PROLOG

200 54 20
                                    

Penulis menyatakan bahwa karya ini murni milik penulis. Apabila ada yang berniat untuk melakukan plagiat, harap mengingat bahwa terdapat UU nomor 28 Tahun 2014, tentang Hak Cipta.

***

"Hubungan tidak akan erat jika hanya mengandalkan cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hubungan tidak akan erat jika hanya mengandalkan cinta. Dalam hubungan, yang menjadi perekat terkuat adalah kepercayaan. Apabila kepercayaan itu hilang, maka cinta pun ikut sirna."

-Rahnia-

***

Nia duduk pada sebuah bangku kayu di pinggir bukit. Ia menikmati semilir angin lembut yang mengibas rambutnya, di bawah naungan pohon gersik yang menggugurkan daunnya setiap kali angin bertiup. Ia menulis sebuah puisi pada buku catatan, tulisannya indah mewakili pribadinya yang begitu anggun. Beberapa saat kemudian, sebuah kecupan mendarat di pucuk kepalanya dari belakang.

"Eh, Mas...," decaknya mendongak.

"Bolehkah aku menjadi puisi yang kau tulis?" tanya lelaki berparas tegas itu.

"Kamu adalah puisi dalam hidupku, Mas."

"Baiklah...."

Pria itu berpindah posisi dari belakang Nia menjadi berlutut di depannya. Nia tersenyum, ia membelai lembut wajah lelaki itu. Sedetik kemudian sang kekasih merogoh saku dan mengeluarkan sebuah kotak.

"Nia, maukah kamu menikah denganku?" ajaknya membuka kotak tersebut yang berisikan cincin.

"Mas... ini serius?" decak Nia terkejut sekaligus terharu.

"Menurutmu?"

"Eh, Mas Bram...." Nia menepuk pundak kekasihnya.

"Jadilah Nyonya dikeluarga Bramasta."

"Tanpa menjadi Nyonya pun aku bersedia hidup denganmu, Mas."


***

Dalam sebuah rumah, acara arisan berlangsung dengan santai. Para peserta arisan itu sendiri merupakan wanita dengan status Ibu muda. beberapa dari mereka ada yang baru saja menikah dan bercerai, salah satunya Erna. Wanita berperawakan tegas dengan keinginan keras yang ingin ia capai dalam hidupnya.

"Kudengar... kamu mau bercerai," tebak salah seorang teman.

"Sudah bercerai, tahu! begitukah Erna?"

"Kudengar kau diusir, tapi aku tidak percaya."

"Apakah... itu benar? Apakah tent--"

"Ssstt! cukup! tidak ada pentingnya bagi dirimu membahas kehidupan seorang janda." Pemilik rumah menegur mereka.

"Maaf kalau kamu tersinggung, Erna. Kami bermaksud peduli padamu."

"Apakah seekor elang memerlukan rasa iba dari beberapa ekor ayam dan itik? sedangkan sayap mereka tidak dapat menyamahi besarnya sayap sang elang."

Erna berbicara sembari mengamati gelas minuman yang ia genggam, para rekan arisannya saling memandangi dan melontarkan mimik penuh tanda taya akan perkataan wanita itu barusan.

"Maaf, Erna. Tolong jangan menyindir dan menyinggung hati teman-teman."

"Seekor elang itu tenang, tapi bila kalian ribut dan mengusiknya, maka dia akan mencengkram kalian tanpa henti."

"Maksud kamu apa?" ujar wanita bertubuh gemuk berdiri karena memanas melihat tingkah Erna.

"Sudah, teman-teman." Sang pemilik rumah kembali menetralkan suasana.

"Aku pergi dulu, aku ada urusan di luar." Erna beranjak hendak keluar, "Sekali lagi kalian menjadikanku topik dalam pembicaraan, maka suami kalian menjadi bayarannya," sambungnya berhenti sejenak di pintu.

"A-apa?" para rekan-rekannya tersinggung.

"Gila!"

"Dia ancam pakai suami kita?"

"Perempuan gatal!"

"Apa dia masih waras?"

"Wanita jalang!"

***

Pernikahan Bram dan Nia pun berlangsung, kemewahannya benar-benar seperti impian Nia sejak kecil. Ia tampil layaknya tuan Puteri dengan gaun merah muda dan hiasan mahkota di kepalanya. Beberapa tahun kemudian, ia dan Bram dikaruniai seorang Anak Perempuan yang diberi nama Kirana Azzahra dan dipanggil Ara.

Bersambung....

Cinta & TahtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang