"Assalamualaikum."
Iqbaal melangkah memasuki rumah kedua orang tuanya---atau rumah yang dulu sempat ia tempati.
PLAK
Sontak Iqbaal menoleh ke arah sumber suara tersebut. Seketika mata nya membulat ketika melihat kejadian tadi yang dimana Ayahnya baru saja menampar Bunda nya dengan tega nya. Dengan segera, Iqbaal berlari menghampiri Bunda nya yang sudah duduk bersimpuh di lantai itu.
"Ale.." Lirih Rike saat melihat anak nya yang tiba tiba datang dan langsung memeluknya.
Iqbaal bangkit dari posisinya, juga dia pun membantu Rike untuk bangkit juga. Setelah itu, dia menarik Bunda nya agar berdiri dibelakang tubuh nya. Iqbaal menatap tajam Ayahnya yang memandang mereka serius.
"Mau Ayah apa?" Tanya Iqbaal tegas. Kalau saja dia tidak mengingat bahwa ini Ayahnya, bisa saja ia langsung menghajar laki laki itu tidak ampun.
"Bunda kamu itu nyembunyiin sertifikat perusahaan." Balas Herry dengan nada tak sukanya.
"Ayah mau ngejual perusahaan?!" Tanya Iqbaal tak percaya.
"Iya, kenapa?"
"Bajingan." Desis Iqbaal. Amarah nya seketika naik drastis. Terlihat dari rahangnya yang sudah mengeras serta wajahnya yang sudah memerah menahan amarahnya.
Ketika Iqbaal baru saja akan melayangkan tinjuan kepada Herry, tiba tiba tangan Bunda nya menahannya hingga membuat ia tidak jadi memukul laki laki itu. "Ale jangan Ale. Ale gak boleh kayak gitu." Ucap Bunda lembut sambil mengusap bahu anaknya berusaha meredam amarah anaknya ini. Walaupun air matanya sudah mengalir sejak tadi, dia berusaha kuat untuk menghadapi suami nya yang memang sudah...ah sudah lah.
"Kalau aja Bunda gak nahan Ale, mungkin Ayah sudah babak belur dari tadi." Ucap Iqbaal pelan sambil menatap tajam Herry.
"Kamu mau ngehajar Ayah? Silahkan." Tantang Herry.
"Ale sabar Ale.." Ucap Rike sambil menahan tangan Anaknya yang sudah terkepal itu.
Iqbaal menggertakkan giginya. "KELUAR ANDA DARI RUMAH INI." Teriak nya hingga suara tersebut menggelegar di rumah ini.
"Gak akan. Kasih dulu sertifikat itu ke saya." Bantah Herry.
"KELUAR! SEKARANG!"
Hingga sudah perintah ke dua, barulah Herry keluar dari rumah itu meninggalkan kedua orang itu yang ia tidak perduli kan.
Iqbaal membalikkan badannya menghadap Rike, kemudian memegang kedua bahu Bunda nya itu dengan lembut. Wajahnya sangat terlihat khawatir sekali melihat Bunda nya yang sudah menangis sedari tadi. "Bunda, Bunda gak papa kan? Bunda tadi di apain aja sama dia? Jawab Ale, Bunda. Jawab." Ucap Iqbaal beruntun dengan rasa khawatirnya.
Rike mengangkat tangannya untuk mengusap air mata Anak nya yang baru saja turun di pipi tegasnya itu. "Bunda gak papa. Bunda baik baik aja, Ale tenang ya." Balas Rike dengan lembut.
"Tap-tapi Bunda tadi ditampar sana Ayah." Ucap Iqbaal dengan bibir yang sudah bergetar. Mata nya sudah berkaca kaca, bahkan air matanya sudah turun dan itu langsung dihapus oleh Rike.
"Bunda gak papa, percaya sama Bunda ya, le?"
Iqbaal menatap dalam Rike, kemudian mengangguk dengan berat hati. Dia pun mengecup kening Rike dengan lembut lalu memeluk Bunda nya itu dengan sayang. Tubuhnya sudah bergetar menahan isakannya, ia tak mau Bunda nya yang mendengar isakannya dan membuat beliau semakin sedih padanya.
YOU ARE READING
Husband [IDR]
Teen FictionKisah seorang sekretaris yang sering berdebat dengan Bos nya.