Ada alasan mengapa sampai seminggu setelah keberanian Bagas Arrizqi Gunawan melamar Violeta Nikita Putri di ruang kelas yang sama seperti waktu mereka SMA dulu, ia tidak langsung bercerita pada siapapun bagaimana kelanjutannya dan apa rencana selanjutnya.
Setelah disalami sedemikian rupa dengan tampang bengong, ia dan Vio saling berpandangan sebelum menyerbu Ryan, "Oi apa-apaan???" tapi keduanya tidak ada yang mengecek konteks yang sebenarnya dari ucapan Ryan yaitu tulisan di papan tulis, coretan tangan Vio.
Bahkan sampai acara pensi dan reunian berakhir, tulisan itu masih ada di sana, di papan tulis. Vio melirik Wawan, berdebat dalam diri sendiri apakah sebaiknya ia memberitahu Wawan ada yang harus ia baca di papan tulis, tapi air muka lelaki itu kembali kesal, mengira pernyataan dan ajakan yang telah ia persiapkan berhari-hari telah sia-sia.
"Ayo balik." Ajak Wawan sambil cemberut. "Ngapain lo masih keliatan kelas? Mau nginep situ?"
Vio mendengus keras, percuma.
Sampai ke parkiran, Wawan menyodorkan helmnya pada Vio.
"Napa sih? Jelek lo kayak bebek." Vio ikut sewot menyambar helm yang disodorkan.
"Emang gue bebek." Wawan bersungut-sungut, kelihatan gondok sungguhan. Tidak menyadari apapun, makna di balik ucapan selamat teman-temannya maupun pandangan gelisah Vio ke arah kelas tadi.
"HHHHH DASAR BOLOT!" Vio menyergah sebal sambil naik ke boncengan.
"Dih? Malah ngatain gue? Lo tuh budeg!"
Keduanya sama-sama tidak mengulang apa yang sempat mereka utarakan tadi dan membiarkan malam menelannya, meski diam-diam berpikir kapan lagi waktu yang tepat untuk itu.
Yang jelas Wawan masih bete sampai tiga hari berikutnya.
*
"Vi, ini gulanya segini aja kan?" Dica bertanya pada Vio yang sedang mengaduk adonan dengan mixer sambil melamun. "Vio?"
"Eh siap komandan!"
Dica menahan senyum melihat reaksi Vio, "Ini.. gulanya segini aja kan?"
"Iya, Ca. Eh, gue udah berapa lama ya ngemixer ni adonan?"
Mata Dica mengerjap-ngerjap bingung, "Ngg.. udah lumayan lama sih."
"Harusnya gak lama-lamaaaaaa. Aaaaaaaak." Vio heboh sendiri mematikan mixer.
Hari Sabtu pagi ia sudah ada di dapur baru keluarga Rasyid dan Disa. Berawal dari telepon Wawan dua hari sebelumnya yang berkata: 'Eh lo bisa bikin kue kan? Bininya si areng batok minta tolong tuh.'
Setelah beberapa lama menikah, Rasyid yang memulai dari apartemen lalu rumah tipe 36, sekarang sudah sampai ke tahap renovasi rumah dan dapur. Untuk pertama kalinya pasangan ini mengadakan acara open house mengundang keluarga dan teman-teman terdekat. Dica yang ternyata specialitynya adalah membuat kue bantet meminta bantuan Vio yang kemampuan memasak maupun memanggangnya lebih jago.
Vio dengan senang hati membantu meski setelah ditelepon Wawan, dia langsung mencibir: 'Tiga hari ngambek sama gue nongol-nongol gitu doang. Cih.'
Ditemani suara berisik Rasyid yang sedang main dengan anaknya di ruang tengah—dan belum mandi—Dica dan Vio memanggang kue yang akan disajikan nanti sore. Diam-diam Dica memperhatikan Vio yang sudah tiga kali menjatuhkan barang dan satu kali terantuk meja.
"Ca, nanti kukus bolunya dua puluh menit aja ya."
"Iya, ini masih ngehalusin pisangnya kok."
"Lo boong ya gak jago bikin kue?"