26

75.9K 11.3K 6.5K
                                    

Kudune aku karo Jeffrey mek konco tok.

Lan ora seharuse aku ndeleh perasaan sisan nang iku uwong.

— Jeaneth Kartadinata

***

"Pelukannya nggak terasa sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pelukannya nggak terasa sama. Pelukannya nggak terasa seperti ini."

Sashi mengernyit saat mendengar Dery menggumamkan kata-kata itu di bahunya. Tak bisa dia pungkiri, ada sesuatu yang berdesir dalam dadanya saat mendengar Dery bilang begitu. Tapi Sashi buru-buru menggelengkan kepala, mengusir segala harap yang mencoba mampir dalam benaknya.

Dia dan Dery teman. Selamanya harus terus begitu. Jika mereka menyeberangi garis batas persahabatan tanpa ada jaminan mereka akan baik-baik saja sebagai pasangan, kelak Sashi bukan hanya akan kehilangan pacar, namun juga sahabat.

Sashi tidak bisa membiarkan itu terjadi, maka perlahan dia mendorong dada Dery, membuat dekapan cowok itu terlepas.

"Dery—" Sashi mencoba menatap Dery, tapi dia sadar dia tidak bisa memandang pada iris penuh kekecewaan itu tanpa membuat hatinya sendiri retak. "—lo dan gue... kita rasa... selamanya hanya bisa jadi teman."

"Fine."

Sashi lega, sampai Dery menyambung tanpa aba-aba.

"Gue bisa menerima itu, asal lo mengatakannya sambil melihat pada gue." Dery berkata tegas. "Look at me in the eye and say it. Kalau lo bisa melakukannya, gue nggak akan pernah mengganggu lo lagi dengan segala perasaan gue."

Sashi menggigit bibir, malah tertunduk makin dalam. "Dery, tolong jangan begini..."

"Lo nggak bisa melakukannya?"

"Bukan gitu."

"Kalau nggak gitu, maka lakukan. Lihat gue dan bilang lo hanya mau jadi sahabat gue untuk seterusnya. Nggak lebih."

"..."

Dery malah tertawa murung. "Gue tahu harusnya gue sedih, tapi nggak tahu kenapa ada sedikit rasa lega. Juga senang."

"Dery—"

"Itu artinya, meski tempat gue nggak sebesar Juanda, gue masih punya posisi dalam hati lo, bukan sebagai teman."

Sashi mengembuskan napas, meremas tangannya sendiri sebelum kemudian mengambil langkah mundur perlahan. Dery berdiri saja, tidak berusaha menahannya. Matanya terarah pada wajah Sashi yang kini memerah. Angin sejuk berembus, membuat bahunya bergetar sedikit. Tanpa sadar, Dery mengepalkan kedua tangan, menahan dorongan untuk membuka hoodienya dan memberikannya pada gadis itu.

Sashi menggigit bibir, berpikir sejenak lantas berbalik dan berlari pergi. Jantungnya berdebar sangat keras seperti genderang yang ditabuh kencang menjelang dimulainya peperangan. Dery menonton punggungnya yang menjauh. Wajahnya hampa. Dia mendesah sedih, tertunduk sembari membuang tatap pada pemandangan cahaya Tokyo di malam hari yang serasa mengejeknya.

Daddy's Day OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang