Ruang kelas XI Bahasa 1
Bel sekolah berbunyi nyaring, membelah kesunyian juga membuat orang-orang yang tengah dipeluk rasa kantuk, terlonjak kaget. Tentu saja mereka berteriak kegirangan dalam hati, mengingat mata pelajaran sejarah di hari rabu, merupakan mata pelajaran terakhir yang membuat semua orang pasti mengantuk. Seolah memang, sejarah selalu saja berperan sebagai kisah pengantar tidur.
Pria paruh baya yang tengah menjelaskan di depan papan tulis, langsung saja menghentikan kegiatannya. Ia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, kemudian berdeham sebentar.
"Baik, kita cukupkan untuk pembelajaran hari ini. Sampai jumpa minggu depan." Pak Fred yang merupakan guru mata pelajaran sejarah itu mengucapkan kalimat penutup. Mengakhiri pembelajaran di hari rabu ini, tepat ketika bel pulang sudah berbunyi selang beberapa detik yang lalu.
Ia kemudian membetulkan letak frame kacamatanya, sebelum akhirnya meninggalkan ruangan kelas bahasa. Keributan mulai mendominasi, semua anak kelas bahasa langsung berhamburan keluar kelas. Saling mendorong ketika mencapai pintu keluar, juga berteriak antusias karena waktu pulang sudah tiba.
"Fel, kita duluan ya. Jadi kan? Kerja kelompok di rumah lo?" tanya salah satu temannya.
"Iya, duluan aja. Aku tunggu di rumah," jawab Fely.
Fely yang baru saja selesai memasukkan buku-buku ke dalam tas, mengarahkan netranya ke bangku yang terletak di sudut ruangan paling belakang. Ternyata bangku itu kosong, dan sang empunya entah berada dimana.
Fely menepuk jidatnya pelan, mengingat Orlando yang memang sedari tadi tidak mengikuti pelajaran. Lagi-lagi cowok bertubuh tinggi yang selalu memakai sebuah kalung berbentuk tulang hitam itu, bolos di pelajaran terakhir.
"Tuh anak kemana sih? Nambahin kerjaan aja," dumelnya. Kesal dengan sikap Orlando yang selalu saja membuatnya naik darah.
Fely dengan tergesa-gesa berjalan keluar kelas untuk mencari Orlando. Pasalnya, mereka sudah janjian untuk mengerjakan tugas kelompok yang akan dikumpulkan besok.
Setengah jam telah berlalu, dan gadis gemuk berkacamata itu tak kunjung menemukan batang hidung Orlando sekalipun. Padahal, dirinya sudah mencari hampir di setiap sudut sekolah. Pilihan terakhirnya adalah taman belakang sekolah yang belum dia kunjungi.
Fely melangkahkan kaki menuju taman belakang sekolah. Setiba di sana, dia celingak-celinguk mencari keberadaan Orlando. Berharap dapat menemukan cowok menyebalkan itu. Tapi yang dicari juga tidak berada di sana. Fely mulai menyerah, suasana sekolah juga sudah mulai sepi, dan dia sedikit merasa takut. Mengingat ia yang terlalu sensitif untuk hal-hal berbau mistis.
"Di mana sih dia? Buat susah aja. Mending aku telepon aja deh," ucap Fely.
Gadis itu merogoh saku rok sekolahnya, mengambil sebuah benda pipih berwarna putih untuk menelpon Orlando. Terdengar nada sambung dari seberang telepon, tapi yang ditelepon tak kunjung menjawab panggilan tersebut.
Lima kali Fely menelepon dan jawaban yang dia terima tetap sama, teleponnya di-riject. Terlalu lelah untuk mencari dan darahnya juga sudah mencapai ubun-ubun, Fely memutuskan untuk pulang saja, kemungkinan temannya yang lain sudah pergi menuju rumahnya. Atau bisa saja mereka tengah menunggunya. Karena bagaimanapun, Fely sangat tidak enak jika membuat semua teman-temannya menunggu dirinya.
"Lihat saja kamu Orlando Mendrova. Akan kujadikan kau sambel pecel si emak besok!" Felly bermonolog, merasa kesal karena tak dapat menemukan Orlando dimanapun.
Ketika dia berbalik dan ingin melangkah pergi, matanya menangkap sebuah kalung yang tergeletak di bawah bangku bercat putih yang ada di taman. Sedari tadi, dia terlalu fokus menelepon Orlando, sampai tidak menyadari akan keberadaan kalung berbandul cincin yang sangat cantik. Dengan acuh tak acuh, Fely memasukan kalung itu ke dalam saku rok sekolah abu-abunya.
