Chapter 1

15 2 2
                                    

Pagi ini, tak seperti hari sebelumnya, Kara terpaksa berangkat ke sekolah menggunakan ojek online. Hal ini disebabkan karena Arik yang merupakan sahabat Kara dari kecil tiba tiba tidak bisa menjemputnya dengan alasan telat bangun. Padahal ia sendiri yang berjanji akan menjemput Kara.

Jam sudah menunjukkan pukul 6.45, berarti tersisa lima belas menit lagi sebelum pembelajaran dimulai. Sepanjang perjalan tak terhitung umpatan yang Kara tujukan untuk sahabatnya itu. Beruntung jarak rumah Kara dan sekolahnya tidak terlalu jauh, sehingga Kara bisa sampai tepat saat bel di sekolahnya berbunyi.

                                       *

Sesampainya Kara di kelas Kara langsung melepar tasnya ketempat duduk dan menelungkupkan kepala. Ia merasa energinya terkuras habis karena harus berlari dari gerbang ke kelasnya yang berada dilantai dua.

“Ra,” panggil Arik saat Kara tak sedetik pun menoleh kearahnya semejak ia sampai tadi. Arik duduk dibelakang Kara, tepatnya urutan keempat dari depan, sehingga tak mungkin panggilannya tak terdengar oleh Kara.

“Ra, maaf,” sesal Arik perihal ia tak bisa menjemput Kara tadi pagi. Sebenarnya alasan Arik telat bangun adalah karena ia bermain play station sampai dini hari. Bian yang merupakan teman sebangkunya mengajak untuk bermain tadi malam, jadilah ia tertidur dan lupa akan janjinya.

“Ra..”

“Apaan sih, diem, aku lagi belajar,” Jawab Kara. Sebenarnya ia tidak benar benar belajar hanya saja ia dalam mode malas bicara dengan Arik.

Mendengar jawaban itu Arik akhirnya mengalah dan membiarkan Kara tanpa mengganggunya lagi.

                                       *

“Ra, lo ikut ke kantin nggak, Ra? gue laper nih.” Ajak Sella, selaku teman sebangku Kara.

“Nggak, kamu lanjut aja, aku lagi males ke kantin.”

“Oke deh, gue duluan, lo ada nitip?” Tanya Sella sebelum beranjak pergi.

“Nggak ah, makasih.”

Selepas Sella pergi, Kara tak tau harus melakukan apa. Akhirnya ia memutuskan untuk tidur sambil mendengar lagu.

                                        *

“Kara mana, sell?” tanya Arik saat Sella baru saja datang ke meja mereka.

“Dia nggak ngantin, males katanya.” Jawab Sella seadanya.

“Eh tumben tuh bocah nggak ikut. Biasanya kan giliran makan kan dia nomer satu.” Sela Bian saat mendengar jawaban Sella tadi, “Lo sama Kara kenapa, Rik?”

Gapapa” jawab Arik singkat.

“Gapapa gimana, dari tadi gue liat Kara diemin Lo, biasanya kan kalian nempel mulu, kayak kembar siam.” Sanggah Bian karena ia merasa aneh melihat tingah Kara.

“Kebiasaan ya, Yan, ngomong nggak pake Bismillah.” Jawab Sella mendengar omongan Bian yang asal ceplos.

“Lagian Lo juga sih, Rik, masa iya lo nggak jadi jemput dia. Kara curhat tadi ke gue dia bakal diemin Lo sampe besok, sukurin tuh.”

Arik yang mendengar hal itu hanya diam saja, lagian dia tau, Kara tidak akan sanggup mendiamkannya sampai besok. Akhirnya Arik memilih meninggalkan kedua temannya itu menuju kelas.

“ Tuh bocah satu lagi, emang seenak jidat, dikasi tau malah pergi. Eh iya ini makanan siapa yang bayarin Oy!”

Mendengar hal itu Sella berlagak tuli, dan juga berniat pergi dari sana.

“Sekalian sama makan gue ya, Yan” Sella ngacir pergi meninggalkan Bian sendiri.

“Oyy..masa gue yang bayar?” Bian pasrah dan akhirnya membayar makan mereka semua.

“ Ya rabb, teman gue kok pada kampret ya?”

                                         *

Kara merasa kursi disampingnya diduduki seseorang, ia memutuskan untuk menoleh.

“Makan!” Titah Arik menyodorkan roti dan air mineral ke arah Kara.

“Nggak, aku nggak laper.” Jawab Kara sambil melirik roti yang ada ditangan Arik tersebut. Melihat itu Arik langsung membuka roti tersebut dan memotongnya.

“Sini, buka mulut!” Entah hasutan dari mana, Kara secara otomatis membuka mulutnya, membiarkan Arik menyuapi potongan roti di tangannya tadi. Karena sudah terlanjur dan mungkin juga rasa lapar yang sudah muncul, akhirnya Kara menghabiskan roti tersebut dengan Arik yang terus menyuapinya.

“Minum.” Kara meminum air yang tadi sudah diberikan Arik dan terjadi keheningan setelah itu.

“ Maaf, tadi gue beneran ketiduran. Lagian kalau gue jemput lo dulu pasti kita bakalan telat, dan lo bakal dihukum.” Tutur Arik memecah keheningan diantara mereka berdua.

“Ra, lo dengerin gue nggak sih,?” tanya Arik kesal karena tak mendapat respon dari Kara.

“Iya, tapi kan kamu bisa kabarin, jadi aku nggak harus capek nungguin kamu diluar.” Jawab Kara meluapkan kekesalannya tadi pagi.

“Iya, Ra, maaf. Tapi masa lo diemin gue sih, Ra, gaenak banget. Ntar balik gue traktir ice cream, gimana?” Bujuk Arik karena tau Kara lemah jika mendengar kata ice cream.

