Blurb

34 6 0
                                    

    Nampaknya dunia sedang dalam suasana hati yang buruk. Matahari yang tadinya masih tersenyum cerah mendadak lenyap bersembunyi dibalik awan pekat yang siap menumpahkan tangisannya ke bumi.

Benar saja, tak lama tetesan air hujan perlahan jatuh menghantam tanah kering. Senyuman hangat yang menanti matahari kembali keperaduannya harus terganti dengan desahan kecewa para penikmat senja.

Begitu juga denganku. Aku yang semula duduk dengan nyaman di kursi disudut taman kota ini, beranjak pergi ke halte bus terdekat sebelum hujan benar-benar membasahi tubuhku.

Seragam sekolah yang masih melekat lengkap di tubuhku tak berhasil melindungiku dari hawa dingin yang tiba-tiba saja rasanya sampai menusuk ke tulang-tulang ku.

Aku harus segera mendapatkan kendaraan yang bisa mengantarku pulang sebelum aku membeku disini.

Namun, perhatianku teralihkan pada mobil yang berhenti didepanku ini, mobil yang bahkan ku hafal di luar kepala siapa pemiliknya. Pintunya terbuka menampilkan sosok dibalik kemudi itu.

"Sam," lirih ku.

Sosok itu berlari mengitari mobilnya lalu menarik ku dalam dekapannya.

"Jangan seperti ini lagi, ku mohon. Ya Tuhan, aku tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya," bisiknya. Pelan sekali nyaris teredam oleh gemericik hujan jika saja tidak berbisik tepat ditelingaku.

Yang kulakukan hanya diam di dekapannya, tanganku mengepal erat mencengkram rok ku, tidak berniat membalas pelukannya.

"Maafkan aku, maaf karena telah memaksamu untuk mengobati lukaku. Maaf karena dengan tidak tahu dirinya aku malah melupakan obatku demi penawar yang baru."

Mataku memanas dan terasa perih. Hatiku seolah tercabik dengan perkataannya. Tapi yang kulakukan lagi-lagi hanya diam.

Hingga kudengar seseorang berkata dengan tenang namun penuh keyakinan.

"Biar aku yang menjadi obat untuknya. Menjadi penyembuh atas luka dihatinya."

Suara yang biasanya terdengar menyebalkan ditelingaku itu, hilang menjadi suara yang paling menenangkan untuk ku.

Disana, hanya berjarak satu meter dari tempatku berdiri, sosok itu menebarkan senyumannya yang hangat dibawah payung yang melindunginya.

"Melvin," ujarku yang tak bisa lagi berkata-kata selain menyebutkan namanya.


°°°°°

Liana,
10 Oktober 2020



See You💙

It's MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang