Sinopsis

680 9 3
                                    

Tahun 1970-an, kampung Kuripan, sebuah kampung di pinggiran kota kebumen, adalah kampung yang masih sarat dengan mistik dan kemusyrikan. Di sana ada sebuah tempat angker yang disebut warga setempat "Sendari". Itu adalah sebuah lereng penuh semak belukar dan ditumbuhi pepohonan rindang yang menurut warga setempat menjadi tempat tinggal segala demit dan makhluk halus lainnya. Setiap malam jum'at kliwon, secara bergiliran, warga memberikan sesaji di tempat itu.

Selain Sendari, di kampung itu juga ada makam keramat yang terletak tak jauh dari Sendari. Konon yang dimakamkan di situ adalah orang yang pertama-tama tinggal di kampung itu alias pendiri kampung. Tak ada yang tahu persis namanya siapa. Tapi orang-orang menyebutnya MBAH KUWU, dan makam keramat itu terkenal dengan sebutan "makam MBAH KUWU" atau sering disebut warga "Kuwu" saja.

Bedanya, kalau Kuwu adalah tempat keramat yang dipuja dan dimuliakan, sedangkan Sendari adalah lereng angker yang dipuja karena ditakuti. Sebab, Sendari adalah markaz para dedemit yang sering mengganggu warga setempat. Jadi dua tempat ini menjadi semacam dua sisi gelap dan terang bagi warga setempat. Namun keduanya sama-sama sebagai sumber kemusyrikan.

Atas petuah dan bimbingan MULYADI/MBAH MUL (70 tahun), pemangku adat kampung itu, masyarakat senantiasa memuja kedua tempat ini. MBAH KUWU dipuja sebagai tempat untuk memohon dan menghaturkan sesaji sesembahan. Sedangkan Sendari dipuja supaya para demit yang tinggal di sana tidak mengganggu warga kampung.

Ironisnya, bukan hanya kemusyrikan yang merajalela di kampung itu. Perjudian, perselingkuhan, dan pencurian juga masih marak. Gembong judi yang kesohor di kampung itu adalah SIATMO/ATMO (40 tahun) dan KASIMIN/SIMIN (35 tahun). Kedua orang ini adalah pengikut utama MBAH MUL.

Untunglah di kampung ini ada seorang ustadz muda yang dengan tulus berjuang untuk memperbaiki kampungnya. Ustadz ini bernama MUHTADI (33 tahun). Tak mudah berjuang di kampung ini. Selain kepercayaan masyarakat pada klenik masih kuat, MUHTADI juga harus berhadapan dengan MBAH MUL dan komplotannya. Bahkan MUHTADI mendapat perlawanan langsung dari demit Sendari. MUHTADI menikah dengan gadis sekampung, SULIS (26 tahun). Sayangnya, orangtua SULIS, HALIM (55 tahun), juga masih menjadi pengikut MBAH MUL.

Dakwah MUHTADI menyadarkan sebagian warga kampung. Beberapa santri utama MUHTADI adalah PUTRA/KIPUT (26 tahun), JARWO (26 tahun), dan BAROK (26 tahun). Mereka yang menjadi pengikut MUHTADI tak lagi mau memberi sesaji dan memuja MBAH KUWU. Akibatnya, bukan hanya MBAH MUL yang marah besar, seluruh demit Sendari juga naik pitam. Para demit Sendari melakukan teror habis-habisan kepada warga kampung. Bahkan ada yang sampai meninggal dunia.

Demit Sendari minta ganti rugi atas pengkhianatan warga. Mereka berjanji akan berhenti mengamuk warga jika seluruh warga kampung kembali memujanya. Selain itu, para demit ini meminta tumbal seorang bayi.

MBAH MUL berjuang menuruti kemauan para demit Sendari ini. Terjadilah pertentangan hebat antara MUHTADI dan MBAH MUL. Untuk melampiaskan dendamnya, MBAH MUL mencuri anak MUHTADI yang masih bayi dan diserahkan pada para demit Sendari.

MUHTADI sampai pada titik kemarahan. Kalau dulu ia masih berusaha menghormati MBAH MUL, kini ia melawan secara terang-terangan. Hal ini tentu saja diketahui oleh warga sekampung. Ini bukan lagi pertarungan antara MUHTADI dan MBAH MUL. Tapi pertaruhan kalah menang antara yang hak dan yang batil yang akan berdampak pada seluruh warga.

MUHTADI berjuang sekuat tenaga dan berdoa siang malam untuk mengalahkan kekuatan gelap ini. Bukan hanya MBAH MUL dan komplotannya yang harus ia taklukan. MUHTADI juga bertarung langsung menghadapi para demit Sendari. Akhir cerita, demit Sendari berhasil dikalahkan dan anak MUHTADI dapat diselamatkan. Lereng Sendari terbakar. Para demit kelabakan dan kabur dari tempat itu, menyebar ke seluruh pelosok Indonesia.

TUMBAL LERENG SENDARIWhere stories live. Discover now