Mata Kara langsung berbinar mendengar itu. “Sepuluh ya, Rik?”

“Nggak.”

“Tujuh,?”

“Nggak.”

“Lima, deh? Ya ya?”

“Satu atau nggak sama sekali.”

“Iish pelit banget, aku do'ain biar kamu cepet tua.” Rutu Kara karena keinginannya tidak terpenuhi.

“Nggak ada hubungannya, jelek” jawab Arik lelah berdebat dengan Kara.

“Biarin.”

Bel tanda masuk berbunyi mengakhiri perdebatan mereka berdua hari ini. Bian terpaksa duduk  dengan Sella karena Kara bersikeras ingin duduk bersama Arik karena dari tadi ia tidak mengerti dengan pelajaran yang dijelaskan Pak Anto selaku guru Fisika mereka.

                                       *

“Ra, Lo balik bareng gue?” tanya Sella karena ia tak melihat penampakan Arik yang biasanya selalu bersama Kara saat bel pulang.

“Nggak Sel, aku balik bareng Arik. Emang kenapa Sel,?”

“Trus mana tuh si Arik kok nggak muncul?”

“Nggak tau, tadi sih bilang ke toilet, nah tuh muncul .” Jawab Kara saat melihat Arik berjalan ke arah mereka.

“Kamu dari mana aja sih, capek tau nungguin kamu lama amat.” Sungut Kara saat Arik baru saja datang.

“Iya,” jawab Arik singkat dan segera membuka pintu mobil untuk Kara.

“Jadi pulang, nggak nih?” tanya Arik saat melihat Kara masih saja berdiri ditempat tadi.

“Eh iya, tungguin. Sel aku duluan ya?”  pamit Kara saat meninggalkan Sella

“ Yoi, lo hati hati ya.” Jawab Sella dan diangguki oleh Kara. Kara langsung berlari memasuki mobil Arik yang sudah menunggunya disana.

                                       *

Sesampainya di rumah, Kara langsung saja menyelonong meninggalkan Arik untuk memakan ice cream nya. Kara menenteng dua kantong kresek ditangannya yang berisi belanjaannya di mini market tadi. Arik  membelikan Kara sepuluh ice cream dan camilan lainnya karena ia merengek.

Alasan Kara langsung meninggalkan Arik ialah karena ia ingin memakan ice cream  tersebut. Tadi Arik menyuruh kara untuk makan dirumah saja, Ia melarang Kara untuk makan didalam mobilnya, karena pernah sekali waktu Kara saat merengek dibelikan minum,  minuman itu tumpah dan berhasil membuat mobil Arik kotor dan Kara menangis akibat Arik tak sengaja memarahinya.

Arik tidak mau itu terjadi lagi, ia tak tega melihat kara yang menangis dan  terlebih melihat mobilnya yang kotor.

“Arik kamu nggak mampir dulu, Bunda udah masak banyak nih, buat kalian”. Panggil Bunda Kara saat melihat Arik kembali masuk ke mobilnya.

“Iya, bun. Ini Arik cuman mau ngambil tas Kara di mobil.” Balas Arik, karena memamg kebiasaan Kara meninggalkan tasnya di mobil Arik, dan menjadi kebiasaan pula bagi Arik membawa tas Kara yang sengaja ditinggal pemiliknya tersebut.

“Astaga, Arik kamu kok mau aja sih, dikerjain Kara.” Omel bunda Kara, ia heran dengan tingkah laku anaknya itu.

“Ayo, Rik, masuk!”

                                       *

“Heh, Lo ga makan?, Udah krempeng gitu males makan lagi, ntar ga ada yang naksir mampus, Lo”. Cerca Arik saat baru saja masuk ke kamar Kara.

“Biarin, kan ada kamu.” Jawab kara santai saat dihina seperti itu.

“Enak aja, gue mana mau sama Lo, badan sebelas dua belas sama lidi gitu, nggak napsu gue , Ra” jawab Arik tak mau kalah dengan Kara.

Arik duduk di meja belajar disamping kasur Kara, menghadap jendela sambil menikmati semilir angin yang menggerak kan jambulnya. Arik memiliki wajah yang tegas, dengan hiasan hidung mancung dan bulu mata panjang. Badan Arik yang sedikit atletis dari pada remaja seusianya, membuat Arik sering dilirik saat berpapasan dengan lawan jenisnya.

Terjadi kebisuan beberapa saat setelah Arik menyatakan kalimat tersebut, yang membuat Kara memiliki ide untuk menggoda sahabat nya itu.

“Rik,” panggil Kara lembut, Arik bergumam dan menoleh kearahnya.

Saat Arik menatap Kara, gadis itu hanya diam saja dan membalas tatapan Arik dengan lembut, dan berusaha mengubah raut wajahnya secantik mungkin.

Cantik

Batin Arik saat memperhatikan wajah sahabatnya itu.

“HAHAHAHA…” tawa Kara pecah saat melihat tampang cengo Arik.

Seketika Arik sadar sahabatnya itu berhasil mengerjainya, dan segera mengalihkan pandangan nya keaarah lain. Seperti orang salah tingkah.

Kara susah untuk meredakan tawanya, ia masih membayang kan tampang bodoh Arik saar memperhatiakan nya tadi.

“sebelas dua belas sama lidi, ditatap aku gitu aja kuping kamu udah merah, malu yaaa…hahaha.” Ledek kara saat melihat Arik ketauan saoah tingkah.

“Apasih berisik”

“Ciee… malu ya,” balas Kara yang masih setia menggoda Arik.

“Udah, deh, gue kebawah dulu, terserah lo mau makan atau enggak” Arik langsung turun ke bawah meninggalkan Kara dikamarnya.









17,01,19




ELSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang