Si Wanita Hujan

334 21 0
                                    

Dimalam hari yang dingin, titik-titik air jatuh bersamaan. Berbondong-bondong turun ke bumi yang sudah berteriak kehausan. Suara gemuruhnya mampu menyembunyikan isak tangis anak seperti diriku. Aku duduk termenung di teras rumah menghadap pekarangan rumah yang cukup—tidak, sangat luas. Aku terlarut akan kesedihan yang tiada henti.

Awalnya tak ada hal lain yang dapat kulihat kecuali pagar rumah yang menjulang tinggi serta rumput-rumput di pekarangan. Lalu aku berkedip, seketika kau di sana. Entah datang dari mana.

Kamu, wanita yang menari-nari di halaman rumahku. Dengan gaun putih tanpa lengan yang sudah basah, kamu terlihat bahagia. Bibir merah yang mulai memucat itu menatah sebuah senyum kecil yang manis. Mata indah yang terlihat agak sayu itupun berkelap-kelip. Kulit di tangan mungil itu sudah mulai berkeriput tapi masih berayun-ayun mengikuti alunan hujan. Kamu bahkan tak mengenakan alas kaki. Rambutmu yang basah dibiarkan tergerai menambah kesan anggun. Kau terlihat sangat indah.

Bermodal berani, aku menghampirimu. Menginjakkan kaki besarku di tanah basah, selangkah-selangkah mendekatimu. Dengan membiarkan diriku tenggelam diantara renik-renik hujan, membiarkan isakanku ditelan deru hujan, membiarkan air hujan menyapu bekas air mataku.

Saat aku sedang menganggumi keelokanmu, kamu berhenti menari. Kamu berbalik menghadapku dan memberikan senyuman mematikan itu. Kaki kecilmu berjalan ke arahku. Aku diam saja, tak berkutik sama sekali. Bahkan aku tak menunjukkan suaraku.

Kamu berhenti tepat di depanku. Dua tangan kecil itu menggenggam tanganku yang raksasa, dan aku tak menolak. Tanganmu hangat dan nyaman.

"Kau Jisung. Park Jisung, benar?" wajahku mengerut bingung. Dari mana kau tahu?

Kamu terkekeh kecil, "Jangan takut. Aku bukan orang jahat, Ji."

"Apa yang kau lakukan? Hanya diam dan menangis? Ayolah itu tidak seru! Ayo menari. Percayalah ini menyenangkan!" kamu menarikku ke tempatmu tadi.

"Tunggu—"

"Ya?" tidak. Kumohon jangan beri aku senyuman itu.

"Kamu..."

"Nehal. Namaku Nehal Oceana. Kau bisa memanggilku apa saja. Dan aku adalah teman barumu Jisung," kamu mulai menari lagi. Kamu memaksaku ikut menari, dan aku menurutinya.

Dimalam indah yang dingin, di halaman rumahku, dibawah hujan lebat, kita menari bersama. Iya, kita. Dihari itu, menit itu, dan detik itu hanya ada aku, kamu, dan hujan. Dan saat itu juga, hujan termasuk dalam daftar hal favoritku. Karena di bawah hujan, kita pertama kali bertemu.

PluviophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang