That Day II

4.3K 573 36
                                    

Sorry for typo...







.







Jaemin menceritakan segala hal tentang keluarganya, menceritakan awal mula kebahagiaan keluarganya yang berubah setelah kematian sang ibu. Rasa-rasanya, Jeno bagaikan tempat curhat untuknya. "Tak apa kah?" Jeno mengangguk dengan tulus, mempersilahkan dirinya lagi untuk melanjutkan cerita. Tidak ada yang special pada kisah hidupnya. Hanya seorang anak yang kelewat ceria, anak semata wayang keluarga Na yang teramat polos.

Beranjak remaja, Jaemin mengerti bahwa sang ayah merasa kesepian, sering di dapatinya tuan Na menatap foto mendiang sang istri. Bercerita pada foto terasebut bahwa ia mengenal seorang wanita yang baik memiliki anak seumuran dengannya. Jaemin termenung, terdiam sembari berpikir kerasㅡ  pikiran aneh yang membuatnya pusing, yang bahkan seharusnya tidak di pikirkan oleh remaja itu.

Pada akhirnya, sang ayah mengajaknya makan malam  bersama dan mengenal lebih dalam wanita itu bersama sang anak. Baik, adalah penilaian pertama yang terlintas di benaknya, perlakuan wanita itu sudah selayaknya ibunya sendiri. Maka dari itu, Jaemin tanpa ragu memberi restu dan ia tak tahu jika itu adalah sebuah awal dari kesakitan hidupnya.


Beranjak menuju dewasa, sang ayah beberapa kali jatuh sakit  dan kemudian mulai mencarikan tunangan untuk Jaemin. Semua berjalan  lancar, sebelum sang ayah di vonis jika hidupnya tak lama lagi karena kanker yang di deritanya. Semua orangㅡ  ibu dan saudara tirinya mulai bersikap tak adil padanya, mengabaikannya, membentak bahkan hingga menyiksa dirinya. Sampai pada akhirnya, ayahnya meninggal dan warisannya di rampas.


Jaemin bak gelandangan dirumahnya sendiriㅡ dan pada akhirnya ia di buang bagaikan sampah. Bahkan sejak sebelum ia dibuang, kebahagiaan bukan lagi suatu jalan hidup yang ia inginkan. Ketenangan adalah yang  paling ia impikan, meski ia harus mati sekalipunㅡ asalkan damai dan tenang walaupun kesepian, Jaemin akan menerimanya dengan lapang dada dan suka cita, meski bahkan ia sendiri tak merasa bahagia.


"Bukankah hidupku menyedihkan." Mata Jaemin mulai berkaca-kaca, tanpa di minta lelehan itu berlomba-lomba menuruni pipinya dan wajahnya menjadi tampak sangat begitu menyedihkan. Sungguh Na Jaemin yang malang.



"Aku disini, kau bisa berpegangan di pundakku." Jaemin sudah menangis ketika Jeno mengucapkan kalimatnya, magnanya begitu mendalam untuk seorang Na Jaemin.

"Bolehkah?" Dan anggukan serta  senyuman Jeno adalah jawabannya. Hanya kali ini saja Jaemin mengharapkan sebuah kedamaian hidup, meski jika ini hanya untuk sementara waktu.



.



Renjun dan Jeongin berebut memegang knop pintu apartemen Jeno, sedangkan Mark dan ibunya Jeno hanya bisa menghela nafas pasrah. Wajar saja sih, jika Jeno tak mengharapkan salah satu di antara keduanya untuk menjadi pasangan, mereka benar-benar berisik melebihi dirinya dan bahkan Haechan selalu berkata jika Renjun dan Jeongin adalah tipe orang yang paling menyebalkan.





Keduanya masuk tanpa memperhatikan sekitar, mempercepat langkah menuju ruang tengah apartemen mewah nan luas itu. Sedangkan ibu Jeno hanya bisa menghela nafas sembari melirim Mark yang menggeleng pelan kepadanya. "Aku tidak ingin Jeno bertunangan dengan terpaksaㅡ jadi lebih baik mungkin untuknya menolak keduanya." Mark mengangguk setuju, ia tak ingin Jeno memasang wajah murung jika mereka tetap memaksanya.




Lalu terdengar suara Renjun di ruang tengah berteriak cukup heboh hingga membuat nyonya Lee berjalan dengan langkah tergesa dan menemukan sang anak tengah menepuk pundak seorang gadis berambut baby pink yang terlihat begitu cantikㅡ meski dia saat ini sedang menangis.





That Day ✔ [nomin] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang