Jalan Hijrahku

23 1 0
                                    

Kuyakinkan sekali lagi hatiku. Kumantapkan kembali semua niatku untuk berhijrah dijalanNya. Tanpa ada paksaan. Tanpa ada ketidaksenangan.

Aku berhijrah karena aku ingin Allah melihat kesungguhanku.

Namun, kadangkala memang, jalan hijrah itu tidak selalu mulus. Ada saja liku yang menyertai. Seperti halnya air mengalir. Saat ada tumpukan batu, ia senantiasa berbelok. Saat ia harus bertemu dengan jalan yang terjal, ia tetap tenang melaluinya dengan ikhlas. Bukan, bukan karena ia putus asa lalu mengalah pada keadaan. Semua terjadi karena ia tahu bahwa itu adalah salah satu ketetapanNya. Ia berbesar hati, ia menerima dan ia patuh. Karena ia yakin, begitu ia sampai pada tujuannya ia akan menemui lautan yang luas, samudera yang indah.

Maka, bersabar adalah cara yang kulakukan saat liku itu mulai menyapa. Sebuah liku yang perlahan menggoyahkan iman dan keyakinanku.

Ujian itu telah datang. Ujian pertamaku.

Semula aku tak tahu apa yang harus kulakukan dengan semua itu. Dilema menjadi hal utama yang kurasakan. Aku dihadapkan dalam situasi ini untuk pertama kalinya. Dan untuk pertama kalinya pula, aku ingin menyerah.

Ya. Awalnya aku menyerah pada keadaan ini. Bagaimana bisa aku bertahan menghadapi segalanya disaat kesendirianku? Mengingat aku saja tak tahu dimana letak akar permasalahannya, apalagi jika harus mencari jalan penyelesaiannya. Rasa – rasanya itu sudah menjadi hal yang tak mungkin untuk dilakukan.

Wanita itu teramat membenciku. Bukan. Ia membenciku bukan karena pilihan hijrahku, bukan karena kepribadianku yang telah berubah. Namun yang terdengar, ia menaruh perasaan tidak suka padaku jika aku berinteraksi dengan seseorang yang ia sebut sebagai “pacar”-nya. Padahal jika ia memahami, komunikasi yang aku lakukan dengannya hanyalah sebatas teman yang saling membantu saat kami berada dalam kesulitan mengerjakan tugas sekolah.

Toh dengan putusan jalan hijrahku ini pula telah membuatku untuk selalu membentengi komunikasi apa saja dengan siapa siapa yang bukan muhrimku. Itu lah yang Islam ajarkan.

Lantas, mungkinkah ada sesuatu yang salah denganku? Apakah aku telah melakukan sesuatu yang dilarang Allah? Selalu pikiranku di penuhi dengan hal – hal yang tak pasti. Namun, jawaban atas berbagai pertanyaan itu tak kunjung hadir.

Hingga terlintas begitu saja, aku menyadari akan satu hal. Apakah aku telah salah pada waktu itu? Saat dimana aku selalu mengiyakan keinginan wanita tersebut untuk apa apa yang ia minta? Menjauh dari pacarnya sendiri yang sekaligus adalah temanku?

Aku telah salah.

Bukankah sebagai saudara semuslim, sudah seharusnya kita saling mengingatkan mengenai amal ma’ruf dan nahi mungkar? Bagaimana dengan pacaran? Seharusnya aku mengingatkannya bahwa pacaran itu adalah hal yang tak dianjurkan dalam Islam.

Sekali lagi, aku telah salah.

Dengan begitu, terlambat sudah bagiku untuk segalanya.

Rasa kebencian itu telah mencapai pada puncaknya. Dan disaat yang bersamaan, aku merasakan kesedihan yang menyayat. Sungguh, kalimat itu masih membekas dalam ingatan,

Muslimah palsu wkwk selalu cari perhatian laki – laki hahah

Subhanallah.. muslimah mana yang tidak merasakan sakit saat mendengar tuduhan seperti itu. Sedang yang kurasakan sangatlah tak bisa kuungkapkan. Aku menangis. Aku menangis dalam kesendirian, saat tak ada lagi senyum yang mampu menegarkan jiwa. Aku menangis. Menenangkan seluruh perasaan campur aduk yang ada pada diriku untuk kemudian kembali melanjutkan hidup.

ya Rabb.. seberat ini kah ujian yang menyertai perjalanan hijrahku? Apa yang harus ku lakukan sekarang? Satu makhlukMu tak ridha akan ku, apakah itu akan menjadikan gagalnya hijrah yang telah kutempuh sejauh ini? kumohonkan ampun dan petunjuk padaMu, ya Rabb..

Aku tak pernah berhenti memohon padaNya ditengah kesedihanku yang mendalam. Seraya berusaha untuk kembali bangkit membangun kembali iman dan kepercayaan yang sebelumnya sempat goyah dan hancur hanya karena satu ujian.

Dan bersamaan dengan itu pula, Allah telah memberikan jawabanNya. Ia telah membuatku ingat bahwa bukankah saat Allah memberikan ujian kepada hambaNya tak pernah diluar batas kemampuannya? Bukankah pula dengan ujian itupun merupakan tanda kasih sayangNya?

Lantas kemudian, ada sesuatu yang mengetuk pintu hatiku secara perlahan. Sungguh benar. Sebagai tanda kasih dan sayangNya, Allah ingin agar saat aku diterpa suatu masalah, Ia ingin agar aku selalu menyertakanNya dalam setiap urusan. Entah itu kesedihan yang teramat sekalipun, Ia akan mendengar.

Maka, disaat itulah hatiku mulai berdamai dengan kejadian itu. Menerima nya dengan lapang justru lebih baik dari pada mengeluh atas ujianNya. Dan kini akupun mengerti. Aku mengerti bahwa saat seseorang mendapati suatu ujian pada dirinya, kembali lagi pada Allah. Serahkan semuanya hanya padaNya, sang Pemilik Kuasa. Karena atas kehendakNya lah seseorang dapat berubah. Menjadi ridha (kembali) akan kita. Allah lah yang Maha membolak-balikkan hati.

Hanya tinggal menunggu hingga hati ini telah terobati, aku akan kembali melanjutkan hidup. Kembali pada jalan hijrah yang telah dipilihkan. Kembali pada jalan yang diridhai Ilahi.

Hahaha udah nggak terasa di akhir ceritanya...
Mkasih yang udah baca cerita saya
Tunggu cerita lainnya ya

Follow Zakiyah_4148
Oke Mkasih semua....
Next time😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HijrahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang