“Dire, Dearest Boy”
🎞Musim dingin seharusnya sudah mendekati akhir dari regulasinya. Tetapi, sudah tidak asing lagi bagi warga lokal untuk melihat turun salju mapun suhu udara yang masih dibawah titik beku.
Pagi ini, salju tengah turun dengan cantiknya —tidak seperti hari-hari sebelumnya, salju turun diiringi oleh deru angin yang cukup kencang. Matahari pun tampak bersinar malu-malu dari balik selimut tebal yang membungkus rapat langit Manitoba di awal bulan Februari.
Kebanyakan, para warga lokal sudah bersiap untuk memulai aktivitas mereka sehari-hari; berangkat bekerja, mengajar, atau pekerjaan lain yang biasanya membutuhkan untuk berangkat pagi, lebih pagi dari kokok ayam yang mungkin masih berselimut jerami tebal di dalam kandangnya.
Dan di sini, di sebuah kamar bersalin di salah satu rumah sakit kecil di pinggiran kota Winnipeg, seorang wanita dengan paras oriental kentalnya tengah menahan sakit yang luar biasa.
Kesakitan yang sedang ia rasakan, membuat wajah dan hampir seluruh tubuhnya basah oleh peluh. Dua orang suster memegangi kedua tangannya —sebagai bantuan agar ia bisa mengeluarkan sisa tenaganya untuk menekan. Dan seorang Dokter tengah berdiri, bersiap sedari tadi, di deoan kedua kakinya yang mengangkang lebar.
“Push a lil' bit more!” pinta sang Dokter, sedikit banyak menyemangati dari balik suaranya yang teredam oleh surgical mask berwarna hijau pudar.
Wanita itu mengangguk ditengah sisa kesadarannya yang hampir hilang. Dan dengan segenap kekuatan yang tersisa, ia kembali mengejan, memberikan tekanan penuh cinta dan harapan, harapan akan belahan hatinya untuk segera melihat dunia dan menangis bersamanya.
Tiga menit dan lima tekanan kuat setelahnya, tangisan seorang bayi pun pecah. Menggema di dinding pucat dan memantul balik dengan gema seindah lonceng gereja kala pemberkatan di malam Natal.
“It's a boy, Mrs. Miller!” ucap sang Dokter, menggendong sesosok bayi yang masih penuh dengan lemak dan sisa lapisan ari serta bercak darah di tubuhnya.
Nyonya Miller tersenyum, menangis dan terisak disaat yang bersamaan.
Dan dengan kedua tangannya yang gemetar, ia mengambil sang belahan hati dan memeluknya erat.
Bayi lelaki itu masih menangis, gerakannya terlihat gemetar saat meraba tubuh sang Ibunda. Mencari kehangatan dan terdiam saat ia merasakan cinta yang perlahan mengalir untuk pertama kali di tenggorokannya.
Satu, dua tetes airmata terjatuh tak sengaja, Nyonya Miller mengucap beribu syukur, beribu terima kasih serta beribu penyesalan yang entah kenapa datang menyergap pikirannya begitu saja.
“Uri aegi...” ucapnya dengan suara parau.
Jemari Nyonya Miller menari di kepala mungil yang masih memerah dan tengah terbaring di dadanya, perlahan dan susah payah, ia mengecup puncak kepala anak lelakinya itu dan kembali menitikkan airmata,
“Mianhae.. Jisungie... Mianhae..”
🎞
Satu tahun berlalu begitu lambat bagi Nyonya Miller. Terlebih lagi, saat ia merasakan bagaimana semakin kerasnya kehidupan yang harus ia lalui setiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dire, Dear Memories || MEMORIES SAGA SIDE STORIES
Fanfiction【COMPLETED】 【Two Main Stories of Memories Saga】 ❝ You've heard about our memories. Then now, welcome to our dire memories ❞