Part 1

58 10 2
                                    

"Tidak semua yang dari luar itu jahat dan harus ditakuti"

Pagi ini Ashila sudah berpakaian rapi akan berangkat ke sekolah. Ia turun ke ruang makan dan di sana sudah ada keluarganya yang menunggunya untuk sarapan. Sayangnya saat mata Ashila melihat pria semalam alias Alvaro ikut duduk di sana, mood-nya jadi berubah. Yang awalnya semangat dan ceria berubah menjadi manyun.

Ashila turun dengan wajah ditekuk dan malas. Ia ingin duduk di kursi dekat ibunya, namun adiknya yang masih kelas tiga sekolah dasar menyelinap mengambil tempat duduknya. Terpaksa ia harus duduk di kursi yang berhadapan dengan Alvaro.

Alvaro menatap Ashila lalu tersenyum melihat wajah Ashila yang menurutnya lucu jika sedang mengambek. Ashila duduk dan mengambil sepotong roti di meja. Kemudian melahapnya dengan cepat dan tergesa-gesa membuatnya lidahnya tergigit sendiri.

"Auwwww," teriaknya kesakitan lalu Ranita memberikannya air putih yang langsung diteguknya dengan cepat.

Ranita mengingatkan Ashila agar lebih berhati-hati saat makan. Melihat kejadian itu, Alvaro tertawa dan tawanya yang tak bersuara itu tertangkap oleh mata Ashila. Ashila geram sekali dengan Alvaro, ingin sekali ia memukul punggung pria itu. Ia melanjutkan sarapannya dengan lebih berhati-hati dan enggan berbicara pada siapa saja yang ada di sana.

"Kak, Kakak belum kenalan dengan Nak Varo kan?" tanya Ranita kepada Ashila.

Ashila menghentikan makannya lalu menundukkan wajahnya malas. Sekali lagi ia harus menghentikan gigitan rotinya. Mulutnya masih penuh dengan roti yang belum selesai ia kunyah. Perlahan ia menelan makanan di mulutnya dan minum air putih.

"Tangan Ashila udah kotor, Bun. Lain kali aja ya!" jawab Ashila beralasan asal-asalan.

"Kakak ini kenalan kok lain kali. Ya udah enggak usah berjabat tangan kan enggak apa-apa, kenalan gih!" pinta Ranita memberi solusi.

Ashila mengangkat wajahnya lagi-lagi dengan wajah malas. Dia menatap Alvaro sinis dan matanya masih tertuju pada sisa rotinya di piring. Hingga akhirnya ia terpaksa menatap mata Alvaro yang sungguh menyebalkan.

"Ashila Ranata, panggil aja Ashila!" pinta Ashila tidak peduli.

"Aku Alvaro Vandiego, panggil saja Alvaro!" balasnya yang diabaikan oleh Ashila. Namun, sebenarnya dalam hatinya berkata, 'Bagus juga namanya!'

Setelah menyelesaikan sarapannya, Ashila minta diantar ke sekolah oleh sopirnya. Ia mencium tangan dan pipi kedua orang tuanya lalu melambaikan tangannya.

"Ashila, kamu berangkat bareng Alvaro ya! Dia sekarang satu sekolah denganmu!" kata Gibran- nama ayah Ashila, sebelum Ashila melangkah keluar dari pintu.

"Apa, Yah? Dia sekarang satu sekolah sama Ashila? Ashila harus berangkat bareng dia?" tanya Ashila terkejut sambil menunjuk ke arah Alvaro dengan wajah penuh tanda tanya.

Ashila kali ini lebih geram dari semalam, tidak hanya di rumah. Kini dirinya harus melihat wajah Alvaro di sekolah. Hari apa ini terasa begitu sial untuk Ashila. Ia berjalan keluar dengan aura tanpa semangat sama sekali.

"Iya memangnya kenapa, Alvaro ini kan anak  yang baik," puji Gibran kepada Alvaro yang membuat tersenyum Alvaro. Ashila yang melihat itu langsung mengangkat sebelah alisnya dan menyiyir.

Ashila melihat senyum Alvaro yang manis dan ia tidak sadar baru saja memujinya dalam otak bawah sadarnya. Ia menepuk jidatnya lalu pasrah berangkat dengan Alvaro. Mereka berdua akhirnya berangkat bersama memakai mobil Alvaro semalam. Di dalam mobil Ashila duduk diam tak berkutik dan hanya sesekali menatap wajah Alvaro begitu juga dengan Alvaro sendiri.

AlvaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang