#40+
MATINYA DAPUR KAMI"Bagaimana mas, hari ini ada panggilan kerja atau interview ?"
"Belum ada dik", sambil aku terus mengeluyur masuk kedalam rumah
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Aku langsung mendekati sibungsu dan seperti biasa dia memeluk dan menciumiku tak perduli Ayahnya masih bau keringat atau debu perjalanan."Kakakmu mana de ?"
"Kakak lagi Sholat Asshar yah, ohh iya yah kalau ayah mau masuk kamar atau kekamar mandi jangan lupa assalamualaikum dulu ya""Lho emang kenapa de ?"
"Gini yah tadi kata UAH diyoutube kalau kita ucapin salam setiap masuk ruangan gak digangguin sama Dashim"
"Lho siapa Dashim ?"
"Itu yah setan yang tugasnya gangguin rumah tangga sama rumah kita."
"Oohhh dia, tenang aja kalau ganggu kita usir gak boleh main disini lagi."
"Mas kalau menurutku mas kok gak bakal bisa kerja lagi seperti biasanya, mas sudah 40 lebih, mana ada perusahaan yang mau mempekerjakan karyawan sudah seusia mas" istriku terus memburu dan merangsek mendekatiku seraya terus ngiaang ngiung seperti tawon dikupingku.
"Dik, biarkan mas minum dan duduk dulu barang sebentar kita tunda diskusinya nanti pelan-pelan."
Seperti itulah dialog rutin kami sepanjang sore atau malam hari, sejak aku di PHK dari tempatku bekerja dulu pekerjaanku sekarang setiap hari cuma mencari kerja, dan kadang terpaksa mencari utang karena kadang pekerjaan sampingan ku juga sepi order.
Selalu setiap pulang kerumah istriku langsung mengadakan meeting dadakan atau sekedar wawancara bahkan kadang interogasi tentang aktifitas luar rumahku. Sering diantaranya terselip diskusi atau debat tanpa sudah berakhir marah-marah tentang usia dan susah dapat kerja, serta ekonomi keluarga yang berjalan limbung.
Beberapa hari terakhir di Bulan Desember benar-benar masa-masa kritis buat kami, tabungan yang sudah habis kebutuhan harian yang tak bisa ditunda belum kebutuhan dadakan yang tak kenal kompromi benar-benar menghimpit rasanya.
Perkakas didapur sudah mulai banyak yang nganggur tak bertugas karena sudah jarang masak besar atau enak-enak. Kecuali panci, wajan, susuk, yang masih rajin kami pakai untuk masak Indomie atau nyeplok telor.
Yang paling menyebalkan itu suara tolken listrik mau habis, berisiknya sepanjang malam sepanjang hari seperti ngeledek. Mau isi ulang kadang harus nunggu ada rejeki gak diisi suaranya ngeledek dan seperti mengadu ke tetangga, gak enak banget pokoknya.
Bulan-bulan sebelumnya walaupun sulit tapi masih kami rasakan serba cukup dan pas, pas butuh ada aja rejeki tapi hari-hari terakhir ini seolah grafiknya mendekati kematian.
" Mas kalau bulan ini mas gak dapat kerjaan hidup kita bakalan lebih berat, angsuran rumah, motor, bayaran anak-anak sekolah, bagaimana?"
"Iya, nanti mas usahakan"
"Usaha bagaimana mas, kamu gak kerja mau dapat uang dari mana waktunya juga sudah mepet ?"
"Dik, aku memang belum tahu dari mana rejeki kita makanya mas keluar rumah cari rejeki kalau mas tahu darimana rejeki datang lebih baik saya duduk manis di rumah tunggu waktu keluar. Kalaupun waktunya tinggal sedetik mas pasti akan tetap usahakan karena itu upaya terbaik dari saya."
"Kayaknya mas gak bakalan dapat kerja deh mas umur 40 tahun mana ada yang mau terima?"
Sepertinya istrikupun sudah mulai patah asa, tanpa sadar melakukan mental blocking pada kehidupannya sendiri.
"Dik, mas minta maaf atas kondisi ini, mas juga tidak menghendaki ini berlaku pada kita tapi takdir membuktikan ini terjadi pada kita, kali ini saya terpaksa tidak mempercayai kata-katamu, karena kalau saya percaya kata-katamu semua akan berakhir. Mas harap keluh kesahmu itu jadikan doa dan harapan kepada Allah SWT, biarlah mas terus berusaha menjaga peluang dapat rizki."
"Aku berdoa terus mas, tapi masih saja begini, aku kadang suka heran kenapa yang kulihat gak suka ibadah malah dikasih mudah dan serba punya"
"Dik, berdoa itu sekali dilepaskan tanpa tapi biarlah dia meluncur menembus dinding-dinding langit sampai kapan waktunya dikembalikan ke kita, tugas kita berusaha, ingat ujian paling berat adalah kecukupan dan keluasan bukan kekurangan dan kesempitan"
Sambil merasa kesal dan nampak lelah istriku kedapur meneruskan cuci piring, tapi kali ini suaranya lebih berisik dan gak pakai nada.
"Yaa Allah dapur yang menjadi saksi betapa romantisnya keluarga kami kini seperti neraka dengan debat dan pertengkaran kami"
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN CERPEN SOSMED
Short StoryTulisan berisi kumpulan cerita pendek atau cerpen juga cerita bersambung yang pernah dipublikasikan disosial media dengan banyak cerita inspirasi, kisah nyata, dan kondisi sosial. Dengan gaya bahasa dan penulisan khas cerpen kontemporer.