SI ABSEN DUA

8 0 0
                                    



Pagi menjulang , mengundang ribuan rintik Kristal cair yang terjun bebas ke bumi. Dalam hati aku berkata ,

"hahh, hari ini hujan lagi" .

Kuedarkan kedua mataku mengelilingi penjuru kelas, seperti biasa rutinitas kelas yang lenggang membuatku berulang kali menguap. 

Keriuhan tanpa suara mereka teredam oleh suara ac yang berdengung tak ada henti. Tak hentinya mengundang tawa sumbang dalam pikirku. hah, membosankan.

Sampai arah pandangku jatuh kepada seseorang yang tengah duduk terdiam sendiri di barisan depan , nampak sedang memainkan benda pipih yang sejak tadi terus berkedip mengeluarkan cahaya merah . Aku memandang lama pada anak itu ,- mulai menilai.  

Anak yang kukira memiliki frekuensi yang berbeda dengan kebanyakan orang yang pernah kujumpai. Tapi disitulah letak istimewanya anak itu.Dia adalah anak yang memiliki mental kuat dan aku mengakui itu. Aku menggeleng samar mendengar pemikiran dalam otakku seolah menyuarakan hal yang seharusnya tak perlu.

Tak lama entah dia merasakan tatapanku atau apapun itu , dia menoleh kearahku dan tersenyum cerah kepadaku . Hal itu pun tak luput dari pandangan ku dan anak-anak lain. Sehingga ku gapai senyumnya dengan seulas senyum pula.

"hei , ini nanti jam kuliah kita sampai jam berapa sih ?" tanyanya dengan antusias.

" hmm, mungkin sebentar lagi , atau mungkin malah tidak jadi , kita lihat saja nanti " ujarku bergurau yang sukses mengundang tawa pula di wajahnya , yang sejujurnya mengundang pemikiran yang cukup mengagetkan padaku , karena jujur itu sungguh bukan gurauan yang lucu. Tapi entah dia yang terlalu baik atau memang gurauan ku cukup epik untuk membutnya tersenyum seperti itu. hmm entahlah. Aku malas mengulang pemikiran itu diotakku.

"hmm , okee. Kalo gitu aku duduk sini yah ?" ucapnya sambil berlalu mengambil barang-barangnya dibarisan depan .

Sekilas kulihat teman sebangku ku mengernyit kearahku yang kuhadiahi kernyitan sama di wajahku . hingga satu pertanyaan muncul

" apa ada yanga neh ?"

Namun kuanggap itu hanya angina lalu dan kembali menatap kesekeliling.

Dia datang dengan gembira dan antusias mengenalkanku dengan dunianya , dia menjelaskan dengan gamblang tentang sebuah peta pemikiran yang tiada duanya. Aku berulang kali membola , menatap aneh sekaligus takjub pada anak itu . Tapi ketika aku kembali menoleh kearah datangnya tatapan yang mengarah kearah kami . Banyak pandangan abu yang terlempar , yang aku sendiri pun tak tau untuk apa dan siapa . Aku bukan orang yang paham akan kerasnya udara disekitar tapi aku tau bagaimana sesaknya dihimpit udara yang tak kasat mata.

"hei ,, kenapa ?" ujarnya sambil menepuk bahuku pelan , yang tak ayal membuatku menoleh dan menebar senyum .

"gakpapa ,," timpalnya lagi sambil tersenyum lalu. Aku kembali mengernyit , berusaha menelusuk tentang berbagai hal dibalik kalimatnya .

Kembali aku menekur dan menekur tapi tak ujung aku mengerti. Sehingga satu helaan nafas berat keluar dari mulutku sebagai penanda bahwa akhir dari diskusi otakku telah usai. Kurasa aku tak perlu tau arti dari balik kata-kata dan tatapan setiap orang . Aku hanya perlu menerima dan berbagi ketulusan dengan mereka . Itu sudah cukup , dan aku tau hal itulah yang dia butuhkan.

.

.

.

TBC

How To Be a NurseWhere stories live. Discover now