"Dia Sherina, dan mulai hari ini dia akan tinggal disini sama kita."
Mendengar jawaban Ibunya, Angga terkejut bukan main. Sejak kapan Ibunya mau menerima orang asing, terlebih sang Ibu dengan sifatnya yang selalu ekstra waspada terhadap orang baru.
Menyadari kehadiran Angga dan Ibunya, gadis berkulit pucat itu menoleh ke arah pintu.
"Eh, Tante."
Ia berjalan menghampiri keduanya. "Maaf ya, Tante, tadi aku masak telur buat makan soalnya laper banget. Maaf gak izin Tante dulu, soalnya tadi Tante gak ada." Ujarnya cengengesan.
Ibu Angga tersenyum sambil mengusap bahu Sherina. "Gak usah izin sama Tante, anggap aja ini rumah kamu sendiri."
"Enak aja rumah sendiri!" Protes Angga.
Angga memerhatikan gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kaos putih kusam, celana panjang lusuh. Ditambah rambut lepek yang terkuncir sembarang. Penampilan yang benar-benar buruk.
"Sejak kapan Mama nerima gelandangan di rumah kita?"
Mendengar ucapan itu, tentu saja Sherina sakit hati. Ia sadar diri, penampilannya tidak sekeren orang-orang kota karena ia berasal dari desa.
Sherina ingin marah kalau-kalau ia mengenal cowok didepannya itu. Namun, mengingat ia hanya ikut menumpang di rumah orang membuatnya harus sopan.
"Hush! Kamu itu. Sherina bukan gelandangan." Tegur Ibunya.
Ibunya kemudian mengajak Sherina dan Angga untuk duduk, berupaya menjelaskan tentang apa yang terjadi.
"Jadi, Sherina ini pindahan dari Bandung. Dia sodaranya Mbak Yuli. Kemarin lusa, rumahnya disita dan karena Mbak Yuli gak punya tempat tinggal lagi jadi Mama putusin Sherina buat tinggal disini."
Angga yang sedari tadi hanya duduk di sofa dengan air muka datar sama sekali tak peduli dengan apa yang terjadi pada gadis tak dikenalnya itu. Sebab adanya orang asing, tentu membuat aktivitas Angga akan terbatas.
"Oh iya, minggu depan Sherina bakal sekolah di Jakarta. Jadi, nanti pulang pergi bareng kamu ya?"
Berkata begitu, Angga langsung menarik punggungnya dari punggung sofa. "Nggak! Aku kan pulang bareng Tasy--" nyaris saja ia menyebut nama mantan pacarnya itu.
"Gak ada tapi-tapi! Pokoknya mulai sekarang Mama bakal tegas sama kamu."
Angga mendengus, tapi hanya bisa pasrah untuk saat ini. "Iya, Ma."
Setelahnya, Angga memilih merehatkan diri di kamarnya. Jam masih menunjukkan pukul dua siang dan seharusnya belum saatnya ia pulang. Tetapi, Angga tidak peduli. Tumpukkan masalah menghimbun dalam pikirannnya. Entah karena baru putus dengan Tasya, Ibunya yang mengetahui bahwa selama ini ia adalah siswa yang nakal, ditambah kedatangan seorang gadis asing bernama Sherina.
***
Makan malam tiba. Angga masih mendekam di kamarnya, enggan bangkit. Sampai ketika pintu terbuka, celah kecil memasuki kamar Angga yang gelap gulita.
Sherina terperangah. Mengapa lampu dimatikan sedangkan di dalamnya terdapat penghuni yang sedari tadi mendiami kamar itu.
Ia mengetuk pintu, melebarkan sedikit celah pintu agar penerangan dapat memasuki kamar tersebut.
"Permisi"
Tak ada sahutan.
Sherina pikir, mungkin suaranya terlalu kecil. Ia mengencangkan volume suaranya, dan mengulangi perkataannya. Nihil. Tetap tak ada suara apapun yang menyahuti.