Abschied

Don't Believe in Modern Love

Kamu sedang apa?

Aku seringkali bertanya-tanya apa yang kamu lakukan dan ke mana kamu hendak pergi. Kenapa kamu terburu-buru sekali seolah bayanganmu akan membalapmu kalau kamu melambat barang lima detik saja. Apa yang menunggumu di depan sana－apakah taksi kuning yang lampu depannya rusak atau ambulans yang membawa pergi ibumu ke UGD rumah sakit.

Di satu kesempatan kamu bilang jawabannya ada di sekelilingku. Lantas aku berhenti sebentar, mengedarkan pandangan sampai ke sudut-sudut yang tak dicapai sinar matahari. Kedua bahuku terus saja bersenggolan dengan tubuh orang lain. Kamu sudah jauh meninggalkanku ketika aku sadarーkita sedang berada di New York. Segalanya terlihat abu-abu di mataku, terkadang hitam atau putih. Inikah jawaban implisit yang ingin kamu utarakan? Jika benar demikian, akan aku anggap bahwa kita terperangkap di film tahun lima puluhan.

Di belakang kepalaku terdengar Clair de Lune yang biasanya kita dengarkan berdua sampai ketiduran di subway. Aku mengambil napas panjang sebelum kemudian mulai berlari, menembus kerumunan manusia, melewati jendela-jendela toko yang tutup pukul delapan malam lalu dipenuhi gelandangan sampai dini hari, melalui zebra cross tanpa memerdulikan lampu lalu lintas yang nyaris berubah hijau. Seorang bapak-bapak pemarah mungkin bakal menyemprotku dengan makian kotornya jika aku tidak berbelok di tikungan.

Kerumunan orang. Jendela toko. Restoran Italia. Kios cukur rambut. Lampu lalu lintas. Zebra cross. Suara klakson mobil tua. Abu-abu－hitam dan putih. Pemandangan yang sama berulang-ulang, inikah yang ingin kamu utarakan?

Ke mana kamu hendak pergi?

Ketika bayanganmu tertangkap sudut retinaku, sepasang kakiku melompat dan mendarat di sana－menginjak trotoar kotor yang kamu lindungi dari matahari. Kamu akhirnya berhenti.

Aku mengambil napas sekali lagi.

Hei, kubilang. Bukankah menyedihkan jika kamu pergi sendiri?

♕

Terinspirasi dari Frances Ha (2012) dir. Noah Baumbach