M a t a h a r i • 2

69 19 9
                                    

"Ih! Es gue," protes Zara saat teh esnya direbut secara paksa oleh Calla. Gadis itu baru saja masuk kantin dan menemukan sang sahabat sedang asyik makan sendirian di kursi ujung kantin.

Dengan tidak tau malunya, Calla meneguk habis teh es milik Zara. Sampai-sampai sedotannya pun ikutan menciut. "Haus gue," ucap Calla setelah meminum habis minuman milik Zara.

Zara meringis melihat penampilan Calla yang penuh keringat. Untung saja aromanya tidak bau. Zara paling benci yang namanya bau keringat.

"Tumben keringatan? Biasanya aja muka lo seger. Kenapa jadi kusam begitu?" tanya Zara sembari menyerahkan sebungkus tisu pada Calla.

"Kali ini gue nggak bisa kabur," ucapnya mengambil tisu dan mengelap seluruh wajah hingga leher.

"Kok gitu? Lo'kan ahlinya kabur."

"Bu Sri hari ini nungguin gue sampai selesai hukuman. Tumbenan banget dia kaya gitu. Padahal tadinya gue mau ngadem dikantin sebelah," ucap Calla.

"Kantin sebelah mana?" tanya Zara. Calla berdecak kesal. Terkadang sahabatnya ini memang suka lemot. "Oh! Maksud lo kantin disamping sekolah itu?"

"Hem."

Zara mengangguk paham. "Lo gak mau makan?" tanyanya menatap Calla.

Calla menggeleng. "Gak laper. Tapi kalau lo yang traktir, boleh deh," katanya sambil nyengir.

Zara mendengkus. Tanpa protes, dia beranjak memesan sepiring nasi kuning untuk Calla. Untung saja Calla tidak pemilih dan ingin makan apa saja. Kalau tidak, Zara bisa dibuat kesal olehnya.

"Gue tadi dihukum bareng gebetan lo," ucap Calla setelah Zara kembali kemeja sambil memberikan sepiring nasi kuning.

"Siapa?"

"Etdah, masa lo lupa?" bingung Calla.

"Gebetan gue banyak. Yang jelas sekarang gue lagi suka liat wajahnya si Nathan. Ganteng sumpah," semangat Zara mulai membayangkan wajah tampan bak pangeran alias Nathan.

"Nathan mana?"

Zara berdecak kesal. "Si Nathan. Anak kelas sebelas sains B. Masa lo gak tau sih?"

Calla menyuapkan sesendok nasi kuning kedalam mulutnya sambil berpikir. Mengingat-ngingat dengan yang namanya Nathan. Tak lama kemudian, jarinya menjentik semangat. "Ooh! Ketua band sekolah kita bukan sih?"

Kini Zara mengangguk semakin semangat. Mulai tersenyum sendiri sampai wajahnya merona merah.

"Memangnya dia mau sama lo?" seringai Calla, membuat Zara langsung cemberut. Menabok bahu Calla sampai dia mengaduh kesakitan.

"KOK GUE KESEL SIH SAMA LO!" teriak Zara. Suaranya berubah jadi cempreng. Enggak enak didengar banget.

"Dia udah punya cewek." Zara mengerjap banyak. Seketika menjadi kalem sembari menatap Calla linglung.

"Serius lo?"

"Ya lo pikir aja sendiri." Zara berdecak kesal mendengar jawaban Calla. Sangat tidak memuaskan. Hatinya sudah terlanjur sakit.

"Ya udah deh. Gue sama Kak Gilang aja. Kayanya dia masih sendiri. Tapi gue nggak berani ngomong sama dia," lesu Zara. Jangankan berbicara, bertatap muka saja membuat jantung Zara ingin lepas dari tempatnya.

"Eh, entar balik gue nebeng lo ya," ucap Calla. Zara hanya mengangguk sebagai jawaban.

*****

Suasana kelas lagi adam mayemnya. Semua sibuk mengerjakan tugas yang baru saja diberikan oleh Bu Maya—guru Sejarah, yang baiknya kebangetan.

MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang