"Aku pulang,"
"Selamat datang!"
Hal pertama yang ia lihat, senyum manis istrinya yang tidak pernah hilang untuknya. Memerah, ia melepas sepatu. Istrinya menghampiri sambil membawakan tas milik suaminya.
"Apa Naruto-kun sudah makan?"
Menggeleng lemah, ia benar-benar lelah. Rapat hari ini benar-benar menyita waktunya.
"Aku buatkan sup, ah-lebih baik Naruto-kun mandi dulu. Setelah itu makanlah. Akan aku siapkan."
Naruto tersenyum. Mendekap Hinata dan mencium keningnya. Sontak saja, wajah Hinata memerah seperti kepiting rebus.
"Terima kasih," hanya itu yang bisa ia lakukan. Hinata tersenyum. Dalam dekapan suaminya, ia berbisik..
"Sama-sama."
Hening. Naruto membiarkan Hinata tetap dalam dekapannya. Ia menggerak-gerakkan dagunya di kepala Hinata, yang mana membuat istrinya terkekeh geli.
"Aku sangat lelah Hinata,"
Hinata mendongak. Mata mereka bertemu. Hinata tau, sorot mata suaminya memang terlihat sangat lelah. Tidak.. bahkan tanpa byakugan-nya, ia tetap bisa melihatnya.
"Aku tau," ia mengelus punggung suaminya lembut. Membiarkan punggung tegak itu rileks sejenak.
"Kau tau segalanya, uhm?"
"Byakugan tau segalanya."
"Bukan itu,"
Hinata terkekeh, lagi. Giliran Naruto yang memerah. Ia makin mengeratkan dekapannya. Tidak mau Hinata lepas, walaupun sebentar.
Cukup lama mereka saling mendekap. Mereka saling diam. Hinata membiarkan Naruto memeluknya. Sampai ia puas.
"Naruto-kun,"
"Sebentar lagi."
Hinata tersenyum. Dan malam itu, jadi pelukan terlama Naruto dengan orang yang ia cintai.
^*^
Setelah adegan peluk-pelukan tadi, Naruto bergegas mandi. Entah bagaimana, tapi dipeluk Hinata-walaupun ia yang memulai-membuat rasa lelahnya sedikit berkurang.
Hangat pikirnya. Hinata selalu membuatnya "hangat" ketika ia sedang lelah atau diliputi dinginnya kesendirian. Sampai sekarang mereka sudah memiliki dua anak-Boruto dan Himawari-kehangatan itu masih terus Hinata berikan pada Naruto.
Selesai mandi, Naruto bergegas ke ruang makan. Hinata sudah ada disana, menata meja dan menyiapkan makanan.
"Wah, enak sekali!"
" Naruto-kun bahkan belum mencicipinya,"
"Masakanmu selalu enak, Hinata."
Hinata mengulum senyum. Naruto membalasnya, sampai gigi-gigi depannya terlihat. Terlihat bahwa suaminya sudah sangat lapar.
"Selamat makan!"
Obrolan mereka berhenti disitu. Melihat Naruto makan jadi satu hal yang Hinata sukai di rumah mereka. Naruto selalu makan dengan lahap, dan Hinata selalu menyukai mimik suaminya ketika makan.
"Kau tidak makan?"
Hinata tersentak. Buru-buru ia memalingkan wajahnya yang sudah memerah. Takut ketahuan suaminya.
"Aa.. aku su.. dah makan."
Masih dengan wajah merahnya, ia menatap Naruto. Naruto tersenyum. Seperti biasa, ia tidak akan sadar, dan melanjutkan makannya lagi.
Naruto menyerahkan piringnya, Hinata bingung. Naruto sekarang terlihat seperti anak kucing yang kelaparan.
"Aku mau tambah,"
Hinata terkekeh. Ia segera menyendokkan nasi, memberi kuah sup, dan menaruh daging diatasnya dengan cekatan.
"Aku belum makan dari siang."
Hinata mengangguk.
"Ta.. tapi, ini juga karena masakanmu enak."
Hinata melihat pipi Naruto yang sedikit memerah. Setelahnya, ia membiarkan suaminya makan dengan lahap.
^*^
Makan malam selesai, Hinata menyuruh Naruto untuk tidur. Menurut, ia melangkah ke kamar mereka.
Sudah hampir seminggu, Naruto tidak tidur di kamarnya. Ia lembur, rapat hingga larut dan banyaknya tugas membuat ia tertidur di meja hokage.
Terkadang ia rindu saat-saat awal menikah, dimana ia punya jam tidur yang cukup dan tidur di kasurnya dengan nyaman. Hinata selalu bisa menyulap kamar mereka jadi tempat yang nyaman. Tempat favoritnya di rumah ini adalah kamarnya dengan Hinata.
"Ayo mengobrol, Hinata."
Ini kebiasaannya sebelum jadi Hokage. Bicara tentang mimpinya dan mimpi Hinata atau apapun hingga terlelap. Hinata ingin, tapi ia tau, Naruto sudah mengantuk. Ia tidak mau Naruto kelelahan atau bahkan jatuh sakit.
"Naruto-kun,"
Ia menatap Naruto. Menggenggam tangan yang selalu melindunginya hingga saat ini.
"Kau terlihat lelah." Naruto mengelak. Ia mencubit pipi istrinya gemas. Hinata meringis, suaminya menggeleng, "besok akhir pekan, Hinata."
Tetap saja, melindungi desa adalah tugas Hokage, dan tidak ada libur didalamnya. Naruto bisa pulang saja, Hinata sudah sangat bersyukur. Sekarang pulang, mungkin besok suaminya harus berangkat lagi.
Tidak menggubris, Hinata melepas genggamannya dan beranjak ke kamar mandi. Setelah menggosok gigi dan mencuci muka, ia keluar dan melihat suaminya sudah tertidur pulas.
Ditatapnya lekat-lekat wajah sang suami. Ada raut lelah yang tidak bisa diungkapkan, bersamaan dengan mimik anak kecil di wajahnya. Hinata tersenyum. Ia menarik selimut untuk mereka dan tidur disamping Naruto.
"Aku merindukanmu, Naruto-kun." Pelan sekali sampai rasanya Naruto tidak mungkin mendengarnya. Hinata memejam, tidak lama ia tertidur. Mengurus rumah membuat tenaganya terkuras. Dibalik keheningan-tak disangka-Naruto masih terjaga. Ia mengusap rambut di kening Hinata kemudian berbisik, "aku juga merindukanmu, Hinata."
Malam itu berakhir dengan Naruto yang terlelap dengan rindu dan kehangatan dari Hinata.
![](https://img.wattpad.com/cover/209360913-288-k52771.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Odoroki
Fanfictionbagian indah yang ia simpan Naruto: Shippuden © Masashi Kishimoto Sampul diambil dari https://www.ssense.com/en-us/women?utm_source=polyvore.com&utm_medium=redirect