[Part 03]

98 12 4
                                    

Sudah seminggu aku terjatuh sakit. Aku terus memikirkan dimana dan kapan... aku melakukan kesalahan itu. Hingga Kamu tega mengkhianatiku. Hingga membuatmu tega mengoyak kesetiaanku.

"Dek... Ma'em dulu Dek..."

Air mataku sudah kering, saat menatapmu yang masih membujukku.

"Mas... aku minta maaf..." Ucapku sekali lagi.

Yang aku tau, Kamu tidak akan melakukan hal seperti itu, kalau saja aku tidak melakukan sesuatu padaMu. Letak kesalahannya ada padaku. Bukan padaMu. Karena tak mungkin... lelaki sempurna sepertiMu yang melakukan kesalahan.

Pastilah aku.

••• ~~ ••• ~~ ••• ~~ •••

"Cepat sembuh ya."

"Harus sembuh!!"

"Iya. Sebentar lagi kita Ujian Nasional loh."

"Kan kamu yang bilang, kalau kamu... mau membelikan sepeda motor untuk Mas-mu."

Aku hanya tersenyum. Melihat Rendy, Annisa dan teman-temanku lainnya dari sekolah, datang menjengukku. Mencoba menghiburku. Mencoba memberikanku semangat untuk kembali bangkit dalam keterpurukanku.

Annisa sampai menutup kedua mata Rendy, saat ia melirik tajam kearahMu yang sedang berdiri di sudut ranjang Rumah Sakit dengan berlinang air mata.

Aku tersenyum. Lemah. Tapi kucoba memberikan senyum terbaikku. Agar tak sia-sia mereka datang menjengukku. Agar mereka tau, bahwa aku terhibur dengan kedatangan mereka kemari. Bahwa sejak memutuskan untuk tinggal bersama denganMu, banyak yang mau berteman denganku. Mereka bisa menerima semua kekuranganku.

"Ma...sss..." Panggilku lirih.

Semua temanku membuat jalan. Memberikan ruang, agar Kamu bisa duduk disisiku. Agar Kamu bisa meraih, menggenggam dan mengecup jemari dan punggung tanganku.

"Iya, Dek... Kenapa?"

"Ba...pak... Aku mau... ketemu Bapak... juga Ibu..."

••• ~~ ••• ~~ ••• ~~ •••

"Pak..." Panggilku lirih. Kuberikan senyuman terbaik yang pernah kumiliki.

"Iya Nak..." Bapak menyahut dengan senyum terhias di wajahnya yang memiliki banyak keriput disana sini.

Dalam hati, aku senang. Dan semoga kebahagiaanku bisa terlihat di wajahku. Di dalam mataku.

"Ma...afkan aku... ya Pak..." Ucapku lirih.

"Kamu endak salah Nak... Bapak! Bapakmu ini yang salah, Nak..."

Bapak menggenggam tanganku. Mencium jemariku. Mengecup pipiku. Mencium keningku.

"Pak... aku sayang Bapak... sayang Ibu... Tapi aku juga... sangat sayang dengan Mas-ku, Pak..."

"Iya Nak... Bapak tau..."

"Mas-ku juga sayang denganku, Pak... Bapak endak marahin Mas-ku kan, Pak?"

Dengan berlinang air mata, Bapak menggelengkan kepalanya. Air matanya jatuh tepat di wajahku. Terburu-buru Bapak menyeka dengan ujung kemeja batiknya.

"Bu... Ibu..."

"Iya Nak... Ibu disini..."

Bapak menggeser posisi duduknya. Sekarang ganti Ibu yang menggenggam tanganku. Tapi tidak seperti Bapak, Ibu tidak bisa menahan dan membendung air matanya. Kuseka air mata yang membasahi wajah Ibu.

"Ibu... aku pengen ma'em Nasi Uduk buatan Ibu..."

"Ini Nak... Ini... Ibu bawa... Kebetulan Ibu bawa..."

When You Say, You Love Me {Short Story}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang