“Besok kita baru pindah ke rumah baru. Sekarang nggak apa-apa, kan, nginep dulu di rumahnya Om Banyu?”
“Nggak ngerepotin emang?”
“Ya kamunya jangan banyak mau. Mandiri dong, anak Papa, kan, udah gede.”
“Jadi, boleh ya nonton konser tujuh suaminya Sayu?”
“Suami?" celetuk perempuan yang baru saja datang dari arah dapur membawa nampan berisikan camilan dan minuman. Setelah menaruhnya di meja, perempuan itu menatap penuh selidik ke arah dua orang di hadapannya.
“Itu, La, cowok-cowok boyband kesukaan Sayu. Dia manggilnya suami. Ada-ada aja emang,” jelas Satya sambil tersenyum geli.
Sementara Sayu tampak malu ketika Laras menatapnya dengan intens. Seharusnya tadi Sayu memoles bibirnya dengan lip balm karena mendadak bibirnya terasa kering.
“Oalah, kpopers. Sayu sukanya siapa?”
"Eh?"
Sayu dengan semangat langsung menjawab, “BTS!”
Sejenak, terjadi keheningan.
“Bentar, kalau nggak salah … berarti kamu Army?” tebak Laras tepat sasaran.
Mata bulat di hadapan Laras melotot kaget. Cepolan rambutnya yang tinggi bergerak saat Sayu mengangguk.
“Iya, apa Tante juga—
“Oh hahaha enggak-enggak," potong Laras seraya memperbaikki posisi duduknya. "Tante La tau aja. Tetangga depan rumah juga kpopers, anaknya sering main ke sini sama anak Tante. Jadi, ya gitu deh.” Laras mengangkat kedua bahunya.
"Kirain kamu juga suka, La,” Satya tersenyum mengejek. Tangannya meraih secangkir teh yang disajikan Laras dan meminumnya. Di sampingnya, Sayu melakukan hal yang serupa setelah meminta izin pada Laras.
Perempuan yang memakai dress pendek motif bunga-bunga itu lantas tertawa, "kamu tau sendiri Banyu gimana orangnya.”
Satya mengangguk mengerti. Akhirnya mereka tenggelam dalam obrolan. Sayu sibuk memakan camilan yang sudah disuguhkan Laras dengan satu tangan lainnya terus memainkan handphone.
Sayu sedang berseluncur di twitter. Fandom kesayangannya itu selalu mendapatkan trending topik. Sayu tersenyum sendiri melihat sebuah foto bias ultimate-nya.
“Sayu, handphonenya ditaruh dulu. Papa nggak suka ya kamu sering senyum-senyum sendiri," tegur Satya.
“Tenang aja, Pa, Sayu nggak gila.” Sayu menjawab tanpa mengindahkan fokusnya dari benda pipih di tangannya.
“Iya nggak gila, Cuma agak nggak waras aja,” cibir Satya.
“Heh, kok ya bilangnya gitu sama anak sendiri.” Sekarang giliran Satya yang kena tegur oleh Laras.
“Kalo nggak dibilangin kelakuannya kayak gitu aja terus. Apalagi aku mau nitip Sayu di sini."
Begitulah Satya sering mengomeli anak gadis satu-satunya. Satya tidak pernah menggunakan kekerasan meski omelannya kerap kali tidak didengar. Satya paham betul jika sifat menyebalkan Sayu adalah turunan darinya.
“Santai aja, aku malah seneng. Kalo masih harus nginep di sini, bilang aja. Jangan sungkan, Mas Banyu juga pasti ngebolehin.”
“Makasih ya, La."
"Hape terus, Papa tinggal nih!” ancam Satya. Sementara Sayu sama sekali tidak terpengaruh apa pun atas ucapan Satya. Ia mengangguk saat Satya mencium pucuk kepalanya.
“Nanti malam Papa telfon.”
Satu kecupan manis mendarat di pipi Satya. "Oke."
“Duh, Tante La berasa kek liat orang pacaran aja. Papa sama anaknya romantis banget," Laras mengibaskan rambutnya ke belakang.
"Jadi kepengin punya anak perempuan," gumamnya pelan.
"Nanti aku bilangin ke Banyu, La," goda Satya langsung pergi secepat kilat di hadapan Laras.
“Emang anaknya Tante La cowok?" tanya Sayu penasaran. Pasalnya Satya hanya memberitahu Sayu jika Laras dan Banyu mempunyai anak yang seumuran dengannya. Sayu sendiri lupa bertanya jenis kelamin anak dari teman Papanya itu.
Lagipula untuk apa tahu urusan orang lain? Dasar, jika itu menyangkut idolanya Sayu merasa harus serba tahu. Ia sedikit pun tidak ingin ketinggalan informasi.
“Cowok, ganteng lho, Yu," celetuk Laras berniat menggoda Sayu.
Tiba-tiba saja terlintas pikiran untuk menjodohkan anaknya dengan Sayu. Tidak buruk berbesanan dengan Satya. Anak gadisnya juga tampak baik. Hanya saja, apakah anak laki-lakinya akan suka?
"Assalamualaikum, Bun."
"Waalaikumsalam."
Pucuk dicinta ulam tiba.
Seorang cowok seusia Sayu menyalami Laras. Cowok itu tampak kelelahan dengan keringat menetes di sekitar wajah dan lehernya. Dia menjatuhkan bokongnya di sofa yang bersebrangan dengan Sayu. Lalu pandangan keduanya tak sengaja bertemu.
"Sayu, kenalin ini anak Tante La. Xabiru, kenalin ini Sayu anaknya Om Satya."
"Hai, salam kenal!" Alih-alih menyodorkan tangan sebagai bentuk perkenalan, Sayu lebih memilih melambaikan tangan.
Xabiru meresponnya dengan anggukan pelan. "Yaudah aku ke atas dulu mau mandi."
Dia berlalu begitu saja melewati Sayu tanpa senyum di bibir tipisnya. Hal itu tak luput dari perhatian Laras. Astaga, yang barusan itu betulan anaknya?
"Ya ampun emang mirip Banyu banget, Biru. Maaf ya, Sayu, sebetulnya Biru itu anak yang baik." Laras berusaha menjelaskan kelakuan anaknya.
"Sayu ngerti kok, Tante La. Kita baru aja kenal. Ehm, Xabiru itu kayaknya tipe cowok yang dingin sama cewek."
Entah setan apa yang merasukki Sayu ketika mengatakan hal tersebut di depan Laras. Seharusnya gadis itu tidak usah banyak bicara. Ah, Sayu lupa meminjam mode diam Suga tadi. Jadi, sekarang Sayu dirasukki member yang mana?
Laras meresponnya dengan tertawa renyah. Syukurlah. Sayu kira Ibu dari anak bernama Xabiru itu akan marah. Nyatanya Laras malah mengelus punggung tangannya.
"Tante La, yakin banget! Sebulan atau dua bulan lagi sikap dinginnya Xabiru ke kamu bakalan ilang."
Sayu berkedip beberapa kali. Benarkah?

KAMU SEDANG MEMBACA
SEESAW [HIATUS]
FanficMasa lalu sudah jauh tertinggal di belakang. Lantas mengapa laki-laki pemilik senyum kotak itu hadir di mimbar lapangan sekolah baru Sayu? Haruskah keduanya bertemu lagi? Lalu, tunggu ... laki-laki yang beberapa hari ini dikenalnya berjalan mendekat...