0.2

152 8 1
                                    


'secantik apapun semesta itu,
netraku tak 'kan bisa lepas
dari binar matamu.'

   "mama, Runa berangkat dulu!!" gadis berseragam putih abu-abu itu berteriak dari halaman rumahnya lalu mengayuh sepedanya dengan santai.

   pagi ini ia memutuskan untuk pergi sekolah naik sepeda karena cuaca pagi ini sangat cantik, katanya.

   netranya tak henti mengedarkan pandangannya ke setiap sisi jalanan. tersenyum manis sambil sesekali menghirup udara pagi yang segar ini dalam-dalam.

   tungkai bersepatu hitam itu terus mengayuh sepeda menyusuri adimarga praja. awan putih berarak diatas hulu gadis cantik bersurai sebahu itu. memang benar, Aruna selalu dijaga semesta.

BARAT

Ceklek.

   aku menarik standar sepedaku, menyimpan sepedaku dipakiran khusus sepeda yang ada di sekolah ini.

    tapi nampaknya hanya aku saja yang memakai sepeda—huh, dasar orang-orang zaman sekarang tidak senang kesederhanaan. padahal bersepeda itu menyenangkan.

Tuk.

   seseorang menyimpan helm di jok sepeda nya.

   aku yang sedari tadi sedang menginjak-injak bumi karena kesal kenapa tak ada seorang pun yang ke sekolah memakai sepeda, sekarang sedang memperhatikan nya yang baru sampai.

   laki-laki itu? gitaris band-nya Aksara, kan?

   dia melihat ke arahku, netraku dan netranya saling bertemu. meskipun ia hanya menatapku dalam hitungan detik, tapi aku bisa melihatnya dengan jelas. mata itu.. seperti bendungan lara, pelupuk mata nya mati-matian menahan semua air mata.

lalu, dia pergi.

   ada sesuatu dibalik tatapan nya tadi. matanya seolah ingin mengatakan banyak hal tapi.. entahlah—aku tak bisa memahami nya.

BARAT

pengecut.
kau bukan laki-laki.

ia mengepalkan tangan nya kuat-kuat. mengutuk diri sendiri karena sudah menjadi laki-laki tak berani.

Barat Adika Narendra, pendusta paling hina. yang mengatakan semesta bukan apa-apa di banding binar Aruna tapi jauh dari kata berakah hanya untuk menatapnya.

"Kak Dika!"

Barat mengangkat kepalanya, kepalan tangan nya pun melonggar mendengar nama tengahnya diteriaki oleh seseorang dari ujung koridor sekolah.

perempuan dengan cardigan cream itu berlari kecil ke arah Barat, "kenapa?" tanya Barat setelah perempuan ini sampai di hadapan nya.

"kata pak Setya hari ini ada latihan kak, istirahat pertama. jangan lupa ya." perempuan itu tersenyum manis.

Barat mengangguk pelan, "semangat kak Dika! hehe." ia mengepalkan tangan nya lalu mengangkatnya tinggi-tinggi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BARATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang