Seokjin!

277 32 96
                                        







Seokjin itu ada di mana-mana. Tubuhnya terbelah tak terhingga, tersebar di seluruh dunia. Bukan! Dia bukan seperti amoeba, Seokjin lebih berkelas daripada itu. Dia mengemban misi paling suci di peradaban manusia; menolong mereka yang terjebak dalam ketidaktahuan, menyelamatkan orang-orang bodoh yang banyak tanya, juga meladeni cerewetnya ilmuwan ketika berdebat dengan teori-teori kedaluwarsa.

Intinya, nama Seokjin sering berseliweran di udara, membuatnya memiliki jadwal padat keliling benua. Melelahkan? Ah! Enyahlah kata itu dari kamus hidup Seokjin! Dia tidak sekali pun merasa lelah, justru semakin bersemangat menebar kepintarannya yang di atas rata-rata. Kalau Seokjin adalah anyaman nada dan lirik, maka dipastikan ia akan berada di chart paling atas dalam platform musik.

Seokjin bagi sebagian besar makhluk-makhluk bernyawa di pijakan planet kaya oksigen ini adalah sosok penting, yang kehadirannya selalu dicari ketika memang perlu dicari. Catat, tebalkan, garis bawahi, dan diberi efek italic; ketika memang perlu dicari. Jadi, kalau eksistensinya tidak diperlukan lagi, maka namanya tidak akan dielu-elukan.

"Manusia tidak tahu diri!" umpatnya kesal. Terlebih ketika ia datang, si manusia hanya memberi teriakkan murka di depan wajahnya. Seokjin bahkan mendapatkan hujan lokal bermuatan asam menyembur pada kulit-kulit mulusnya.

"Aku memanggil Seokjin, anjingku, untuk difoto! Kenapa malah kau yang muncul?! Lihat! Seokjin lari dan ketakutan!"

Oke, itu bukan salahnya, kan? Kenapa juga anjing jenis bulldog dengan wajah kecut dan tubuh hitamnya diberi nama seimut Seokjin?! Lihatlah pipi anjing itu yang tumpah ke mana-mana, ekspresinya seperti kakek tua yang bersungut karena cerutunya habis terinjak sebelum ia isap batangnya.

Hey, anjing, kau tidak marah dikatakan tua oleh Seokjin, kan?

Anjing tentu saja tidak merespon, walaupun kulit pipinya meluntur seperti berusia lanjut, anjing itu tetap tidak akan peduli. Ah, tidak seperti kebanyakan wanita yang menilai dirinya chubby dan menghantui Seokjin dengan pertanyaan, 'Bagaimana cara meniruskan pipi?' Seokjin tidak bisa membayangkan kalau suatu hari ada seekor bulldog memanggilnya, lalu unjuk taring-taring tajam, menyeringai dengan kerlingan genit sambil bertanya cara mengencangkan pipi padanya. Jangan sampai, itu mengerikan.

Seokjin memang hanya datang ketika diperlukan dengan cara memanggil namanya. Tapi, bukan berarti ketenarannya merosot seketika. Setiap menit, pasti ada saja yang meminta bantuannya, apalagi ketika anak-anak penimba ilmu di Indonesia sedang menghadapi peperangan di sekolahnya. Diri Seokjin akan banyak bertebaran saat itu. Bahkan, dalam satu kelas, dirinya bisa terbelah menjadi belasan sosok jelmaan malaikat yang siap membantu. Tinggal sebut kata kuncinya, Seokjin akan datang dengan segudang pengetahuannya.

"Hey, Seokjin!"

Hal yang paling tidak disukai Seokjin ketika melaksanakan misinya adalah muncul dengan tubuh mungil di sebuah tempat gelap, berbau busuk mengiritasi hidungnya. Ia melihat banyak tulisan mengumpat serta permen karet menggantung dengan tidak tahu diri. Badannya tergesek pada permukaan kasar, sedikit risih dengan jari-jemari yang menggerayanginya. Seokjin berdecak saat netranya menangkap gerak-gerik khawatir dari sosok yang masih tak bisa ia tangkap wujudnya. Seokjin serasa ditarik-ulur; didorong, ditarik, begitu terus. Ayolah, keragu-raguan itu justru akan membawa mereka pada masalah. Bukan Seokjin, tetapi sosok yang kini memandangnya dengan hasrat tinggi.

"Hey, Seokjin! Penyakit apa yang disebabkan oleh penumpukan plak pada pembuluh darah?" tanya sosok itu, Seokjin hanya bisa melihat bibir plum yang bergerak di balik rambut legam yang menutupinya dari bawah sana. Bagian atas wajahnya tidak terlihat. Seokjin kesal, dasar tidak sopan! Kalau berbicara itu harus menatap lawan bicara!

Hey, Seokjin! [1/1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang