Bagian 1

6 1 0
                                    

.....
“Kak lo balik kapan sih? Betah banget perasaan” rengek ku pada Kak Tommy. Kak Tommy adalah kakak pertamaku. Dia yang paling tidak bisa mendengar adiknya sedih atau merengek seperti sekarang. Ini adalah salah satu senjataku untuk membuatnya pulang ke Indonesia.

“Kenapa de? Udah kangen sama kakak?” terdengar suara kikikan di seberang sana. Aku mendecak seraya memanyunkan bibirku seakan-akan lawan bicaraku  melihat.

“iyaiya kakak pulang. Atau mau kakak susul aja kalau kamu beneran ke Seoul?” Tawaran Kak Tommy membuatku terkejut. Memang sebenarnya aku merindukan kakak-kakak ku ini. Mereka sedang berlibur keliling Eropa. Dan tanpa adik kecilnya ini tentunya. Kata mereka aku masih harus menunggu lulus kuliah dan wisuda, padahal aku tau mereka tidak mengajakku karena mereka merasa aku sangat merepotkan.

“Mau banget dong kak. Kalian harus harus nemenin dede di Korea. Lagi pula apa kalian tega liat dedenya sendirian di negara orang?!”  Satu lagi senjataku keluar. Aku sangat yakin mereka tidak akan tega membuatku terlantar sendirian di negara orang. Aku menahan tawa saat sambungan telepon kami terputus.

Ah panggilan roaming keluar negara sangat membuat ku pusing. Bagaimana tidak, pulsaku terkuras habis. Tapi tak masalah, asal panggilan tadi membuat mereka pulang. Atau setidaknya membuat mereka menyusulku.
.
.
.
Di luar sedang hujan deras. Suara rintikan air yang jatuh dan bertubrukan dengan genteng terdengar syahdu. Aku mendudukan pantatku di balkon kamar, sambil menikmati dinginnya malam. Hawa dingin yang seolah membawaku semakin larut dalam pikiranku sendiri.

Kata orang-orang suasana seperti ini adalah doa para jomblo. Karena ini sabtu malam, maka dari itu jomblo berdoa agar hujan deras. Supaya yang punya pacar tidak keluar bersenang-senang. Lucu memang.

Sebenarnya aku pun jomblo, dan benar-benar belum pernah pacaran seumur hidup. Ketika ada laki-laki yang terang-terangan terlihat mendekatiku karena suka, aku akan langsung bertindak dengan menggunakan jurus andalanku yaitu “Lo kenalan sama kakak gue dulu kalau mau ndeketin gue.” Aku mengatakan itu dengan senyum yang seolah mengintimidasi lawan bicara sehingga lawan bicaraku tau bahwa itu sebuah gertakan halus.

Handphone yang berada diatas meja rias bergetar terus menerus membuatku tersadar. Siapa gerangan yang menghubungiku selarut ini. Jelas tak biasa, ini sudah lewat tengah malam. Pukul 23.58 WIB. Ku datangi suara getaran itu. Tenyata Fira sahabatku. Sepertinya dia mengirim banyak pesan.

Ternyata Fira memutuskan untuk tidak ikut denganku ke Korea Selatan. Aku berencana untuk pindah ke Korea Selatan. keberangkatanku minggu depan. Aku juga berencana mengajak Fira sahabatku dan juga mama Fira, supaya aku tidak merasa sendirian disana. Bahkan aku sudah terlanjur menyewa rumah dengan fasilitas  kamar untuk 3 orang. Hebat bukan. Semua sudah ku rencanakan sebelum aku lulus kuliah.

Sekarang pada akhirnya Fira menolak dengan alasan yang menurutku bukan sebuah alasan. Aku sedikit kecewa. Padahal pasti menyenangkan kalau aku dan Fira tinggal bersama disana. Lebih mudah mendatangi setiap acara BTS di negara mereka.
Jika sudah begini mau bagaimana lagi. Aku akan berangkat sendiri, dan menempati rumah besar itu sendiri. Haha menyedihkan. Kalau memang Fira tidak bisa ikut, aku tetap berharap kedua kakak ku itu menyusul dan ikut tinggal disana.
.
.
.
Hari dimana aku akan terbang ke Seoul tiba. Hari ini, tepat pukul 13.00 WIB aku tiba di Bandara Internasional di daerahku. Pukul 13.30 pesawatku take off. Aku benar-benar sendiri sekarang. Mama dan Papa memang ku minta mengantar sampai depan saja. Cukup berpelukan dan mencium mereka di mobil. Aku tidak mau menjadi sangat sedih saat akan berangkat. Nanti malah membuatku berubah pikiran. Tapi sepi juga jika menunggu sendirian begini. Tak apa, aku akan bahagia nanti saat sampai.
.
.
.
Aku sampai di rumah yang aku sewa saat tengah malam. Semua koper dan barang bawaanku sudah ku simpan dalam kamar. Aku menidurkan tubuhku di kasur besar di kamar utama. Aku sangat lelah. Perjalanan ku tidak menempuh waktu yang sebentar dan jarak yang jauh. Aku pun tertidur tanpa mengganti pakaian dan melepaskan jaket tebalku.

