Chapter 2

558 49 4
                                        

Pagi yang sangat cerah, di mana Taehyung sudah datang bekerja lebih awal untuk bersih-bersih dan menata meja kursi yang ada. Walau ekspresi wajahnya tak seceria biasa, Taehyung tetap gesit dan cekatan membersihkan seisi ruangan bersama dengan rekannya, Jeon Jungkook, selaku chef yang memiliki kuasa penuh di dapur.

Jungkook yang cukup heran dengan wajah murung Taehyung, memutuskan mencari tahu. Walau mereka tak cukup akrab, tapi kedekatan mereka tak perlu diragukan lagi. Toh, kenyataannya mereka selalu menghabiskan waktu makan siang bersama sembari membagi canda dan tawa. Sudah sewajarnya Jungkook peduli pada Taehyung selaku rekannya.

"Hyung, kau baik-baik saja?"

Taehyung menghentikan kegiatannya membersihkan meja guna menatap heran pada Jungkook. "Tentu saja. Apa aku terlihat sedang tak baik-baik saja?"

Dengan mantap Jungkook mengangguk. "Kau seperti orang yang tak kukenal."

Giliran Taehyung yang keheranan. "Maksudmu?"

"Sejak tadi kau terus diam dan tak berbicara sama sekali. Padahal biasanya kau tak bisa diam dan selalu tersenyum bodoh pada semua orang yang kau temui. Sekarang... kau hanya diam saja seperti orang yang dikejar banyak hutang. Sebenarnya ada apa, huh? Ceritakan padaku!"

Andai Taehyung adalah tipe orang yang blak-blakan dan mudah mengumbar isi hati, mungkin ia akan menjawab pertanyaan Jungkook dengan lantang. Namun karena ia bukanlah tipe orang semacam itu, ia memilih diam dan menyimpan semua yang terjadi untuk dirinya sendiri.

Memang benar adanya, ia menjadi semacam ini --lebih banyak diam dan suka melamun-- karena Yoongi. Sejak kesalah-pahaman yang terjadi tadi malam, ia tak bisa tidur nyenyak dan selalu dibayang-bayangi rasa takut jika Yoongi benar-benar marah dan tak bersedia menemuinya lagi.

Berbagai cara telah ia lakukan untuk mengayomi hati dan pikirannya sendiri, salah satunya dengan mengirim pesan untuk Yoongi yang berisi permohonan maaf, dengan harapan akan dimaafkankan. Namun yang terjadi adalah pesannya tak pernah mendapat balasan berarti hingga detik ini. Terpaksa ia menelan pil kekecewaan yang begitu terasa pahit di relung hati. Pada akhirnya ia pun memilih sedikit bersabar untuk meluruskan kesalah-pahaman yang terjadi.

"Aku akan mengambil cairan pembersih kaca di gudang penyimpanan dulu." Tanpa mengindahkan Jungkook yang mengharap jawaban, Taehyung lantas pergi begitu saja, keluar dari kafe dan menghilang dalam sekejap mata di lorong panjang yang menghubungkan dengan lift di luar sana.

Jungkook hanya bisa mendesah pasrah akan keterdiaman Taehyung yang membuatnya semakin dilahap rasa penasaran.

Di dalam lift yang mulai turun menuju lantai dasar, Taehyung yang memang hanya seorang diri di sana, merapatkan punggungnya ke dinding besi dengan kepala tertunduk sempurna. Dalam pikirnya, kembali ia mengingat sosok Yoongi yang selalu tertawa ceria saat menggodanya. Sungguh, ia tak ingin kehilangan tawa ceria tersebut.

Andai bisa memutar waktu, Taehyung memilih diam ketimbang harus berbicara yang merugikan hubungan persahabatannya dan Yoongi seperti tadi malam. Salahkan emosinya yang kebetulan tak sejalan dengan hati dan pikirannya. Juga salahkan pada perasaannya yang bisa terlalu kehilangan hanya karena pertengkaran sepele yang berujung pada keterdiaman Yoongi.

Sekarang ia sadar, cinta yang hanya bisa tersampaikan lewat doa, pada kenyataannya sungguh merugikan dan juga menyakitkan.

~ ting ~

Pintu lift terbuka. Taehyung pun tersadar kembali dari pemikirannya dan mulai melangkah keluar. Namun yang terjadi, tubuhnya justru membeku. Aliran darah pun terasa berdesir menyakitkan akan kehadiran seorang pria yang saat ini berdiri di luar sana, dengan tatapan tajam seperti tadi malam.

[END] ORANGE JUICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang