Part 8

35 2 0
                                    

Sinar mentari menembus celah-celah jendela kamarku hingga membuat mataku terbuka dan terbangun dari tidur. Kini sudah 2 minggu sejak pemulihan Ryan. Selama itupun, hari-hari yang kujalani tanpa Ryan terasa membosankan dan tak berkesan.
.
Pukul 06.00 ku bergegas mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ketika itu dari jendela kamarku, terdengar suara teriakan Ryan memanggil,

"Fel... udh jam nem seperempat nih... buruan turun, ayo berangkat...!!!" (Teriaknya).
Ku lihat ke luar jendela untuk memastikan, apakah suara itu hanya hayalanku atau memang Ryan memanggilku.
.
Aku pun terkejut, melihat Ryan memegangi sepedanya dan menengok kearahku. Entah mengapa, air mataku tiba-tiba jatuh dan membasahi pipi.
Sambil menangis lirih, diriku berteriak kepada Ryan :

"Yan... sini luu... gua jambak tuh rambutt... bisa-bisanya balik dari rumah sakit kaga ngabarin...."

Ryan menyahut, "Bodoamat, cepetan turun. Telat ntarr...."

Ku bergegas turun dan menghampiri Ryan sambil menangis lirih.

"Eh, lu tu udh jelek. Pagi-pagi malah nangis. Luntur tuh bedak. Wkwkwk". (Ejek Ryan).

Ku hapus air mata di pipi, dan mulai menginterogasi Ryan.

"Yan, lu becanda apa gimana sih? Masa mau balik dari RS lu kaga kabarin gua."

"Ntar yee... gua crita deh. Jangan skrg, ntar keburu telat. Ayo berangkat".

"Bodo ah... gua kesel".

Ku mengayuh sepeda dan meninggalkan Ryan di belakang.

Ryan hanya tersenyum sambil memandangiku dari belakang.
.
.
Sampai di sekolah~
Aku bertanya terus menerus kepada Ryan mengapa ia tak memberi kabar ketika mau kembali dari rumah sakit. Tapi Ryan tetap saja tak mau bercerita dan menyuruhku untuk tidak membahas hal itu lagi.

"Udah fel, jangan tanya hal itu lagi deh. Pokoknya gua udh sehat nih ya. Trs udh bisa becandaan lagi ama lu".

"Paan sii... lu kira gua rindu ama elu".

"Idih... org gua kaga tanya. Lu sendiri yg bilang. Ciyeee... rindu gueee".

Ryan yang duduk sebangku denganku, tiba-tiba menatapku dengan tatapan serius.

"Fel, gua mau ngomong sama lu".

"Ngomong paan? Serius amat si. Diliatin tuh ama yg lain".

"Beneran nih, coba lu liat gua".

Aku pun menatap Ryan. Dan kami saling menatap mata 🙀.

"Eh, yan. Lu mau ngajak lomba tahan kedip apa gimana sih? Jangan tatapan ah, lebay lu".

"Diem dulu, gua mau ngomong".

"Iya udh, cepetan ngomong. Lama amat. Keburu guru dateng".

"Gua suka sama Amanda. Menurut lo, gua harus gimana?".

Aku pun duduk membeku dan seketika mataku mengarah ke Amanda yang duduk di bangku paling belakang.

"Ehm, ya itu terserah lu harus gimana. Lagian lu ngapain sih kasih tau gua".

"Kan gua mau minta pendapat dari sahabat gua".

"Terus gua harus nyaranin lu buat nembak Amanda gitu?".

Entah mengapa, aku tak bisa mengontrol emosiku dan serasa ingin menangis mengatakan hal itu kepada Ryan.

"Emm... tapi gua gak bisa klo secepet itu buat nembak dia".

"Serah lu".

Akupun tak tahan dengan obrolan itu dan langsung keluar kelas menuju kamar mandi.

"Eh, fel mau kemana lu. Ntar lagi pak gio masuk".

Aku merundukkan kepala ku dan terus berjalan tanpa mempedulikan Ryan.

Aku semakin tak mengerti dengan diriku. Aku menangis dan terus menangis di dalam kamar mandi.
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar mandi.

"Fel, lu kenapa sih?".

"Gapapa, perut gua muless".

"Tapi lu beneran gapapa? Kenapa pake nangis segala sih? Sakit banget emang? Ke Uks yokk"

"Bodo, cerewet amat lu yan. Masuk kelas sono. Lagian ini kamar mandi cewek".

Ryan pun pergi ke kelas karena aku tak membuka pintu.

Aku terus menangis, menghabiskan seluruh air mata ku yang dahulu ku tahan. Kini semua serasa tak ada gunanya menyukai Ryan dalam diam karna diriku tak mampu tuk mengungkapkan. Mungkin ini yang dinamakan sakit hati. Sakit hatinya gadis kelas dua sekolah menengah atas. Rasanya tak karuan, ingin berteriak namun takut ada yang mendengar. Ingin berbisik, namun tak ada yang benar-benar tulus tuk mendengar. Rasa yang ku pendam hingga detik ini, menjadi cambuk bagiku. Bahwa lebih baik dicintai daripada mencintai. Tentunya dicintai dengan tulus. Tak apa mencintai, tapi harus bertekad tuk mengungkapkan. Memendam rasa cinta itu sakit sekali dan tentunya menghabiskan energi.

Ku berusaha mengontrol diri dan berfikir positif. Aku pun keluar dari kamar mandi dan memutuskan untuk pulang kerumah, tidak mengikuti pelajaran dikelas. Karena kedua mataku bengkak dan mood ku sedang tidak baik-baik saja. 😆
Tentunya, tasku tertinggal di dalam kelas dan pastinya lagi Ryan yang akan mengantarkan ke rumahku.

Sesampainya dirumah~
Ibuku yang sedang menjahit di ruang tamu pun menanyai ku

"Fel, kenapa mata mu bengkak begitu nak? Habis nangis ya? Ada masalah di sekolah?".

"Nggak ada apa-apa ma, cuma kecapean aja habis olahraga".

"Yakin gapapa? Tasmu mana?".

"Tasku dibawa Ryan. Udh ya ma. Aku mau keatas dulu. Mau tidur".

Ibu melihatku dengan tatapan terheran.

Kubaringkan tubuhku ke kasur. Dan ku buka ponselku. Tiba-tiba muncul notifikasi postingan dari Amanda. Ku buka notifikasi itu dan sontak terkejut melihat gambar yang ia posting. Gambar itu diambil dengan latar laut dan sengaja dibuat silluet. Silluet itu menampakkan dua orang berhadapan saling bertatap muka. Dengan deskripsi: Aku dan Ry semoga selalu bersama.

Ternyata selama ini, Amanda juga menyukai Ryan. Dan beruntung bagi Amanda karna Ryan berencana tuk menyatakan perasaannya. Sungguh menyakitkan bagiku. Aku berusaha tuk menahan dan tak mengeluarkan air mata lagi. Kali ini, aku akan merelakan Ryan. Biarkan orang yang kusayangi bahagia dengan orang yang ia sukai, meski bukan aku. Karena melihat Ryan tersenyum, sudah membuatku senang.

Tak lama kemudian, dari tangga bawah terdengar suara ibuku.

"Fel, ada Ryan nih. Nganterin tas kamu. Katanya mau ngomong sama kamu".

Aku pun menjawab, "suruh langsung pulang aja ma. Aku capek mau tidur".

Mendengar perkataanku, Ryan langsung pulang dan tak mengatakan apapun pada ibuku.
.
.
.

Perihal cinta ku yang tak terbalaskan, diriku tak berhak tuk menyalahkan siapapun. Pada dasarnya, semua salah diriku. Karena terlalu berharap dan memilih tuk memendam rasa. Pada akhirnya kekecewaan menghampiriku tuk memberi peringatan, jangan terlalu berharap pada orang lain.
~form: felixxagon.

TAMAT...
.
.
.

Terima kasih pada readers yang sudah menyempatkan waktu tuk membaca cerita ini. 😊

Maaf jika tata bahasa yang ditulis belum cukup beraturan.
Maklum tahap belajar dan mari saling memberi saran.
Agar kedepan bisa membuat cerita yang semakin menarik perhatian.

Semoga selalu bahagia... 👋

"In Silence"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang