PART 3 - RUMAHKU

14 1 0
                                    

Jumat pagi cuaca sedikit mendung, aku memutuskan untuk berangkat lebih pagi dari biasanya agar tidak bertemu dengan hujan. Aku menyisir rambut ikalku dan menyematkan hair pin di kedua belah sisinya, setelah merapikan seragam dan menarik kaus kaki, aku berjalan dengan terburu-buru menuju ruang makan.

"bu, aku langsung berangkat aja ya? mau hujan." Kataku sambil menarik tangan kanan ibu.

"Yaudah bawa sarapannya ya, jangan lupa makan loh, kalau ga makan nanti malah ga konsen belajarnya."kata ibu sambil memasukkan nasi beserta teman-temannya ke dalam tempat bekal ku.

"siap bos."ucapku sambil memasukkan tempat bekal ku ke dalam tas.

"Dih, tumben amat lu berangkat pagi." Kata kakak cowok ku, Reza.

"Iya dong, emang kayak lu." Jawabku sambil meledek kak Reza dan langsung menutup pintu rumah.

­--------------------------------------

Untung saja aku sampai di sekolah lebih tepat, karena ketika aku sampai hujan turun begitu derasnya. Kelas ku berada di lantai dua, seperti biasa aku menunggu Salma di tangga lantai satu. Dari kejauhan aku melihat Salma dengan baju dan rok yang basah kuyup.

"Ah gila, Bian! Liat baju sama rok gua, astaga basah semua. Rasanya pengen pulang aja kalau kayak gini." Seperti biasa, Salma selalu mengoceh setiap kali datang.

Aku hanya tertawa mendengar ocehan Salma, "lagian, bukan nya sedia payung sebelum hujan."

"Ya mana gua tau kalau bakal hujan sederas ini." Balas Salma dengan nada bete.

Aku tertawa," yaudah ah kita ke kelas." Aku menaiki tangga sampai lantai dua, jalan sedikit lurus, dan kelas ku tepat paling ujung.

Aku duduk dibangku paling depan sambil memakan bekal yang sudah dibawakan ibu ku. Sarapan tetap number one. Kalau ga sarapan, sudahlah, makin ngga konsen saja diri ku.

Seperti biasa, setiap Matt datang ke kelas pasti Matt selalu berada berdiri tepat di depan ku.

Dan selalu mengucapkan, "Gutten Morgen, Bian." Bahkan sampai saat ini aku belum tau apa arti dari ucapan itu.

Sudah dua minggu Matt rutin mengucapkan itu setiap pagi, dan biasanya sambil memegang kepala ku dengan greget.

Benar saja, Matt datang. "hai, Bian! Gutten Morgen." Sambil memegang kepala ku dengan lembut.

"apa sih arti gutten morgen? Bosen gua dengernya." Jawabku dengan cool. Padahal dalam hati seneng banget.

"Searching makanya, atau belajar bahasa Germany gih. Biar lu bisa kuliah disana bareng gua" ucap Matt sambil menaruh tas kecil nya itu.

"Gua bahasa inggris aja ga bisa, masa disuruh belajar bahasa Germany. Hah, makin bego gua." jawabku sambil melahap makananku.

Matt langsung mengeser posisi tubuh ku menjadi berhadapan dengan nya. "lu pasti bisa, Bian." Tatapan matanya sungguh tajam benar-benar memberi energy positif.

"Iya Matteo bawel." Ucapku mengalihkan tatapan matanya.

Suasana kelas lebih ramai dari hari biasanya, tak lain tak bukan karena hujan yang sudah seharian turun sangat deras hingga hanya sedikit yang memutuskan untuk istirahat ke kantin yang bangunannya terpisah oleh gedung sekolah.

Tak sedikit dari mereka yang menggeser meja dan menciptakan ruangan untuk tidur, dengan beralaskan tas, mereka tertidur pulas, malah salah satu diantaranya sampai mendengkur.

Aku menaikkan kaki ku ke atas meja dan mencari dimana letak ponselku, ku pasangkan earphone putih yang ku cat menjadi gradasi pelangi ditelingaku, kemudian petikan gitar berpadu dengan suara air hujan menyatu dengan gendang telingaku.

Ku rasa di jam terakhir ini tidak ada guru yang mengajar, karena sudah sepuluh menit lewat dari jam masuk pelajaran, mataku mulai mengantuk, perlahan kedua kelopaknya menutup, dan menutup. Masih dalam posisi kaki diatas meja, aku tertidur.

"Bian, bangun." Aku merasakan sesuatu yang menyenggolku sehingga membuatku terbangun.

"Eh, Matt." Ucapku sambil mengusap-usap wajahku.

"Lu gamau pulang? Udah pada pulang loh, tinggal lu doang disini." Ucap matt sambil mengambil tas nya.

"Astaga, Matt. Bisa-bisa nya gua ketiduran. Thanks Matt udah bangunin gua." Aku langsung merapihkan dan memasukkan buku ku ke dalam tas.

"Eum, Bian... Lu di jemput orang tua lu ngga? Kalau ngga, pulang sama gua yu." Dari tatapan nya berharap menerima tawarannya.

Sambil mengambil tas, "kayaknya gua di jemput deh, Matt" sebenernya aku ngga mau nolak tiap kali diajak Matt pulang bareng, ngga enak juga sama Matt.

"Setiap gua ajakin pasti gitu. Mending orang tua lu telfon, terus bilang kalau lu dianter sama gua sampai seterusnya. Gimana?" lagi-lagi tatapan matanya penuh harapan.

Aku menghela napas, "iya, Matt. Gua terima tawaran lu."

"Yes!" ucapnya dengan penuh kegirangan. "gini kek dari kemarin-kemarin" Matt mencubit pipiku dengan gemas.

"Gua ke parkiran dulu, tunggu di gerbang ya!" ucap Matt langsung lari secepat kilat.

Hari ini, Matt semakin menunjukan sikap yang seolah-olah menyukai ku.

Apa dia bener suka sama aku?

Atau memang hanya sebatas teman?

Ah, sudah lah ngga mau ge er dulu.

Ini pertama kali nya aku pulang bareng dengan Matt. Rasanya kayak mimpi, ngga percaya progress nya akan secepat ini. Aku canggung dengan keadaan seeperti ini. Namun, Matt selalu ngajak ngobrol dengan ku, orang-orang mungkin melihat aku dan Matt layaknya orang pacaran. Padahal ngga! Tapi gapapa, yang penting hari ini aku senang berada di dekat Matt.

"Bian, udah sampai. Totalnya dua puluh ribu ya." lawaknya membuatku tertawa.

"Oke bang, gua cicil ya bayarnya." Canda ku sambil turun dari motornya

"Yaudah, masuk rumah gih." Lagi-lagi Matt mencubit pipi ku.

"Mau masuk dulu ngga?" tawarku sambil membuka pagar.

"Ngga, malu sama orang tua lu. Gua pulang aja." Ucap Matt sambil memutarkan arah motornya.

"Gua pulang ya, see you!" Matt tersenyum ke arahku.

"Bye, Matt. Hati hati dijalan." Aku melambaikan tangan, dan Matt melajukan motor nya.

Andai lu tau perasaan gua saat ini, Matt. Lirihku.

Andai.

SECRET ADMIRERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang