[7] Fly Me to the Moon

391 18 0
                                    

"Selamat malam semuanya." Aku tersenyum kepada pengunjung restoran malam ini. Sudah berkali kali aku menampilkan suaraku yang lumayan indah kepada pengunjung. Tak jarang mereka memberiku tepukan dan ucapan yang membuatku semangat.

Ah, ya, perkenalkan namaku Alena. Aku seharusnya masih duduk di bangku SMA. Namun, keterbatasan ekonomi membuat aku berhenti sekolah dan mencari pekerjaan. Dan ya, ini pekerjaanku. Sebagai penghibur untuk pengunjung restoran.

Aku mencari cari seseorang yang sudah lama aku tunggu. Ia adalah seorang pelanggan yang sering sekali datang ke restoran tempat kerjaku ini. Pipiku menghangat ketika aku melihat lelaki sangat tampan yang mengenakan kemeja coklat menatapku. Padahal, tatapan itu biasa saja, tapi hatiku tidak biasa saja. Aku memalingkan wajah dan mulai memetik gitar.

Fly me to the moon
Let me play among the stars
Let me see what spring is like
On a Jupiter and Mars

Aku menyukai lelaki itu sejak pertama kali aku kerja di restoran ini. Saat itu, ia benar benar sendirian. Dan, malam itu aku menyanyikan sebuah lagu yang diam diam aku tujukan untuknya. Lalu, tanpa aku sangka ia tersenyum dan sejak itu ia sering datang kesini.

In other words, hold my hand
In other words, baby, kiss me

Lama kelamaan aku mulai kagum dan menyukainya. Ia sangat sering datang ke restoran ini. Entah sendiri, atau kadang bersama teman temannya.

Fill my heart with song
And let me sing for ever more
You are all I long for
All I worship and adore

Aku juga tidak jarang mencari tau siapa lelaki itu. Lelaki yang memiliki kulit putih dengan rambut yang sering acak acakan. Tapi, itu sama sekali tidak menghilangkan ketampanannya. Dan, aku tau, lelaki itu bernama Irham.

In other words, please, be true
In other words, I love you

Aku kembali menundukkan wajahku karena ia melihatku balik. Aku mencoba menetralkan degupan jantungku.

Fill my heart with song
Let me sing for ever more
You are all I long for
All I worship and adore

Ah, aku benar benar jatuh cinta pada lelaki bernama Irham itu. Semenjak bertemu dengannya, aku menjadi lebih semangat untuk terus bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupku.

In other words, please, be true
In other words
In other words, I love you

Aku tersenyum ketika mendengar suara tepuk tangan dan beberapa pujian. Aku menghampiri lelaki itu dengan senyuman yang masih terus terpancarkan.

"Hei." Ia menyapaku, dan aku tersenyum malu, lalu duduk di hadapannya.

"Bagus banget suaranya! Pacar siapa, sih?" Aku kembali menunduk. Ia tertawa lalu mengacak rambutku gemas. "Pacar kamu."

Aku dan Irham sudah berpacaran sejak dua hari lalu. Aku benar benar tidak menyangka ketika ia menungguku selesai bekerja.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Namun, perempuan cantik ini masih terus membereskan alat musiknya. Tak lupa juga ia membereskan meja meja yang masih berantakan. Walaupun kaki dan tangannya sudah terasa sangat pegal, tapi ia harus mengerjakan semuanya.

"Alena, ini udah malem, loh. Kamu nggak pulang?"

Perempuan cantik bernama Alena itu tersenyum manis pada pemilik restoran, tempat dimana ia bekerja. "Iya, Bu, sebentar lagi. Ini meja masih ada yang berantakkan."

"Ah, nggak apa apa. Besok juga bisa. Kamu pulang gih, udah malem."

Tanpa bisa menolak lagi, akhirnya Alena mengangguk dan mengambil tasnya. Ia berpamitan dan keluar dari restoran itu. Baru saja Alena akan pergi, tangannya ditarik oleh seseorang.

"Kamu?"

"Hai! Aku ngagetin ya? Maaf." Alena menggeleng lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia benar benar tidak percaya, didepannya ini ada lelaki yang ia sukai selama ini.