Di Korea sedang musim gugur. Banyak angin dan hawanya lumayan dingin. Tubuhku sangat ringkih sebenarnya. Tapi tak apa. Ini masih bisa teratasi, selama aku membawa obatku tentunya.

Pagi hari ketika mataku terbuka, aku sempat terlonjak kaget. Kaget karena aku berada di kamar asing. Aku baru ingat setelah benar-benar bangun. Segera aku berlari ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.
Masih pagi dan tubuhku terasa lebih segar. Perkerjaanku banyak hari ini. Membereskan semua barang yang kubawa. Ku simpan di tempat yang sudah tersedia disini.

Banyak juga bawaanku. Lelah sekali padahal baru koper dan bawaan yang aku bereskan. Masih harus menyiapkan persediaan makanan dan mengisi kulkas. Coba saja aku tidak sendirian di rumah yang besar ini, pasti aku tidak selelah sekarang. Kembali rasa sesal menghampiriku. Aku menyesal datang sendirian. Aku menyesal menyewa rumah besar dalam setahun. Ingin menangis rasanya.

Di luar angin berhembus kencang. Dingin. Ku bawa jaket tebal dan jangan lupa obatku. Aku tidak mau tiba-tiba drop padahal aku sendirian di negara ini. Jauh dari keluarga. Jauh dari saudara.

Baiklah, cukup sudah drama nya. Aku harus segera dapat supermarket sebelum aku tertiup angin.

Aku memang cukup kecil untuk ukuran seorang perempuan berumur 20 tahunan. Kecil dalam artian tidak tinggi dan tidak gemuk. Tinggiku hanya 155cm dan beratku hanya 45kg. Sangat kecil bukan? Bisa terbang tubuhku jika terus-terusan berada diluar.

Di dalam supermarket sangat hangat. Aku mulai menyusuri setiap rak. Mengambil banyak bahan makanan untuk ku bertahan hidup. Di supermarket ini sangat lengkap. Dari bahan makanan kering hingga basah. Semua ada.

Drrrtt... drrrttt..

Siapa ini berani-beraninya mengganggu waktu belanjaku. Aku memang suka berbelanja, jangan lupakan itu. Bahkan semua perempuan pasti suka berbelanja. Sebuah pembelaan hehe.

Ternyata pesan singkat dari Mama. Mama bilang aku harus hemat dan berhati-hati. Baiklah ma. Sebelum aku berangkat ke supermarket aku menelpon mama. Aku katakan semalam sudah sampai dan langsung tertidur. Aku meminta maaf karena membuat orangtua ku khawatir.
.
.
.
Membawa barang sebanyak ini dan harus berjalan. Apakah mungkin? Aku tidak yakin. Aku pulang naik taksi karena merasa tidak mungkin membawa barang sebanyak ini dengan berjalan kaki. Kakiku bisa patah saat sampai.

Membawa ke rumahku pun di bantu oleh satpam. Disini apartemen di sebut rumah. Maka dari itu aku selalu menyebutnya rumah. Rumahku berada di lantai 5. Dan lantai tertinggi adalah lantai 7.

Di tempat tinggalku ini ada mall lumayan besar. Mallnya berada di lantai 1 sampai 4. Jadi rumahku masih berada di lantai 1. Dibagian gedung yang ada mallnya ini memang hanya 7 lantai. Dan apartemennya berada di lantai 5 6 dan 7.

Di gedung sebelah juga masih satu komplek. Gedung tersebut juga sebuah apartemen tapi tidak terlalu tinggi. Hanya 4 lantai. Disini lumayan murah untuk ukuran apartemen besar. Bagiku murah. Entah bagi orang lain.

Tbc

We're Gonna Be FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang