"Kamu tahu ngga, Gan. Aku ngga pernah mikir kalau hidupku bakalan Allah timpa ujian kayak gini. Sakit, Gangika. Sakit banget."
Ya Allah, tuhan segala kepemilikan. Aku tidak tega melihat Asha yang terus menangis tersedu-sedu dalam dekapan ku ini. Faktanya memang tragis dan sebenarnya ini ngga masuk akal menurutku. Bagaimana bisa, seseorang menikah tanpa persetujan dari sang pihak keluarga pertama. Itu, selingkuh kan? Tapi ayah Asha kekeuh bahwa ia tidak salah mengambil keputusan sejauh itu, hanya karena ibunya tidak bisa memberikan keturunan lagi. What?! Pengin ku gampar sebenarnya. Asumsi dari mana itu, yang bisa menyakiti anak dan istri sebegini hebatnya.
Berkelit seperti itu, tidak wajar untuk seorang laki-laki dewasa yang sudah sepantasnya matang dalam segala hal. Aku marah, tentu. Tapi bisa apa? Selain mengelus punggung Asha dan berusaha menenangkannya.
"Ayah, udah jahat kan, Gan. Jahat banget ya, sama aku sama ibu juga," katanya menatapku setengah mendesak jawaban. Aku harus apa? Kesalahan ayah Asha memang fatal tapi bukan berarti aku harus memprovokasi Asha untuk semakin merasa benci dengan fakta satu ini kan?
Mahika, ayo dong mikir.
"Sha, begini ya. Jangan salah paham, aku emang ngga membenarkan keputusan ayahmu tapi coba kamu pahami posisi ayahmu saat itu."
"Aku emang ngga mau paham, Gangika. Dan ngga mau liat dari sudut pandang mana pun. Tolong, Gan. Aku mau egois sekali ini aja." Dia kembali menangis dengan isakan yang semakin memperparah keadaannya. Asha yang konyol, hilang dalam waktu sekejap. Aku tidak mengenali siapa yang sedang ku ajak bicara ini.
Jadi aku yang pusing.
Serba salah. Aku memang tidak mengenali personality ayah nya dengan begitu baik, tapi dari cerita Asha aku mengerti bahwa sosoknya memang keren dan pantas untuk dijadikan idola sang anak. Sampai Asha tidak pernah mau kalah jika membandingkan ayahnya dengan ayah yang lain. Dia merasa bahwa ia adalah anak paling beruntung di dunia, ya, wajarnya anak perempuan memang mengapresiasi lebih kepada ayahnya. Tapi Asha sudah mengagumi segala hal yang ada didiri ayahnya sejauh itu.
Menurutku, ayahnya berhasil membuat Asha bisa menjadikannya cinta pertama. Karena untuk anak perempuan, sangat dibutuhkan sekali kedekatan dengan sang ayah agar bisa terjalin komunikasi yang aktif. Agar si anak tidak mudah untuk memusatkan perhatiannya kepada lelaki lain. Dan ayah Asha sudah mendapatkan point plus nya.
Oh, ayolah kawan. Sehancur apa hati sabatku sekarang ini.
Panutannya sendiri yang sudah melukai perasaannya dengan fakta yang--- eh aku saja ngeri membayangkannya. Jika dari hasil, aku sebut hubungan gelapnya itu--- ngga papa kan? Atau, oke. Dari pernikahan keduanya--- tidak mempunyai anak lagi, mungkin Asha akan berbesar hati menerima keputusan ayahnya. Tapi ini jauh dari segala harapan-harapan itu.
Ayah Asha menikah lagi dan resmi mempunyai anak yang hanya berselisih tiga tahun dengan Asha. Itu sudah berapa tahun, beliau main belakang dengan Asha dan ibunya.
"Gan, kamu ngga bakal tinggalin aku kan, Gan? Kamu bakalan tetap genggam tanganku dalam kondisi apapun, kan? Kamu ngga bakal biarin aku jatuh sendirian, kan?" Tentu, Sha. Mana bisa aku tinggalin kamu.
"Aku ini apa sih buat kamu, Sha. Sampi bisa mikir sejauh itu."
Aku menatap matanya, menggenggam tangannya yang terasa dingin. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk menyalurkan kekuatan padanya.
"Sahabat itu, ngga cuma hidup untuk 'haha-hihi doang. Aku masih sanggup menuruti semua mau kamu, Sha. Jangan nangis, kamu harus percaya takdir. Allah udah atur semuanya, Sha. Dan aturan Allah ngga pernah ada yang menyalahi janji-Nya. Kamu tahu, kan? Setiap ujian itu ngga pernah ada yang diluar batas kemampuan hambaNya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hawa Yang Berpeluh Rindu (Hiatus)
Aktuelle LiteraturKetika salah satu adam-Nya berhasil mendobrak pintu kalbu, maka pinta lah ia disepertiga malam mu. ' *Ini kisah paling klise, seumur peradaban wattpad. Tapi hati-hati! BAPER ditanggung pembaca*. ' Salam sang puan~ *** Ditulis oleh Dini