Hurt (1)

1.3K 39 0
                                    

Hujan dengan cepatnya membasahi tempat ini. Orang-orang pun dengan cepat kembali kerumah mereka masing-masing.

Sedangkan aku? Aku tetap berdiri disini. Berdiri sembari menatap miris batu nisan yang ada dihadapanku.

"Savvanah, ayo kita pulang" ujar Steve mengajaku pulang. Aku menggeleng lemah tanda enggan mengikuti ucapan sahabatku ini.

"Hujan semakin deras. Kau akan sakit jika terus berada disini"

Lagi-lagi aku hanya menggeleng. Lagipula siapa yang akan peduli jika aku sakit? Tidak ada. Tidak ada lagi yang akan peduli.

"Sudahlah terserah kau. Kau ini memang keras kepala" Steve pergi meninggalkanku.

Aku berlutut ditanah yang sudah basah sama dengan keadaan tubuhku yang basah oleh hujan.

Aku membelai nisan yang bertuliskan RIP Justin Drew Bieber.

Tak terasa air mata kembali jatuh dengan derasnya sama seperti hujan sore ini.

Sebuah penyesalan yang sangat besar menghinggapi batinku. Sebuah memori yang teramat pahit kembali berputar diotakku.

Flashback on

Tinggal beberapa orang lagi sampai giliranku tiba. Aku mondar-mandir tanpa henti. Rasa gugup menghinggapi sebagian hatiku, sebagian lagi dihinggapi rasa cemas dan khawatir.

Justin, Justin, Justin kemana dia? Kenapa dia belum sampai juga? Audisi untuk pemilihan mahasiswi baru Julliard akan segera dimulai. Apa dia lupa?

"Savvanah kau sudah siap? Sebentar lagi giliranmu" aku terkejut akan kehadiran mom

Aku menatap tubuhku di cermin sebentar. Lalu keluar meninggalkan ruangan ini dan berjalan menuju tempat audisi.

Justin, kau dimana?

-

Audisi telah selesai, dan aku lolos untuk audisi selanjutnya. Aku senang karna sedikit lagi impianku bersekolah di Julliard akan segera terlaksana. Tinggal beberapa langkah lagi.

"Savvanah!"

Aku mendengar suara pria yang sedari tadi aku tunggu kehadirannya. Aku menatapnya dengan kecewa.

"Kau melewatkannya Justin" aku berkata tanpa menatapnya. Aku takut menangis jika menatapnya.

"Maafkan aku Savvanah. Maafkan aku. Aku sudah berusaha agar datang tepat waktu, tapi ada suatu hal tidak terduga yang harus aku selesaikan" Justin menjelaskan semuanya kepadaku. Terdengar suara penyesalan di suaranya.

"Maafkan aku Justin, aku belum bisa memaafkanmu. Kau sudah melawatkan momen penting di hidupku. Padahal aku berharap kau akan duduk disana melihat penampilanku dan menyemangatiku. Tapi kau melewatkannya Justin"

Aku berbicara sambil terisak. Air mataku sudah tak tertahan lagi. Aku pun pergi meninggalkan Justin sambil tetap menangis.

.....

Ponselku terus berbunyi seiring panggilan masuk datang. Sudah 32 kali Justin menelpon semenjak kejadian siang tadi.

Ingin sekali mengangkat telpon darinya dan mendengar suaranya yang penuh kehangatan, tapi ego ini terlalu kuat sehingga aku masih enggan untuk menggangkatnya.

Nada yang berbeda terdengar dari ponselku. Nada tanda sebuah pesan masuk.

From: my Justin♥

Aku akan kerumahmu dalam 30 menit. Aku ingin menjelaskan semuanya. Love you xx

Baru saja aku mau membalas pesan darinya, ia sudah menelponku. Kontan aku mengangkatnya.

"Jangan menolak kedatanganku. Kumohon. Aku ingin menjelaskan mengapa aku telat datang. Aku sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi aku sampai. Love you."

"Ak-"

Justin mematikan telpon tanpa memberi aku kesempatan untuk menjawab.

-

Sudah hampir 2 jam aku menunggu Justin. Tapi ia belum juga tiba. Aku mulai kesal menunggunya. Apa dia mempermainkanku?!

Aku mendial nomor ponsel Justin dan mulai menelponnya.

Terdengar suara mesin dari seberang sana.

"Hai ini Justin. Saat ini aku sedang tidak ada ditempat. Silahkan tinggalkan pesan setelah nada bip"

"Justin! Kau tau aku sudah terlihat seperti gadis gila saat ini huh! Aku menunggumu sudah hampir 2 jam. Dan kau? Dimana kau? Apa ada hal yang tak terduga lagi yang harus kau selesaikan huh? Sekarang aku benar-benar kecewa denganmu Justin"

Amarahku kini sudah sangat memuncak. Dulu Justin pernah bilang dia tidak akan pernah membiarkan gadisnya menunggu, tapi sekarang apa yang dia lakukan?

Aku melemparkan ponselku ke sembarang arah. Sekarang aku hanya bisa menangis.

-

Suara ponsel membangunkanku dari tidurku. Aku mengambil ponselku. Awalnya aku menyangka Justin yang menelponku. Ternyata bukan.

"Hallo mom Pattie? Ada apa mom menelponku?" Aku bertanya pada mom Pattie, ibu dari seorang Justin.

"Kau harus ke rumah sakit sekarang Savvanah" terdengar suara mom Pattie di seberang sana sambil terisak

"Rumah sakit? Memangnya siapa yang sakit? Apa yang terjadi?" Aku mulai khawatir sekarang. Perasaanku tidak enak.

"....."

"Apa?!"

.....

"Kenapa semuanya bisa terjadi?" Aku bertanya pada mom Pattie dengan air mata yang terus keluar dari mataku.

Aku tidak percaya semuanya akan terjadi padaku, padaku dan Justin. Aku tak percaya Justin akan mengalami kecelakaan saat menuju rumahku.

Aku tak percaya percakapan ditelpon tadi adalah percakapan terakhirku bersamanya. Aku tak percaya pertemuan tadi  siang adalah pertemuanku yang terakhir dengannya.

Aku tak percaya kekasihku akan pergi meninggalkanku secepat ini.

"Maaf, aku menemukan ini disaku Justin. Sepertinya ini untukmu" ucap seorang perawat seraya memberikan sehelai kertas dan sebuah kotak

"Terimakasih" aku ber-terimakasih kepadanya sambil tersenyum tipis.

Aku membuka lipatan kertas yang diberikan perawat tadi, lalu membacanya

Hai cantik! Sekali lagi aku ingin minta maaf karna aku datang terlambat dan tak melihat penampilanmu. Aku tau kau kecewa. Sekali lagi maafkan aku Savvanah. Oh ya alasanku terlambat itu sebenarnya untuk mengambil barang pesananku. Barang itu sudah lama aku pesan, dan yaa tadi barang pesananku baru selesai. Jadi aku langsung mengambilnya. Sebenarnya barang ini akan aku berikan padamu nanti jika kau diterima di Julliard. Tapi kelihatannya kau marah sekali padaku, jadi kuberikan sekarang saja. Semoga kau suka dengan pemberianku ini. Aku sendiri lho yang design. Dan semoga ini bisa membuatmu memaafkanku. Love you xx

- justin -

Airmata jatuh semakin deras setelah membaca surat dari Justin. Aku teringat sebuah barang yang sedari tadi disebut oleh Justin dalam surat ini.

Aku langsung membuka kotak kecil ini. Terlihat sebuah kalung yang sangat indah. Kalung yang memiliki bandul simbol melodi.

Sungguh aku benar-benar bodoh. Andai saja aku mendengar penjelasan Justin semua ini tidak akan terjadi. Aku tidak akan kehilangan Justin untuk selama-lamanya.

Flashback off

Aku meremas kalung yang diberikan oleh Justin sambil terus menangis. Aku tau semua tangisan ini takkan membuat Justin kembali. Tapi hanya ini yang bisa kulakukan.

"Maafkan aku Justin. Maafkan aku. Aku yakin meski kau sudah tidak ada lagi disini, tapi hatimu selalu ada bersamaku. I love you"

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang