kak Mina bilang, jangan menyimpan benda tajam di kamarmu! Kamu ingat, kan?" Mina berseru dengan nada tinggi, matanya terbelalak melihat sebilah pisau di laci paling atas meja belajar Jisung. Instingnya membawa Mina untuk mengecek isi laci yang lain, dan benar saja, gunting, cutter, dan sekotak jarum terselip di laci-laci lainnya.
Dan satu botol obat yang masih tersegel.
"Jisung, kenapa obatnya masih utuh?"
"Bukan urusanmu."
Jisung menatap kosong kakaknya yang memelototinya.
Lagipula, ekspresi apa yang harus ia tampilkan di hadapan Mina pada keadaan seperti ini? Merasa bersalah? Atau sedih?
Atau... Ya sudah, pasrah saja?
"Ini yang Kakak khawatirkan ketika memutuskan untuk kuliah di luar kota, Kakak tidak bisa mengawasimu lagi." Mina lantas melangkah, mendekati adiknya yang duduk di samping jendela. "Kakak mau lihat lenganmu."
"Hah?"
"Kemari!" Mina mengulurkan tangannya, menunggu Jisung menyerahkan lengannya sendiri. Tapi karena Jisung tak kunjung melakukannya, Mina meraih lengan kiri Jisung dan melihat sendiri semua bekas luka itu.
"Jisung, mau kamu apa sih?"
"Main basket."
Jawaban singkat Jisung menusuk tepat di jantung Mina, menyebabkan nyeri, membuat dada perempuan itu sesak.
Mina menarik napas panjang, lantas berlutut, menyejajarkan kedua pasang mata mereka.
"Jisung, aku tahu kamu masih marah padaku. Tapi kamu-"
"Jisung nggak marah sama Kak Mina."
Kedua mata Jisung menatap mata Mina, dengan ekspresi yang tak bisa Mina tebak. Dengan ekspresi yang, entah bagaimana, kembali membuat perih satu luka yang pernah tertutup.
"Aku nggak marah sama Kak Mina. Aku... Aku marah ke diriku sendiri." Jisung menundukkan wajahnya, mengalihkan pandangan dari wajah kakaknya. "Aku yang sembrono. Aku yang salah."
"Jisung, sudahlah..." Mina mengelus puncak kepala adik laki-lakinya itu. "Mau sampai kapan kamu begini terus? Ayo keluar dari kamar pengapmu ini dan jalan-jalan..."
"Orang yang tidak bisa berjalan, tidak bisa jalan-jalan, Kak."
Benar, Mina tahu, berbincang dengan adiknya ini tidak bagus untuk jantungnya. Kata-kata tajam adiknya sejak tadi selalu membuat dadanya sesak.
"Baiklah," Mina bangkit, berjalan kembali ke arah meja belajar adiknya yang masih berantakan. "Kakak akan membereskan kamarmu lagi. Katakan padaku, di mana lagi kamu menyembunyikan benda-benda tajam?"
Jisung tidak menjawab, ia kembali memandangi mega-mega di angkasa sana.
Ia tahu kakaknya akan datang hari ini. Dan Lee Felix, si kutu kupret itu, tega-teganya bocah itu membiarkannya menghadapi Kak Mina sendirian...
🌻My Heart Draws a Dream🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Draws a Dream (Han Jisung) ✔
Fanfiction[Sebagian cerita diunpublish untuk keperluan penerbitan] Tragedi dua tahun lalu merampas seluruh mimpi kapten tim basket kebanggaan sekolah, Han Jisung. Mimpi yang selama ini ia bangun, runtuh ketika ia tahu bahwa tragedi itu menyebabkan ia tak bisa...