Kemudian kembali berjalan menuju gerbang sekolah, memutuskan untuk segera pulang, daripada berputar tidak jelas mencari Orlando yang sekarang entah berada dimana. Cowok itu bahkan sangat sombong sekali, teleponnya bahkan sama sekali tidak diangkatnya. Setidaknya jika ia tidak mau bekerja kelompok dengannya, jangan membuat janji seperti ini. Benar-benar menyebalkan. Waktu berharganya sekarang terbuang sia-sia.
Selang beberapa detik ia melanjutkan langkahnya, lagi-lagi langkahnya harus terhenti. Karena saat ini, ia mendengar seperti ada yang memanggilnya dari belakang tubuh gadis berbadan gemuk itu.
"Kamu manggil aku?" tanya Fely pada sosok cowok yang berpenampilan jauh dari kata rapi. Rambutnya acak-acakan, seragamnya yang keluar dari celana, juga dasi yang sudah menggantung di bahu kirinya. Khas seperti seorang bad boy dalam sebuah cerita Wattpad.
"Iyalah. Emang di sini ada orang lagi, selain lo?" tanyanya sewot. Ia memutar bola matanya malas.
"Kenapa kamu jadi sewot?" heran Fely. Pasalnya ia sama sekali tidak merasa telah melakukan sesuatu yang buruk pada cowok yang berlagak seperti orang yang sudah mengenalnya sejak lama.
"Ternyata lo ga cuma gendut, tapi bego juga." Cowok itu menatap Fely, tertawa mengejek.
"Kamu siapa sih? Perasaan aku enggak kenal kamu deh. Kenal enggak kok main ejek aja?" cerca Fely yang sudah tidak tahan dengan sikapnya yang seolah-olah tengah melakukan sebuah pertemuan bersama teman lama. Ia benar-benar sudah kesal karena Orlando, ini malah ditambah cowok aneh sok kenal pula. Ah, hancur sudah hari-hari indahnya.
"Danial Arsalan Putra, cowok paling ganteng seantero IPS," ujar Danial dengan gaya narsisnya, seraya memainkan kerah kemeja seragamnya yang sudah tak beraturan.
Fely tak mengindahkan tindakan Danial, dia sudah terlalu kesal hari ini. Ia memutar bola matanya malas, menghela napas pendek. Sebelum akhirnya Fely memilih melangkah meninggalkan Danial.
"Ck, belagu amat tu cewek kayak yang cantik aja. Udah gendut, sombong lagi," umpat Danial karena diabaikan Fely. Karena bagaimanapun, selama ini tak pernah ada satu orangpun yang berani untuk mengacuhkannya seperti ini.
Fely berjalan menuju gerbang dengan muka yang ditekuk dan kaki yang dihentakan dengan sengaja. Kekesalannya menumpuk ulah dua cowok yang menyebalkan menurutnya. Moodnya benar sangat buruk sekarang.
"Ngeselin banget sih tu cowok, mana sok ganteng lagi. Ini lagi si Orlando, kemana coba? Menghambat waktu aja, udah tau hari ini mau kerja kelompok! Kalau enggak mau jangan sampai janji gitu, kan bikin kesel!" dumel Fely sepanjang jalan menuju gerbang.
Dia melupakan satu hal kalau dia tidak mencari Orlando ke Rooftop. Padahal cowok itu sedari tadi berada di sana. Tidur dengan headset yang terpasang rapi di telinganya, tanpa sekalipun merasa terusik dengan telepon yang terus saja berdering karena ulah Fely. Orlando memang sengaja menghindari Fely. Karena saat ini, rasa kemalasan sedang menghampirinya.
Ia berdiri, menatap Fely dari atas rooftop. Gadis itu seperti terlihat sangat kesal. Orlando tertawa, sebelum akhirnya merogoh ponsel di saku celananya. Mendapati banyak notifikasi panggilan tak terjawab dari nomor milik Fely.
Orlando mengetikkan sesuatu di ponselnya, sebelum akhirnya melihat Fely yang mulai merogoh ponselnya.
Fely terlihat meremas ponselnya, kemudian berbalik menatap ke atas rooftop. Mendapati Orlando yang tengah melambaikan tangan ke arahnya.
"ORLANDO!"
Orlando tertawa keras, sudah dapat dipastikan, Fely benar-benar sangat marah sekarang. Mengingat sikapnya yang terlalu keterlaluan membiarkan Fely membuang-buang waktunya untuk berkeliling di sekolah mencari keberadaannya.
"Pidato lima jam deh, kayaknya." Orlando terkekeh pelan. Menyadari bahwa penyebab kekesalan Fely merupakan salahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beshta Vositachilar
Misterio / SuspensoLima Perantara, biasa dikenal dengan Beshta Vositachilar. Lima anak manusia yang memiliki kemampuan langka. Bersatu untuk menyelesaikan semua misteri yang ada di sekolah. Mengungkapkan kebenaran akan kisah masa lalu yang meninggalkan jejak belum usa...