2. Really Love You [END]

729 57 18
                                    

"Jika perasaanku ibaratkan uang. Maka aku adalah seorang bilioner."

--

Genggam tangan masih terasa menyegarkan. Harumnya masih tertinggal bahkan saat ia tidak mencuci tangannya. "Jennie Kim, kau memalukan."

Begitu, ia tetap menjerit kesenangan. Kakinya mengayun menendang-nendang di udara dan menepuk pipinya. Ia tidak percaya, jantungnya masih berdebar dan rasanya semenyenangkan itu mengingat bagaimana perlakuan manis ketua osis, yang dikaguminya. Ia masih tersenyum di balik selimut yang menutupi wajahnya. Ia tahu ia begitu memalukan.

"Yang benar Jennie. Yang benar saja." Ia sadar akan dirinya.

Ia menangkup pipinya. Euforia kebahagiannya ini terlalu berlebihan. Senyum terbodoh, yang menjijikan dan manis. Tetapi ia senang. Itu memalukan dan ia tetap menyukai bagaimana cara dirinya sendiri mengekspresikan kebahagiannya.

Bisa dibayangkan bagaimana senangnya ketika ia saja hanya membayangkan nanti pria idamannya itu menyatakan cinta padanya.

"Ya, ya Kim Namjoon. Aku menyukaimu! Namjoon! KIM NAMJOON, AKU MENYUKAIMU!"

Bibirnya mengerucut panjang dengan mata terpejam. Di hadapannya ada Kim Namjoon yang ingin menciumnya dan Jennie dengan senang hati menerima itu dalam ke-halu-annya.

--

Jisoo si kutu buku, sahabat terbaik Jennie. Gadis itu dari balik mata penyambungnya, menatap Jennie yang menyangga dagu dengan tangannya, menatap senior mereka yang duduk di satu meja di depan mereka dan dekat dengan kaca jendela. Ia tersenyum dengan sengaja menutup pandangan Jennie dengan bukunya. Jennie langsung murung, dengan wajah cemberut.

"Kenapa?" tanya Jisoo. Balik menatap Jennie yang tak suka dengan apa yang dilakukannya. "Jadi, karena dia. Mau kuingatkan apa yang terjadi kemarin."

"Ya, itu dia." Mengingatkan dengan Namjoon membuat wajah Jennie tersenyum lagi.

"Dia punya banyak penggemar. Si Jenius Kim, dia hanya menolongmu. Kembali pada realita. Dia hanya menolongmu. Menolong. Kuperjelas, me-no-long."

"Bolehkah aku jatuh cinta? Kimchu, kau tahu perasaanku? Hatiku sangat murni dan tulus." Jennie menyentuh dadanya dengan dramatis. Berucap sangat pelan dan penuh perasaan. Menggambarkan dirinya sendiri. "Aku sudah berdebar sejak mendemgar pidatonya di penyambutan saat orientasi kita. Dia mampu membuatku berdebar hanya dengan kata-katanya. Kemarin, dia membuatku semakin berdebar dengan caranya menolong dan memapahku. Aku benar tergila-gila padanya."

"Terserah kau saja. Jangan mengganguku."

"Baiklah. Aku sayang padamu!"

Jennie langsung mendapat teguran dari Jisoo karena dia berteriak. Gadis itu langsung menutup mulunya, berdiri membungkuk meminta maaf pada orang-orang yang sedang membaca yang terganggu karena suaranya. Dahi Jisoo berkerut, alisnya tertaut, mulutnya sedikit terbuka. Ia menutup wajah, tak ingin ditandai. Berganti, ia berbalik menatap kesal pada Jennie. Ia juga memaksa Jennie untuk cepat duduk dan tidak memperalukan dirinya sendiri.

--

Jennie dan Jisoo berdiri dekat dengan gerbang. Jisoo mengobrol dengan teman clubnya dan Jennie berdiri diam menatap pemuda tinggi. Seorang pria cedas, tampan, karismatik, dan idolanya yang diidolakan orang lain. "Dia sangat sempurna."

Dia bergumam membuat Jisoo dan dua temannya menatap Jennie. Mereka pikir Jennie berbicara dengan mereka dan ternyata Jennie melamun dan padangannya tak fokus bahkan saat ia mengibas tanyannya di depannya. Cara terakhir, Jisoo mengguncang badan Jennie, sampai ia mencubit lengannya karena Jennie tak mendengar dan terus berucap kata aneh. "Aw, aw, aw..."

"Sakit?"

Jennie mengangguk dengan polosnya. Jisoo menggeleng dan dua temannya bereaksi bingung. "Abaikan dia. Bye. Aku pergi dulu."

"Oh, bye. Sampai bertemu di sana."

Jennie dan Jisoo berjalan bersama. Mereka selalu pulang dengan kendaraan umum. Mata Jennie berbinar begitu melihat Namjoon sedang menunggu bus di halte yang sama. Ia juga menyapanya lebih dulu. "Sunbae." Jennie membungkuk sedikit dan Jisoo mengikuti.

"Bagaimana? Masih sakit?"

Hati seorang Kim Jennie sudah seperti pesta. Meriah. Dan gugup tidak terlihat sama sekali hanya caranya bicara aneh dan tidak saling berhubungan. "Ne. Dan itu hatiku."

Ia langsung menepuk mulutnya karena salah bicara. Jisoo geli dan Namjoon tertawa kecil karena tingkahnya.

"Maksudku tidak. Aku baik-baik saja. Sunbae tidak perlu khawatir. Aku tidak apa-apa. Masih biru dan sedikit bengkak. Aku sudah ke dokter. Mungkin satu minggu harus dengan satu mata."

"Aku minta maaf."

Bus mereka datang. Namjoon masuk dan Jennie menyusul. Setelah membayar ia sengaja menunda jalannya agar tempat duduk yang tersisa hanya di sebelah Namjoon dan ia juga mendorong Jisoo untuk duduk di tempat lain.

"Aku menyukaimu."

"Ya? Kau bilang apa?"

Jennie menggeleng. "Bukan apa-apa." Wajahnya memerah malu, dadanya berdebar senang. Beruntung Namjoon tidak begitu mendengarnya.

Namjoon keluar halte lebih dulu. Jennie dan Jisoo masih turun di halte depan. "Oh may... beruntung sekali. You are so lucky, Jendeukkie."

"Nadamu mengejekku. Sialan."

Jisoo tertawa. "Oh! Dah." Ia melambaikan tangan pada Jennie dan memasuki gerbang rumahnya. "Semoga bertemu pangeran kuda putihmu!"

"Oh. Terimakasih."

Ting

Bunyi notifikasi pesan masuk dari iphonenya, yang langsung ditampilkan dalam jendela kecil datang dari si pangeran kuda putih.

"Di depan ada restoran daging. Mau makan denganku?" Ia menutup mulut. "Wah. Daebak! Jisoo, gomawo!"

><

Ok, ini sangat absurd


Let's Fun with NamJenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang