Menjadi santriwati dari sebuah pondok besar dengan peraturan yang begitu ketat membuatku terkadang dihantui perasaan muak. Lelah dengan kegiatan yang itu-itu saja dan begitu monoton rasanya.
Teriakan pengurus pondok pada dini hari sudah terlalu akrab dalam telingaku. Ya allahurabbii. Rasanya aku ingin membanting pintu yang diketuk secara keras itu.
Tok tok tok.
"Qumnaaaa! Sur'ah akhwati qumnaa"! ¹
"Berisik banget sih." Aku menyibak selimut yang menghangatkan tubuhku dari dinginnya udara daerah ini. Padahal sudah memasuki dua tahun aku tinggal dan mondok di pondok ini tapi rasanya tubuhku belum bisa beradaptasi secara sempurna. Bagus. Si manja mode on.
"Ngapain kamu masih planga-plongo ngga jelas gitu, cepat ambil wudhu! Telat satu menit, gerbang ditutup dan siap-siap untuk catat poin pelanggaran. Fyuhhh Itu mulu yang jadi alasan. Ngga kece ah, ukhti. Dua tahun selalu diancam seperti itu. Bosen. Kurang inovatif nih.
" Aiwah ukhti. Aiwah." ²
Ada ya, orang sejudes itu. Udah judes, ngomongnya ngga pernah ngalus barang sedikit. Bikin yang dengar jadi sakit hati. "Woy, bangun. Macan betina udah ngamuk tuh. " Lagian anak ini, masa suara gaduh dari pintu yang diketuk dan teriakan-teriakan nyaring itu tidak sama sekali dapat menganggu tidurnya.
Tidur apa mati, sih.
Astagfirullah.
Dari jaman pertama menjadi santriwati di pondok ini, Asha adalah manusia yang palingggggggg susah untuk dibangunkan salat subuh. Bahkan sampai dimana seksi keibadahan tahun lalu, nangis bukan main ngadepin si kebluk satu itu. Ya, kami menyaksikan curhatan ukhti--- hmm, lupa aku namanya--- pokoknya itu nangis yang benar-benar nangis saat _mu'anidah ammah_ diadakan bagi para pelanggar aturan pesantren.
Savageeeee! Gilaaa
Antara mau ngakak sambil guling-guling tapi kasian juga liat dia udah nangis sampai matanya sembab ngga keruan. Dan, cuma Asha seorang yang bisa bikin pengurus belingsatan ngadepin sifat ngga tahu malunya. Cuma Asha Adira, yang bisa bertingkah se-kece itu diawal tahun kita menjadi santriwati.
"Aku ngantuk, bokkk. Ih, ngga pengertian amat." Nggak pengertian, katanya? Kutimpuk juga ya, kau Sha.
"Heh, yang katanya mau jadi calon istri kyai. Jangan mimpi mulu yang digedein, ikhtiar. Banyakin berdo'a. Mau jadi istri kyai tapi kelakuan masih aja gini. Aturan tuh, tahajud. Minta sama Allah, semoga ada ustadz atau kyai yang mau lirik."
Bikin gondok pagi-pagi begini.
Katanya, disepertiga malam Allah akan melihat para hamba-Nya yang bangun dan memohon segala do'a. Bukankah memang keistimewaan tahajud seperti itu? Karena disepertiga malam adalah waktu paling mustajab seluruh do'a untuk dikabulkan. Maka dari itu, pengurus selalu mewajibkan kami untuk bangun sepagi ini agar bisa melaksana salat sunnah satu itu.
"Ngga mau, bangun? Oke. Aku duluan dan jangan lupa catat point di kertas yang sudah disediakan." Bodo amat. Resiko ditanggung sendiri. Bukan tak mau setia kawan, orang kawannya saja sepertinya tidak minat untuk diberi kesetiaan. Dibangunkan sudah, kalo ngga bangun dan berakhir dapat hukuman, ya sudah tinggal diterima dengan lapang dada saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hawa Yang Berpeluh Rindu (Hiatus)
General FictionKetika salah satu adam-Nya berhasil mendobrak pintu kalbu, maka pinta lah ia disepertiga malam mu. ' *Ini kisah paling klise, seumur peradaban wattpad. Tapi hati-hati! BAPER ditanggung pembaca*. ' Salam sang puan~ *** Ditulis oleh Dini