Prolog

106 12 0
                                    

"Tidak semua orang seburuk apa yang ada di pikiranmu"

Ashila melihat bulan pada malam itu dari teras atas. Rambutnya terkibas angin sepoi malam hingga menutupi wajahnya sebagian. Tangannya menyentuh pagar dan dia begitu menikmati udara malam saat itu. Kebiasaannya setiap malam memandang sinar bulan sambil mengimpikan masa depannya. Udara malam terasa sangat tenang untuk melepaskan semua beban pikiran.

Sementara di bawah, seorang pria baru saja memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah Ashila. Ashila yang melihat itu menajamkan penglihatannya untuk melihat siapa pria itu. Orang itu tidak familiar di matanya. Ia pergi dari teras dan masuk ke dalam kamarnya. Ia sedikit ingin tahu tentang pria itu. Dilihatnya pria itu dari jendela kamarnya mulai menuju ke arah pintu rumahnya.

Beberapa saat kemudian terdengar bel rumah berbunyi. Itu pasti dari pria yang tadinya dilihat oleh Ashila dari teras. Bibi Sima-pembantu rumah Ashila membukakan pintu untuk pria itu. Kemudian, Ashila keluar kamar dan berdiri di atas tangga untuk melihat siapa yang datang.

Pria itu ingin bertemu dengan ayah Ashila lalu Bibi Sima memanggilkan ayah Ashila di ruang kerjanya. Di sana ayah Ashila sedang menghadap laptopnya. Mendengar Bibi Sima mengatakan ada tamu pria, ayah Ashila langsung menyunggingkan bibirnya dan mematikan laptopnya. Ayah Ashila bergegas meminta agar pria itu dipersilahkan masuk.

Bibi Sima mempersilahkan pria itu untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Kemudian, pria itu masuk dan duduk dengan tenang, ayah Ashila yang datang dari arah ruang kerjanya langsung berpelukan dan bersalaman dengan pria itu. Itu adalah hal biasa jika itu rekan kerjanya tapi pria ini masih muda mungkin masih sebaya dengan Ashila dan berbeda jauh dari usia ayah Ashila.

Ashila memperhatikan pria itu bersama ayahnya dari atas tangga. Ibunya yang baru saja keluar dari kamar dan ingin menyambut kedatangan tamu pria itu, tiba-tiba menyentuh bahu Ashila. Ashila sedikit terkejut dan menggigit jari.

"Kakak, kamu ngapain di sini?" tanya ibunya yang melihatnya melamun di atas tangga, terfokus pada pria yang sedang bersama ayahnya.

Ashila sepertinya bukan ingin sedikit tahu, tapi ia sepertinya sangat ingin tahu. Terlihat dari gerak-geriknya yang selalu tak lepas untuk memandang pria itu. Tak biasanya Ashila terlalu ingin tahu tentang orang yang datang ke rumahnya. Baru kali ini, karena dia mengira kalau pria muda itu adalah rekan kerja ayahnya.

"Enggak apa-apa kok, Bun. Dia itu siapa Bun, kok Ashila baru pertama lihat orang itu?" tanya Ashila penasaran dan matanya masih tertuju pada pria muda itu.

"Dia anak dari rekan kerja ayahmu di Jakarta, dia akan tinggal di sini sementara," jelas Ranita-ibunya Ashila

"Apa, Bunda bercanda kan?" tanya Ashila terkejut tidak percaya.

Yang ada di pikiran Ashila saat ini adalah dia takut dengan pria itu, bagaimana kalau pria itu akan mengapa-apakan dirinya alias bermacam-macam dengannya, secara kan di luar sana banyak pria yang jahat. Apalagi pria yang berasal dari ibukota, Ashila tak mampu membayangkannya.

"Iya, Kak, cuma sebentar kok," jawab Ranita lalu melanjutkan langkahnya menghampiri suaminya dan pria itu.

Pria itu tersenyum dan bersalaman dengan Ranita lalu duduk kembali di kursinya. Ashila, mondar-mandir sendiri di kamarnya dia begitu takut dan tidak senang pria itu ada di rumahnya. Ia memikirkan cara untuk mengusir pria itu cepat-cepat pergi dari rumahnya. Wajahnya pucat, memegang dagunya dan berjalan ke kanan dan ke kiri.

Dari luar pintu kamar Ashila terdengar suara ketukan pintu dari Bibi Sima yang meminta Ashila keluar. Ashila merapikan rambutnya yang acak-acakan dan segera membuka pintu kamarnya.

"Ada apa Bi Sima?" tanya Ashila begitu keluar dari kamar.

"Nona Ashila diminta turun sama Nyonya Ranita," kata Bibi Sima yang membuat mulut Ashila menganga kemudian menelan ludah.

"Bi, tolong bilangin Bunda ya! Ashila lagi enggak enak badan jadi mau istirahat di kamar aja!" pinta Ashila dengan gaya ala aktor sinetron yang sedang berakting sakit dengan memegang dahinya.

Bibi Sima percaya padanya dan memberitahukan kepada Ranita kalau Ashila sedang sakit. Ashila lebih memilih duduk diam di kamar sampai terdengar suara ayah Ashila sedang tertawa dengan pria itu. Seketika itu juga, Ashila menggigit jarinya dan kakinya bergetar.

"Terimakasih banyak ya, Om, selamat malam Om!" terdengar basa-basi antara pria itu dengan ayahnya.

"Iya, Nak Varo yang betah ya tinggal di sini!" kata Gibran-ayah Ashila lalu berbalik arah meninggalkan kamar pria itu.

Ashila mendengar itu dan matanya terbelalak. Pria itu akan tidur di kamar tamu yang ada di samping kamarnya. Setelah ia mendengar suara pintu tertutup ia keluar dari kamarnya. Ayahnya sedang berjalan tepat di depan kamarnya, Ashila segera menghampiri ayahnya.

"Ayah, dia itu siapa? Kenapa kamarnya ada di sebelah Ashila ayah? Ashila takut kalau dia macam-macam sama Ashila!" bisiknya di telinga Gibran.

Gibran tertawa melihat sikap anaknya yang seperti bocah yang takut akan diculik itu. Ia menjelaskan kepada Ashila kalau Alvaro pria yang ditakutinya itu adalah anak yang baik, lagi pula ayah Alvaro itu rekan kerja sekaligus sahabat ayahnya sejak kecil.

Tetap saja Ashila berjaga-jaga. Setelah ayahnya meninggalkannya, ia menutup semua jendela kamarnya dan mengunci pintu kamarnya. Malam itu tidurnya tak tenang, tetapi ia mencoba terus menutupkan matanya sampai akhirnya ia terlelap.






Hai readers 👋, selamat berjumpa dengan author Ansa,
Salam kenal untuk kalian👋
Cerita ini akan aku update, tolong buat semua vomment cerita wattpadku ya!!😊
Jangan lupa follow
@ansaaaa_

Author

Ansa😊 ✨

AlvaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang