Ketika Dia Terlalu Sempurna

1K 73 0
                                    


Bukan maksud membuatmu menunggu. Menantikanku yang masih saja semu. Kini, aku hanya meragu. Antara berlalu atau kembali memperjuangkanmu.

🌫🌫🌫

"Mau ke mana?"

"Hah?"

Nayla yang baru satu langkah menginjakkan kaki di luar rumah langsung menoleh ke belakang cepat. Menatap cengo sang Ayah yang mulai menurunkan koran di depan wajahnya, menatap Nayla tajam.

"Ayah mau ngomong sama kamu."

Di saat yang sama, Nayla benar-benar menurunkan tas selempang dari tangannya. Bahu cewek itu seketika turun dengan garis wajah yang juga itu menyendu. Biasanya, jika sudah seperti ini Nayla tidak boleh melawan atau mengatakan apa-apa. Ia hanya boleh patuh dan mendengarkan apa yang ayahnya katakan. Namun, dari tatap yang Ayah lemparkan padanya di kursi sofa, Nayla tidak melihat apa-apa selain belati tajam yang siap menikam mangsanya.

Duduk di samping Ayah adalah hal yang biasa bagi Nayla, namun kini rasanya tidak sama seperti saat dulu ia bisa melakukan semuanya.

"Kamu akhir-akhir ini jadi sering main, ya?"

Nayla langsung menegakkan tubuhnya, detak di dalan dada semakin tidak bisa ia jaga kecepatannya. Nayla takut Ayah.

Cewek itu menggeleng sebagai jawaban.

"Aku-"

"Ayah nggak pernah lihat kamu belajar. Nggak pernah lihat kamu berangkat les lagi. Nggak pernah lihat kamu kayak dulu lagi."

Di antara hening yang memilih tinggal di antara keduanya, diam-diam Nayla meremas ujung kemejanya kuat. Cewek itu sama sekali tak bisa bergerak. Seolah-olah ia hanyalah robot yang bisa melakukan semuanya jika tuannya memerintah. Nayla kini merasakannya ketika di dekat Ayah.

Kemudian Nayla menoleh. Melemparkan senyum pada lelaki dewasa di sampingnya yang rasanya tidak pernah menua. Ada garis wajah lelah di wajah lelaki itu yang bisa Nayla tangkap dalam penglihatannya. Yang sebenarnya justru semakin membuat Nayla tidak bisa melakukan apa-apa selain tunduk dan patuh akan sosoknya.

"Ayah apa kabar? Gimana pekerjaannya? Lancar, kan? Kapan Ayah pulang kok nggak ngabarin? Wah, lama banget, ya, Yah kita nggak ketemu. Udah berapa lama, ya? Sebulan? Dua bulan? Tiga bulan?" Cewek itu berceloteh panjang. Menggerak-gerakkan tangannya di udara seraya tertawa seolah tanpa beban. Kemudian ia menepuk keningnya sambil mengurai tawa. "Ah, aku inget. Udah hampir satu tahun ternyata," lanjut Nayla membuat Ayah menggertakkan gigi-giginya.

Namun, saat Ayah baru saja mau membuka suara, kalimat yang putrinya lontarkan kemudian semakin membuat Ayah hampir kehilangan kendalinya. Semakin menatap anak itu tajam di sana.

"Bahkan, Ayah nggak pernah ada di rumah. Gimana cara Ayah bisa tahu aku belajar atau enggak?"

Telak.

Ayah bungkam dengan seluruh kata-katanya yang ditelan kemudian. Sementara Nayla, garis wajah cewek itu langsung berubah datar di sana. Kedua tangan Nayla juga mulai mengepal erat di tempatnya.

"Nayla Azzaleta."

Dingin suara Ayah kembali diperdengarkan. Dan untuk pertama kalinya seorang Nayla berani membalas tatapan tajam Ayah.

"Ayah nggak pengen dengar apa-apa dari kamu-"

"Tapi Ayah nanya, jadi aku cuma jawab."

"NAYLA!!!"

Kedua mata cewek itu seketika memejam kuat-kuat. Akbar yang baru saja menginjakkan kaki di anak tangga terakhir terpaku di tempatnya. Tidak bergerak sama sekali. Hanya menatap lurus sosok Ayah yang tangannya sudah di udara hampir menyentuh pipi sebelah kanan Nayla di sana. Kemudian Akbar tetap di pinggir tangga. Menelan lagi bulat-bulat keberaniannya untuk mendekat pada Ayah.

152 Hari MELUPAKANMU ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang