Keesokan harinya saat Ara pulang bekerja dia di kejutkan dengan telfon dari Abinaya Basupati-tangan kanan sang ayah yang sudah bekerja selama bertahun-tahun untuk sang ayah. Di seberang cafe tempat ara bekerja, dia melihat Sean duduk di atas motornya. Namun berita yang di sampaikan mas abi membuat Ara berhenti berjalan.
Jantungnya serasa berhenti berdetak. Dia tak mampu mendengar panggilan Abi di seberang sana. Sean yang melihatnya langsung menghampiri Ara. Dia merebut ponsel dalam genggaman Ara. Berbicara pada orang di seberang sana, menanyakan apa yang terjadi. Sedangkan tangan satunya menggenggam tangan Ara.
Tanpa di menunggu persetujuan Ara, Sean membawa gadis itu menuju motornya. Mengenakan helm yang selalu ia siapkan untuk Ara. Lalu membawa gadis itu ketempat dimana Abi menyuruh mereka datang.
'Ara ayah kamu kritis'
Kalimat Abi masih terngiang di telinga Ara. Membuat gadis itu diam-diam meneteskan air mata di balik punggung Sean. Dia berusaha untuk berfikir positif, namun semua pikiran buruknya mengambil alih. Membuat Ara tak punya harapan barang secuil pun.
••
Tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah sakit tempat ayahnya di rawat. Tanpa memperdulikan Sean, gadis itu melompat dari motor Sean yang belum benar-benar berhenti. Dia berlari melewati lorong rumah sakit menuju ruang ICU.
Di sana Ara melihat Abi bersama keempat kakaknya berdiri di depan ruangan dengan ekspresi yang tak bisa ara tebak.
"Mas, ayah gimana ?" Suaranya bergetar menahan air mata yang sedari tadi keluar. Ara tak perduli dengan keempat kakaknya yang memandang gadis itu tak suka.
Abi tersenyum, memegang kedua pundak Ara,"5 menit Ra, kamu telat 5 menit. Ayah kamu sudah pergi"
Dunia Ara runtuh saat itu juga, tubuhnya memantung di tempat. Dia lalu berjalan berbalik ingin masuk ke dalam melihat ayahnya namun di halangi oleh bodyguard yang menjaga ruangan sang ayah.
"Mas, biarin Ara masuk" dirinya menatap kakak tertuanya di samping pintu. Meminta ijin untuk menemui sang ayah.
Kedua bodyguard itu menyingkir dari sana membuat Ara langsung membuka pintu itu. Hal pertama yang Ara lihat adalah tubuh ayahnya yang sudah tertutup kain putih di atas ranjang rumah sakit. Dia berjalan mendekat dengan sekuat tenaga. Memaksakan tubuhnya menghampiri sang ayah. Di belakangnya Abi senantiasa menemaninya.
Ara membuka kain itu, dia menatap wajah sang ayah yang sudah menutup mata.
"Ayah kenapa ? Ara buat salah apalagi sama ayah ? Kenapa ayah juga ninggalin Ara ?" Ucapnya sambil terus mengusap wajah sang ayah.
Abi dan keempat kakaknya yang entah sejak kapan ikut masuk terdiam, Tak mampu mengucapkan sepatah katapun saat mendengar pertanyaan Ara.
"Mas abi, kenapa ayah nggak bangun ? Ayah kenapa mas ?"
Sean yang baru saja masuk kedalam ruangan itu langsung menarik lengan Ara. Membawa gadis itu kedalam pelukannya. Setelahnya semua orang yang berada di dalam ruangan itu bisa mendengar isak tangis Ara. Tanpa sadar mereka juga ikut meneteskan air mata dalam diam. Isaknya masih memenuhi ruangan itu hingga ia kehilangan kesadaran di pelukan Sean.
••
Pemakaman berjalan dengan lancar. Sean dan Abi terus berada di samping Ara untuk menguatkan gadis itu. Dari semua pelayat Ara terus mencari kedua ibu tirinya yang sama sekali belum menampakan wajah mereka. Namun saat ini Ara tidak ingin memikirkan itu semua. Dirinya sekarang benar-benar sendirian. Ibu, nenek, dan ayahnya semua pergi meninggalkan gadis itu. Sekarang alasan Ara untuk bertahan di keluarga itu sudah tidak ada.