"Ada apa?"

Lelaki itu membuka topi sweaternya dan tersenyum sangat manis. "Ada perlu sama yang namanya Alena."

Alena mengernyitkan dahinya. "Iya, aku sendiri."

"Mau di temenin biar nggak sendiri?" Untung ini malam, jika ini siang pasti lelaki itu bisa melihat pipi Alena yang mulai merah.

"Hehe. Aku mau nembak kamu. Nggak menerima penolakkan, mulai sekarang kamu jadi pacar aku ya!"

Hari itu, Alena benar benar tidak menyangka kalau lelaki yang ia suka menembaknya. Padahal, mereka saja tidak kenal. Hanya saling mengetahui satu sama lain.

"Alena, kenapa bengong?" Aku menggeleng lalu tersenyum. Irham mengangguk lalu memegang tanganku erat. Bahkan, sudah resmi berpacaran pun, aku masih terlalu gugup untuk membiasakan keadaan seperti ini. Mungkin, karena aku yang belum pernah merasakan pacaran.

"Al, di restoran ini ada rooftop nggak?" Aku mengangguk. "Ada. Kenapa?" Ia menggeleng lalu menarikku untuk berdiri. Aku hanya diam ketika ia menarikku entah kemana.

"Pengen berduaan sama kamu."

Aku tersenyum. "Yang ketiganya setan tau!" Irham tertawa. Ah, tawanya itu benar benar membuat hatiku menghangat. "Kamu kan di itung dua." Aku menggerutu lalu memukul bahunya pelan.

"Aku mau liat sunset bareng pacar aku. Tapi, maaf ya cuma bisa di rooftop restoran ini doang. Besok besok, liatnya di gunung atau pantai ya?"

Aku mengangguk lalu menyandarkan kepalaku di bahunya. "Nggak apa apa. Aku udah seneng, kok. Makasih ya, Ham."

"Sama sama, Sayang."

Beberapa menit aku dan dia hanya menikmati pemandangan. Dia yang sesekali mengecup puncak kepalaku. Aku sudah tidak merasa kesepian lagi. Dulu, aku sangat kesepian, karena tidak ada satupun keluarga yang aku miliki. Mereka jauh, sangat jauh.

"Irham, makasih ya? Karena kamu, aku nggak ngerasa kesepian lagi. Padahal dulu, aku sempet nyerah buat hidup. Nggak ada yang bikin aku semangat."

Aku merasakan Irham tersenyum lalu merangkulku. "Sama sama. Aku juga dulu kesepian, Al. Keluarga aku selalu sibuk sama bisnisnya. Bahkan, sampe lupa kalau mereka punya aku. Tapi, setelah aku kenal kamu, aku nggak ngerasa kesepian lagi. Aku juga ngerti sekarang, kalau keluarga aku gila kerja buat aku juga. Mungkin, mereka salah nggak ngebagi waktunya buat aku."

Aku mengangguk. Aku dan Irham kembali menikmati sunset yang sangat indah. Aku bisa merasakan bahagia kembali. Semoga saja, kebahagiaan aku ini tidak akan cepat hilang.

"Alena?"

"Iya?"

Aku menatap matanya yang kini juga menatapku. "Kamu mau aku terbangin ke bulan? Supaya kamu bisa main sama bintang dan ngeliat gimana musim semi di Jupiter sama Mars?"

Aku tertawa lalu memukul bahunya pelan. Ia ikut tertawa. "Aku serius, Al! Mau nggak?" Aku mengangguk sambil mengusap air mata di ujung mata karena tertawa.

"Kalau mau, sekarang kamu tidur."

"Kok tidur?"

"Iya. Nanti aku ajaknya lewat mimpi ya. Kalau kenyataan, kan nggak bisa."

Aku mengangguk dan mulai memejamkan mata. Ah, aku benar benar merasa bahagia hari ini. Aku kira, hidupku akan terus begitu saja tanpa adanya tawa. Dan kini, aku bersyukur, karena pelangi akan datang setelah turun hujan.

Dan, pelangi itu adalah Irham.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One ShotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang