Bunda Tera dan Luna duduk di sofa keluarga, Kevin pergi ke kamar untuk mandi, dan Ayah Rafka harus kembali ke rumah sakit karena tidak mengambil cuti kerja.
"Ini foto-foto Kevin semasa kecil." Bunda Tera membuka album foto dengan excited.
Luna terkekeh. "Bun, nanti Kevin marah kalau Luna lihat foto kecilnya."
Bunda menaruh telunjuknya di bibir. "Suttt, ini rahasia kita berdua. Kamu jangan kasih tahu Kevin makanya."
Luna berkata, "Oke." Tanpa suara sambil membuat huruf O di jarinya. Setelah itu, Bunda membuka foto pertama. Foto tersebut diambil saat Kevin berusia 1 tahun.
"Liat—Kevin masih imut banget, kan?" Bunda terkekeh.
Luna mengulum senyum melihat anak laki-laki yang kini telah menjadi kekasihnya. Kevin kecil terlihat seperti anak kecil polos yang akan mengatakan bahwa dunia ini indah bila ada permen.
"Kevin dari kecil anaknya anteng, jarang nangis juga. Jadi saat Kevin beranjak dewasa—Bunda sama Ayah selalu pantau kondisi Kevin. Takutnya dia mendam masalah sendirian tanpa Ayah sama Bunda tahu," tutur Tera khawatir.
Melihat kekhawatiran Bunda Tera, Luna jadi kangen sama mendiang Mamanya. Kalau Mamanya masih ada—mungkin keluarganya tidak akan seasing sekarang.
"Selanjutnya foto Kevin saat dia berusia 5 tahun. Kevin suka banget sama motor-motor besar, sampai Ayahnya beliin banyak mainan motor untuk koleksi Kevin," tutur Tera.
Luna jadi teringat saat pertama kali Kevin membawa motor ZX-25R. Demi Tuhan Luna bahkan tidak bisa melepaskan pelukannya pada Kevin karena dia takut jatuh ke belakang. Luna bilang pada Kevin kalau dia gak suka motor besar, dan keesokannya Kevin menjemput Luna dengan jenis motor Cafe Racer.
"Ini foto Kevin sama teman-teman semasa kecilnya," ujar Bunda Tera membuat Luna kembali terfokus pada 3 anak kecil berusia 8 tahun yang tengah merangkul satu sama lain.
Bunda tera menunjuk anak laki-laki di sebelah kiri. "Ini namanya Dewa, dia satu sekolah sama kamu—kamu kenal?"
Luna mengangguk. "Kenal, Bun."
"Kevin sama Dewa dari dulu memang gak akur, cara mereka berteman sampai sekarang itu ya dengan cara bertengkar. Mereka saling peduli tapi mereka gak pernah nunjukkin rasa peduli itu," ucap Bunda Tera.
Luna membenarkan ucapan Bunda Tera. Bahkan—Luna menerima menjadi pengganti Nina setelah mendengar penjelasan Dewa tentang hubungan Nina dan Kevin.
"Nah kalau yang ini—" Bunda Tera menunjuk anak perempuan yang berada di tengah-tengah. "—namanya Nina, Nina Damaris. Sekarang Nina fokus sama karirnya, jadi dia nggak ada di Indonesia deh."
Bunda menatap foto Nina dengan raut wajah rindu, jemarinya mengusap foto tersebut. Luna menangkap ekspresi Bunda Tera, keberadaannya sebagai pengganti Nina terasa jelas dalam situasi kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEGURANCA
Teen FictionTerjebak dengan orang-orang posesif juga overprotektif disekitar Luna, membuat gadis itu harus membiasakan diri hidupnya diatur sana-sini. Kekhawatiran yang tidak wajar dari kedua kakaknya, kepemilikan penuh dari kekasihnya, dekapan erat dari ayahny...