PROLOG

174 19 19
                                    

Dunia ini terlihat begitu tidak adil di satu sisi dan begitu pula dengan sisi lainnya. Semua orang menganggap bahwa dirinya diacuhkan, pilih kasih. Mengungkit-ungkit yang kecil dan melupakan yang besar. Mata batin mereka hanya bisa melihat fatamorgana dunia. Jiwa mereka selalu terasa resah, memikirkan hal yang seharusnya tidak perlu diperhatikan. Mereka lupa akan sisi lain yang tidak mereka sadari. Mereka terlalu sibuk mencari keadilan untuk diri mereka sendiri, sehingga melupakan segala hal yang harus ia lakukan. Hal yang harus ia lindungi.

Dan kini aku tak tahu harus memulai dari mana. Semua terasa berputar-putar dan menyesatkan. Seperti labirin, yang dimana jika seseorang tersesat di sana butuh waktu yang cukup lama agar bisa bebas dari lorong yang penuh teka-teki tersebut.

Aku mengedipkan mataku pelan. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana.

Natsumo!

Rasanya tadi ada yang memanggilku. Terdengar seperti hembusan angin di telingaku. Lembut layaknya sutera yang terjaga dengan baik. Siapa itu? Aku tidak tahu.

Kali ini kualihkan mataku menuju hamparan langit yang cerah. Gumpalan awan yang bergerak terkadang menghalangi jalan masuknya sinar matahari ke bumi. Cuaca kali ini cukup bagus. Tidak terlalu panas ataupun dingin. Anak-anak pasti akan senang jika mereka bermain di saat-saat seperti ini.

Natsumo!

Suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. Ini adalah suara wanita dan ia terdengar seperti ingin meminta tolong padaku. Aku tahu harus berbuat apa jika ada orang yang meminta tolong, namun tubuhku terasa lemah. Mereka menolak perintahku untuk bergerak.
Tapi tunggu dulu. Mengapa aku bisa jadi seperti ini?

Tubuhku terasa lemah dan tak berdaya. Aku tahu menggerakkan anggota tubuh itu mudah bagiku, tapi ini tidak seperti yang pernah kualami. Aku harus bergerak! Namun ototku terasa lemas, berbagai persendianku juga terasa kaku, dan rasa nyeri menjalar di sekujur tubuhku.

Dan kali ini kulirikkan mataku menuju bumi, tanah tempatku terbaring ini. Benar saja, keadaan sekarang tak seindah langit di siang hari ini. Justru sebaliknya, ini adalah pemandangan yang mengerikan. Sebuah pemandangan yang harus kuubah. Ia tidak boleh terus-terusan menampakkan dirinya dan semua ini tak boleh terjadi begitu saja.

Aku ingat, semua kejadian yang telah terjadi. Detik-detik sebelum diriku terbaring di atas tanah ini. Semua terekam begitu jelas dalam kepalaku. Kejadian demi kejadian itu tampak jelas di hadapan mata kepalaku sendiri.

Aku ingat semuanya. Aku ingat siapa diriku.

Aku ingat, kini ku harus bangkit dari baringku.

Aku ingat dan aku tahu harus memulainya dari mana.

Dan suara yang memanggilku untuk ketiga kalinya itu melupakan seluruh rasa sakitku.

"Natsumo, awas!"

***

NatsumoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang