Part 1

486 57 6
                                    

CHRISTIAN

Inspired by a film, JONATHAN

Dengan beberapa perubahan

FF PJM

.

.

.

Aku bertemu dengannya ketika aku masih bekerja sebagai kasir dengan sif malam  satu minggu yang lalu.

Waktu itu dia sedang memilih bir kalengan ketika aku memergoki pria kolot yang ketahuan menyembunyikan beberapa makanan di dalam saku jaketnya. Aku menegurnya dengan cara yang halus, aku yakin itu, tapi pria kolot itu tidak mau mengaku dan malah membentakku karena aku menuduh yang tidak benar. Pria kolot itu memarahiku habis-habisan, aku berusaha bicara dengan tegas dan sopan, benar-benar dengan cara yang tegas seperti apa yang ayahku ajarkan. Pria itu merasa tersudut, dan dia hendak menampar wajahku kala dia tidak terima dipermalukan di minimarket yang lumayan banyak pembeli. Tapi sebelum tangan itu menamparku, ada satu orang pelanggan yang menahannya, dan mengatakan dengan tegas yang kasar pada pria kolot itu bahwa dia bersaksi atas tindakan tidak terpujinya. Dia menawarkan penyelesaian secara baik-baik atau polisi karena dia punya bukti kuat, matanya menoleh padaku, seakan mengerti aku mengatakan bahwa kami punya banyak cctv di beberapa sudut minimarket. Setelah itu pria kolot itu mengeluarkan lima bungkus makanan dari saku jaketnya, dia mengatakan kalau uangnya kurang untuk membelikan anaknya makanan, tanpa ragu lelaki yang membantuku itu membayarkan semua belanjaannya dan menambahkan satu botol air mineral. Aku sebagai kasir melakukan pekerjaanku menghitung harga belanjaannya dan pria kolot tadi berterimakasih sebelum pergi meninggalkan minimarket dengan muka merah padam.

Aku memandang lelaki yang berdiri di depan meja kasir dengan pandangan syukur dan memuji karena kebaikannya. Lelaki itu terlihat seumuranku, dia memakai jaket parasut hitam, celana jins dan sneakers hitam. Aku berterimakasih padanya karena dia menahan tangan si pria kolot tepat sebelum menghantam pipiku. Lelaki itu tidak mempermasalahkannya, dia justru menyarankan agar aku bertukar sif kerja dan pindah ke siang hari karena takut kalau kejadian tadi terulang lagi. Aku mengatakan padanya bahwa pagi hari adalah waktu kuliahku. Dia membawa sekaleng bir dan satu bungkus rokok untuk dibayarnya, aku sekali lagi melakukan tugasku menghitung jumlah belanjaannya tapi kali ini aku ingin memberinya secara percuma hanya saja dia menolak, aku hanya membantu, katanya. Dia pergi meninggalkan kesan yang baik.

*
Lalu, esok harinya dia datang lagi. Esok harinya, dan esoknya lagi. Kami akan saling berbicara dan mengobrol sebentar ketika dia hendak membayar. Dia baik dan ramah, pembicaraan singkat kami tidak pernah dia anggap remeh, dia selalu terlihat sopan dan menghargai orang lain. Ketika hari kedua aku baru mengetahui namanya. Jimin. Tidak ada nama keluarga yang dia beritahu padaku, tapi aku menghargainya dan berkenalan dengan cara yang sama. Aku memberitahu namaku Jaehye, bukan Junie seperti yang ada di label papan nama seragam minimarket yang aku pakai, itu bekas karyawan sebelumnya, tidak ada yang berharap itu diganti.
Jimin tertawa mendengar kebenaran mengenai papan nama yang aku pakai, katanya dia akan memanggilku 'Junie palsu' karena selama ini dia kira itu nama asliku.

Jimin orangnya humoris juga, dia pandai berbicara dengan caranya yang ekspresif. Aku kadang kesusahan untuk menanggapi percakapan dengan orang lain, tapi dengan Jimin semua pembicaraan seolah-olah mengalir begitu saja dari bibirku, kami berbicara secara alami yang akrab, dan itu aneh karena baru pertama kalinya aku cocok mengobrol dengan orang lain.

*
Hari ketiga dia datang dengan permen loli di mulutnya, dia pakai kaos hitam sepinggang yang lengannya pendek dan celana jins hitam serta sneakers hitam dengan model lain. Aku baru tahu kalau Jimin suka memakai pakaian serba hitam, bahkan rambut hitamnya yang dia sugar ke belakang, ketika itu aku baru tahu kalau lengan kanannya di tato dengan tulisan yang entah apa artinya.
Jimin membeli satu pack bir dingin, aku membungkusnya dengan dus, dia bertanya kabarku ketika bayar, aku hanya menjawab baik dan mengatakan apa dia akan berpesta, dia terkekeh, katanya teman-temannya datang dan mereka butuh banyak bir juga beberapa cemilan.
Jimin membawa tujuh bungkus ceetos sebagai tambahan, aku menawarkan bantuan membawakan semua snack itu sementara dia membawa satu dus kaleng bir. Jimin awalnya tidak memperbolehkanku, tapi karena minimarket sedang sepi jadi aku memaksa membawakannya bungkusan ceetos. Kami membawanya,  Jimin berjalan mendekati mobil hitam, dia membuka bagasi belakang mobil yang isinya penuh dengan alat-alat musik, dua gitar, satu kursi kayu dan dua speaker besar serta kabel-kabel di kotak peti yang terbuka.
Jimin menyimpan satu dus bir di antara peti kabel yang dia tutup dan kursi kayu, aku memberikan dua keresek berisi snack padanya dan dia menyimpan asal di tempat kosong sebelum menutup kembali bagasi belakang mobilnya.

Christian || Park Jimin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang