Bayu berlari dan terus berlari. Meski kakinya kebas, meski napasnya serasa tak panjang lagi. Perih akibat goresan ranting di sekujur tubuh tak lagi penting. Bayu harus keluar dari hutan terkutuk itu sesegera mungkin. Sesuatu sedang mengejar ... entah apa. Bayu tak bisa melihatnya. Yang ia dengar cuma derap yang menggetarkan tanah, suara ranting dan dedaunan tersibak kasar, juga geraman yang mendirikan bulu roma.
Ini bukan pertama kalinya Bayu mengalami peristiwa aneh selama berkemah di hutan angker. Sebelumnya, ia sudah bertemu manusia tanpa kepala yang melayang-layang di sekeliling tenda, juga perempuan penuh belatung yang datang tiap tengah malam. Bahkan desis puluhan ular yang entah bagaimana bisa memenuhi kantong tidurnya, sesekali masih mengusik pendengaran. Tiap kali mengalami kejadian aneh, Bayu selalu bersumpah untuk angkat kaki dari hutan dan menyudahi misi. Namun nyatanya, ia belum beranjak sampai detik ini.
Suara derap di belakang Bayu tak lagi terdengar saat ia tersungkur kelelahan. Kakinya sudah benar-benar lemas, dadanya benar-benar sesak. Kendati demikian, ia menolak dikalahkan. Bayu berusaha terus bergerak, meski cuma mengandalkan tangan untuk merayap.
Suara geraman kembali terdengar, membuat Bayu terperanjat. Satu sosok besar mendekat perlahan. Matanya berkilat keemasan, menatap lapar pada mangsa yang ketakutan. Saat cahaya bulan menerangi sosok itu, terlihatlah seekor harimau putih besar. Begitu besar. Melebihi ukuran harimau pada umumnya. Pengalaman berhari-hari di hutan angker memberi tahu Bayu bahwa makhluk itu bukan harimau sesungguhnya, melainkan jadi-jadian.
"Tolong," ratapnya. "Aku tak berniat jahat. Tolong jangan sakiti aku."
Harimau itu menggerung murka, lalu menerjang dan menerkam. Bayu yang malang berteriak putus asa. Suara tulang patah dan daging terkoyak mengiringi saat-saat penyiksaannya.
***
Bayu terbangun sambil berteriak-teriak seperti orang gila.
"BAYU! Bayu, tenanglah! Kau aman!"
Perlu beberapa detik bagi Bayu untuk sadar, ia sekarang berada di tempat yang berbeda. Seorang lelaki tak dikenal sedang memegangi kedua bahunya. Genggaman lelaki itu kuat, tapi alih-alih terintimidasi, Bayu merasa tangan si lelaki mengalirkan semacam energi yang menurunkan ketegangan. Meski begitu, tatapan Bayu masih diwarnai trauma ketika mengamati orang di hadapannya, lalu ruangan tempat mereka berada. "Ini ... ini di mana?"
"Ini tempat yang hendak kautuju, Bayu." Lelaki itu menjelaskan dengan senyum menenangkan. "Selamat! Kau berhasil sampai di sini."
Mustahil, pikir Bayu. Ia menelusuri lagi ruangan itu dengan tatapan tak percaya. Kamar bersih, bergaya semi modern dengan perabotan kayu bernuansa Jawa yang tertata rapi. Bayangan Bayu akan tempat yang hendak ditujunya, sama sekali tidak seperti ini. Ia mengira tempat itu akan sangat suram, berbau dupa, dan penuh dengan benda-benda mistis. Bukan seperti kamar hotel berkonsep tradisional begini.
"Ba-bagaimana kau tahu namaku?" Bayu bertanya curiga pada lelaki yang sedang mengisi gelas dengan air mineral dari botol di atas nakas, di samping tempat tidurnya.
"Kalau aku tidak tahu, berarti kau sedang berada di tempat yang salah," jawabnya sambil menyodorkan gelas. "Maaf karena tidak membiarkanmu sampai di sini dengan mudah. Meski tahu kau tidak berniat jahat, kami tetap harus mengujimu."
Menguji? Apakah semua keanehan di hutan itu yang dimaksud sebagai ujian? Tapi .... Bayu cepat-cepat memeriksa tubuhnya sendiri. Sama sekali tak ada tanda-tanda ia pernah terluka ataupun diserang binatang buas. Padahal sakit yang sempat dirasakannya benar-benar nyata. Bayu nyaris tak percaya semua yang terjadi di hutan hanya untuk menguji nyali.
"Lebih tepatnya, menguji keteguhan hati. Bukan nyali." Lelaki itu meralat kalimat dalam pikiran Bayu.
Seketika Bayu sadar, lelaki di hadapannya memang orang yang ia cari. Sontak ia meletakkan gelas di atas nakas, bangkit dari ranjang, lalu bersujud di depan lelaki itu sambil memohon, "Mbah, tolong bantu saya. Apa pun syarat yang Mbah minta, saya akan berusaha memenuhinya."
"Mbah?" Si lelaki mengernyit tak setuju. "Apa aku tampak setua itu?"
Jujur saja. Dia masih jauh dari tua. Hanya tampak beberapa tahun lebih berumur dari Bayu. Namun setahu Bayu, orang dengan profesi seperti lelaki itu biasa dipanggil Mbah, atau Ki, atau ....
"Tolong ... jangan menyembahku seperti ini."
"Ma-maaf," gumam Bayu rikuh ketika ia dituntun kembali ke ranjang.
Dilihat dari mana pun, penampilan lelaki itu lebih tampak seperti family man ketimbang dukun. Celana jin dan kaus polo warna cerah alih-alih kostum kuno serba hitam. Sebuah cincin kawin alih-alih deretan batu akik di jarinya. Rambut pendek rapi dan tak berkumis alih-alih gondrong dan berewokan. Benarkah orang ini paranormal Jawa yang konon membantu para pejabat di belakang layar? Lupakan soal paranormal. Untuk jadi manusia saja, dia terlalu sempurna. Kulit putih dan tulang wajah yang bagus itu menyiratkan adanya campuran darah Kaukasia, bukan murni Jawa.
Jangan-jangan orang ini juga makhluk jadi-jadian. Bayu mendadak gelisah membayangkan lelaki itu berubah menjadi perempuan penuh belatung yang suka mengikik nyaring tiap kali bergentayangan di sekelilingnya.
Suara cekikikan benar-benar muncul. Sementara Bayu mengkeret ketakutan, si lelaki menoleh ke pintu kamar yang terbuka. Seorang bocah berkaca mata sedang mengintip sambil membekap mulut, menahan cekikikan yang sesekali masih terlepas. Sepertinya bocah itu mentertawai isi pikiran Bayu.
"Yudhistira," panggil si lelaki.
"Dalem, Ayah," jawab si bocah.
"Eyang diaturi mrene yo, Le (panggil kakek kemari ya, Nak)."
Yudhistira kecil mengangguk patuh, lalu membenahi kacamatanya yang melorot sebelum lari menjauhi kamar untuk menjalankan perintah.
"Sebelum kami membantumu," lelaki itu menoleh kembali pada Bayu, "perlu kuingatkan kalau bantuan ini tidak cuma-cuma."
"Saya tidak keberatan membayar, Mbah. Sebesar apa pun biayanya."
"Bukan soal uang, Bayu. Yang dimaksud bayaran di sini adalah konsekuensi. Konsekuensi dari meminta bantuan supernatural seringkali tidak terduga. Kalau kau tidak sanggup menerima konsekuensinya, apa pun yang kita lakukan hari ini akan berubah menjadi karma buruk suatu hari nanti. Karma yang mungkin akan menimpa keturunan kita juga."
"Saya siap dengan segala resikonya, Mbah." Dari awal, Bayu memang bersedia mempertaruhkan apa pun. Semua demi menyelamatkan orang terkasihnya.
Lelaki itu tersenyum puas mengetahui tekad Bayu tak tergoyahkan. Ia mengulurkan tangan untuk berjabat. "Aku Pandu, bukan Mbah. Selamat datang di Griya Inggil."
📚📚📚
Hai Wattpadders,
Akhirnya novel Karma versi cetak terbit juga 🤩🥳😍 Mulai sekarang, kalian bisa bawa pulang dan peluk-peluk Mas Juna di rumah. Akan ada perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam novel cetaknya. Dan kalau memungkinkan, beberapa bab versi cetak akan ku-spill di Wattpad. Silakan mampir ke Instagram-ku di: @junawiwa untuk informasi lebih lengkap.
Salam sayang,
JunaWiwa
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma
Paranormal[THE 2020 WATTY AWARD WINNER] Arjuna tidak menginginkan kekuatan supernatural dalam dirinya. Alih-alih menjadi paranormal pembasmi ilmu hitam seperti semua anggota keluarganya, ia memilih mengejar mimpi menjadi atlet panahan internasional agar bisa...