JIEUN | 08

192 39 19
                                    

|

JIEUN

Di bar tersebut, Hoseok tidak berhenti menintrogasi Suga. Jika topik sasarannya bukanlah masalah gadis dan kencan, Suga pasti sudah abai. Tapi karena Hoseok menggunakan kata "Kencan" atau "Gadis pilihan" sudah membuat Suga kepanasan di tempat. Kupingnya seperti dijilat api sedangkan bibirnya merenggut dengan kasar. Tidak berhenti sampai di situ, Hoseok terkekeh dan menggodanya secara terang-terangan seolah bahasan ini dapat dibicarakan dengan santai begitu saja. Padahal, apa haknya untuk tahu? Suga sudah ingin melontarkan balasan tersebut tapi dia lagi-lagi merenggut.

"Siapa sih dia? Coba kau ajak kemari pula—"

"Dia bukan perempuan seperti itu," tukasnya dan mulai mengatur beberapa botol anggur sesuai dengan tahun penyimpanannya kemudian berbalik sebentar. "Aku bahkan ragu dia dapat minum. Jadi .. jangan berharap sejauh itu."

"Uh," ujarnya, tergelak. "Jadi, kau pun berusaha melindunginya, hmm?" Hoseok mengerling dan tersenyum misterius.

Melindungi apanya? Suga ingat bagaimana Jieun yang seharusnya dijauhkan darinya. Suga perlu "melindungi" dirinya sendiri karena Jieun. Jieun itu tidak yang seharusnya dijauhkan dari banyak hal, karena entah mengapa, di dekat gadis itu Suga selalu merasa perasaannya yang terkunci rapat di gudang terdalam perasaannya seakan dapat memberontak, dan menggedornya hingga suatu hari .. bisa saja lolos dan keluar begitu saja.

"Setidaknya, kau perlu mengenalkannya kepadaku."

"Hmm."

"Aku benar-benar penasaran, dan aku tidak akan diam," ujar pria itu seolah memberikan penekanan jelas. Hoseok memang sosok yang terlampau peduli kepada kehidupan Suga. Mengenal Suga selama beberapa waktu terakhir, membuat Hoseok terus menggali dan menggali lebih jauh bagaimana sosok pria dalam ekspresi dingin itu dan bagaimana Suga dapat begitu anti pada banyak orang. Bisa dibilang, Hoseok cukup beruntung dapat mengobrol bahkan menggoda Suga secara terang-terangan. Di saat orang lain, mungkin tidak ditanggapinya maupun dijauhkan secara gamblang.

*

*

"Jaketmu nih."

Suga mendelik. Masih menjinjing beberapa bahan makanan—tadi dia sempatkan untur mampir ke minimarket terdekat—pria itu memandangi sosok di hadapannya. Min Jieun menekuk bibirnya dan menarik napas karena Suga tidak kunjung menerima jaket di tangannya tersebut. Ia menarik napas pelan. "Pagi tadi. Aku tidak tahu apa yang salah denganmu, atau denganku. Tetapi, aku terus berpikiran jauh. Jadi, maaf ya kalau aku berbuat salah." Gadis itu menyunggingkan satu senyuman.

"Untuk apa minta maaf?" Suga melewatinya dan berjalan menaiki undakan tangga. Jieun tergelak kemudian mengekori.

"Tetap saja aku perlu minta maaf! Terlebih, kau jadi dingin lagi ... hmm."

Suga menoleh kecil dan lanjut berjalan hingga mereka ada di lantai dua, melewati tempat Jieun tinggal, sampai akhirnya di depan pintu milik Suga. Suga pun berbalik. "Aku tidak mau berbicara panjang lebar untuk sesuatu yang tidak penting. Aku juga lelah setelah seharian bekerja."

"Baiklah, maaf." Jieun menggerutu kecil seraya menunduk.

"Aku—"

Mendadak, Jieun menahan tangannya ketika ia hendak bergerak untuk membuka pintu. Suga menoleh lagi. Jieun mengangkat wajahnya dan memandang lurus. "Aku mungkin tidak punya kesempatan ini lagi—aku tidak tahu apakah aku akan menyesal mengatakannya atau bahkan aku bersyukur. Tetapi, aku menyukaimu. Aku menyukaimu meski kau selalu bersikap seperti ini kepadaku." Jieun terlihat akan menangis, napasnya pun tercekat. "Aku merasa bahagia, dan berterimakasih karena kau di sini."

Momen itu seakan membeku begitu saja—jam pasir tak kasat mata di tengah mereka seakan berhenti begitu saja. Suga pun masih tidak berekspresi ketika Jieun langsung meraih tubuh Suga dan memberikan pelukan hangat. Jieun melingkarkan tangannya di sekitar tubuh Suga yang teguh bagaikan manekin tersebut.

"Aku menyukaimu sebesar itu."

Aku takut aku tidak sempat mengatakannya—aku takut aku gagal menyampaikan.

Aku takut, aku sudah terlanjur dijemput.

[]

HEY, SUGA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang