Dejavu

15 3 0
                                    


Lail mengantarkan Arin ke rumahnya, selama perjalanan tidak ada obrolan diantara mereka.
Arin memperhatikan Lail yang fokus kepada setirnya. Sosok Lail yang dingin mulai berubah di mata Arin, Lail menjadi sosok yang hangat dan penolong baginya.

Mobil mereka berhenti di depan gang rumah Arin. Lail segera keluar dan membuka kan pintu mobil untuk Arin. Arin terperangah menatap Lail karena perlakuan Lail kepadanya.

"Kenapa lo bengong? Pala lo masih pusing?"

Arin refleks tersadar, "Eh, engga kok."
Arin segera keluar dari mobil namun, karena cepat-cepat Ia hampir kehilangan keseimbangannya, Lail yang melihat hal itu segera dengan sigap menahan badan Arin lalu melingkarkan tangan Arin ke lehernya, kemudian membantu Arin berjalan menyusuri gang.

"Gue merasa dejavu yil." ungkap Arin sambil terus berjalan mengikuti langkah Lail.

Lail hanya diam menatap kosong ke jalan.

"Gue merasa berat ninggalin acara belum kelar kek gini."

Lail menghentikan langkahnya.

Arin bingung menatap Lail, "Kenapa?" ucap Arin dengan ragu.

Lail balik menatap Arin,
"Bisa gak sih lo mikirin diri lo sendiri aja." ucap Lail ketus.

Arin terdiam tidak bisa membalas kata-kata Lail.
Lail meneruskan langkahnya lalu di ikuti oleh Arin.

Lail merasa heran dengan Arin yang hanya mementingkan keperluan acara tanpa memikirkan dirinya. Arin sampai terjatuh dari tangga hanya untuk membujuk dirinya berpartisipasi, lalu memaksakan kondisinya yang masih belum fit untuk membantu acara.

Mereka sampai di depan rumah Arin, Arin mencoba membuka pintu rumahnya namun ternyata terkunci.

"Ibu lagi ke pasar kayanya."gumam Arin lalu Ia berjalan menghampiri sebuat pot bunga berwarna putih dan menemukan sebuah kunci dibawahnya.

Lail menatap bingung, "kok di taruh di situ?"

"Ini rahasia keluarga gue yil, lo diam aja ya lo satu-satunya yang tau trik ini." Ucap Arin dengan serius.

Lail mengangguk dengan ragu.

Melihat hal itu Arin refleks tertawa,
" Emang crazy rich kaya lo mana pernah ya naroh kunci rumah dibawah pot kalo mau pergi-pergi."celetuk Arin sambil membuka pintu rumahnya.

Lail hanya menatap bingung ke arah Arin. Arin tersenyum membalas tatapan Lail, "Ayo masuk yil."

"Gua balik aja, Lo istirahat."

Arin mengangguk, "yaudah, hati-hati ya."

Lail tidak membalas perkataan Arin dan langsung berbalik pergi.

Arin yang berada di depan pintu terus menatap punggung Lail yang berjalan menyusuri gang perlahan menghilang.

Arin tersenyum, "kok gua gugup ya di dekat dia."

Lail masuk ke kelas dan di sambut tatapan aneh dari teman-teman sekelasnya. Ia tidak menghiraukan dan langsung duduk di kursinya.

Ibal menghampiri Lail, "Gimana yil kondisi Arin?"

"Udah mendingan."

"Syukurlah."

Lalu keadaan menjadi hening di antara mereka, Lail merasa canggung kepada Ibal karena tahu kalau Ibal suka dengan Arin dan begitupun sebaliknya.

"Tenang yil, gua gak papa kok, gua tau lo pasti merasa bersalah atas kejadian dirumah lo kan." Ibal membuka pembicaraan.

Lail diam sepersekian detik lalu mengangguk.

"Ami udah cerita sama gua." tambah Ibal.

Lail bingung dengan kelakuannya, mungkin benar kata Ibal dia hanya merasa bersalah kepada Arin tapi entah kenapa Ia menikmati saat berdua dengan Arin dan selalu khawatir dengan keadaannya.

Bel pulang sekolah berbunyi, Lail memasuki mobilnya dan melaju Ia singgah di sebuah mini market.

Ia membeli banyak berbagai keperluan dapur dan bayi.

Saat membeli pempers Lail terlihat bingung antara ukuran S dan M.

"Masih S atau sudah M ya." gumamnya.

Lail bingung lalu memasukan kedua ukuran ke dalam keranjang. Lail segera menuju meja kasir untuk membayar. Kasir terlihat bingung karena tidak biasanya anak sekolah cowok membeli berbagai keperluan dapur dan bayi.

"Untuk ibunya ya dek." tanya kasir sambil menghitung belanjaan Lail.

Lail tidak menjawab Ia memilih memainkan ponselnya.

Merasa tidak dihiraukan kasir segera menyelasaikan hitungan belanjanya.
"Semuanya 1juta 525rb."

Lail mengeluarkan kartu kreditnya dan membayarnya lalu segera keluar dari mini market.

Semua belanjaan segera ia masukan ke dalam mobilnya.

Ia berhenti di depan sebuah rumah yang terlihat seperti kontrakan, ia segera menurunkan barang belanjaannya.

Lail mengetuk pintu namun, pintu tidak kunjung dibuka.

Seorang wanita melihatnya dari balik kaca.

"Naa bukaa, gua tau lo di dalem." ketus Lail sambil terus mengetuk pintu.






CANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang