"Aku ga mau, Ning. Ga suka aku tuh!"
"Gimana mau suka kalau Kakak aja belum nyoba, belum tau dia gimana 'kan?"
"Ini kan urusan orangtua, kerjasamanya mereka. Kenapa aku yang kena?"
"Kak,"
"Emang harus nikahin anak orang sembarangan demi menjalin hubungan perusahaan yang baik? Basi banget!"
"Itu-"
"Kalo mau temenan akrab ya tinggal temenan aja, kan? Ga usah sangkut- pautin sama anak-anaknya!"
"Kak, ssttt malu kak malu. Ini tempat umum." Hueningkai membungkam mulut orang di depannya. Yang dibungkam memberontak. "Ning, apaan sih! Mereka udah kenal aku kok, biar mereka semua liat aku terus bilang ke Papa." Hueningkai mengaduh kesakitan akibat gigitan kecil pada tangannya.
"Lu yang sering kesini, gua yang malu kak." Hueningkai berbisik sambil menutup wajahnya dengan telapak tangannya. "Masalahnya, Kakak gak sadar 'kan kalo disinisin sama dia?" Huening menunjuk ke arah tertentu dengan jari tengahnya.
Soobin mengikuti pergerakan jarinya. Pandangannya jatuh kepada satu orang yang juga sedang menatapnya, tatapan yang tidak bersahabat.
"Oh, dia. Biarin, udah biasa." Soobin memalingkan wajah tak peduli.
"Kakak kenal dia?" Hueningkai melirik hati-hati kesamping.
"Gak. Aku udah tau siapa dia tapi ga mau kenal. Dia anak Bos Papaku. Sirik kayanya sama aku, setiap aku kesini selalu ngeliatinnya kaya gitu. Karena aku satu-satunya anak pegawai yang boleh masuk kantor ini kali selain dia." Jelas Soobin panjang lebar. Suaranya agak dibesarkan. Mungkin supaya orang yang dia bicarakan dengar.
Benar saja, yang disinggung mengangkat wajahnya lalu beranjak bangun. Masih dengan tatapannya yang mengintimidasi, dia pergi melewati Soobin dan Hueningkai lalu masuk ke dalam lift. Sampai pintu lift tertutup, Hueningkai bisa menghela nafas lega. Pasalnya, sejak awal datang ke sini, orang itu terus memperhatikan mereka berdua.
"Ya Allah Kak, ngeri banget tuh cowo. Apa dia juga ga suka gua disini?" Kata Hueningkai.
"Santai aja sih 'kan sama aku ini. Kalo ditanya bilang aja tamu undangan anaknya Pak Choi Manager." Soobin melebarkan tangganya dengan bangga. "Kalo udah sering mah juga bakalan nyaman kok. Kecuali kalo ada rubah tadi." Soobin mengambil cangkir teh di atas meja dan menyesapnya. Hueningkai yang baru pertama kali datang ke tempat seperti ini hanya dapat mengikutinya.
"Lama banget, Kak. Jadi ga sih?" Hueningkai masih belum bisa beradaptasi dengan lingkungan mewah seperti ini, "Harusnya lu gak ajak gua, Kak."
"Kalo aku sendiri terus tiba-tiba dikenalin sama calonnya, ga ada tempat pelarian nanti." Soobin langsung dibalas dengan pukulan pelan dibahu oleh Hueningkai.
"Mbak, Papa saya masih lama lagi gak ya? Kalo iya, saya pulang aja nih." Soobin setengah berteriak saat bertanya pada resepsionis.
"Buset kak, samperin atuh." Malah Hueningkai yang merasa tidak enak, "Mager, ah."
"Sebentar ya, Dek Soobin." Resepsionis tersebut juga tak mau kalah, dia membalasnya dengan nada yang tinggi agar Soobin bisa mendengarnya. Ia tertawa, "Woke mbak Lia!" Hueningkai hanya bisa menunduk.
Malu-maluin, pikir Hueningkai
Sahut-sahutan di ruangan itu terjadi dan akibatnya makin banyak karyawan serta tamu lainnya yang memandang ke arah mereka berdua.
Itu karena mereka berdua tengah berada di perusahaan Choibros, tepatnya di lobby. Papa Soobin lah yang mengundang putra semata wayangnya itu untuk datang ke kantornya. Niatnya, Soobin akan diperkenalkan dengan calon tunangan dari teman Papanya. Ya, Soobin akan dijodohkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry a Bad Boy { Mystery }
FanfictionKehidupan Soobin berubah 180° saat dirinya akan dijodohkan dengan pria misterius menyebalkan yang menyimpan seribu kisah kelam. Akankah semuanya kembali seperti semula atau inikah awal yang baru? Atau mungkin memori lamanya kembali perlahan. ●TXT bu...