Motor Sabian akhirnya sudah sampai di depan gerbang sebuah rumah yang terlihat cukup minimalis dan mewah dari luar. Chaviona lantas bergegas turun dari atas jok motor, dan mengucapkan terima kasih pada Sabian karena sudah mengantarnya sampai rumah sesuai dengan apa yang tadi dikatakan olehnya. Padahal sepanjang jalan Chaviona gelisah bukan main, dan berpikiran bahwa Sabian adalah orang jahat. Namun, nyatanya dia salah. Chaviona dipertemukan oleh orang baik yang mau menawarkan diri untuk membantunya.
"Rumah lo sepi banget, emang udah pada tidur ya?" tanya Sabian penasaran karena sejak tadi dia perhatikan keadaan rumah Chaviona benar-benar sunyi dan sepi.
Chaviona menggeleng. "Bukan tidur, emang sepi karena gue cuma tinggal sama kakak perempuan gue."
"Oh, trus orangtua lo ke mana? Kerja ya?"
Chaviona menghela napas berat, dan tersenyum tipis. "Nyokap gue koma di rumah sakit, dan bokap gue sendiri udah meninggal sekitar satu tahun yang lalu."
Sabian membungkam bibirnya, merasa tidak enak sendiri karena menyinggung sesuatu yang menurutnya cukup sensitif dan pasti membuat Chaviona tidak nyaman. Terlebih lagi mereka baru saja saling kenal.
"Lo enggak usah minta maaf," kata Chaviona seolah-olah mengetahui apa yang dirasakan oleh Sabian. "Gue enggak masalah kok. Jadi, jangan ngerasa enggak enak di hati."
"Maaf. Tapi gue beneran enggak maksud untuk bikin lo sedih atau-"
"Enggak papa," potong Chaviona.
Kemudian Chaviona mengeluarkan sesuatu dari saku tasnya, dan sebuah gantungan kunci yang terbuat dari biola keluar dari dalam sana. "Ini buat lo sebagai tanda terima kasih karena udah nolongin gue." Chaviona menyerahkannya kepada Sabian, dan cowok itu menerimanya.
"Emang enggak seberapa sih, tapi anggap aja sebagai tanda terima kasih dari gue," tambah Chaviona. "Tolong dijaga ya. Jarang-jarang gue ngasih gantungan itu sama orang lain."
Sabian menatap gantungan itu sambil tersenyum. "Itu berarti gue orang yang beruntung dong."
"Bisa jadi."
Sabian tertawa singkat, lalu memasukkannya ke dalam saku jaket. "Kalau gitu gue duluan ya, lo buruan masuk takutnya kakak lo khawatir nanti."
"Iya, sekali lagi terima kasih karena udah nolongin gue dan nganterin sampai rumah."
"Iya sama-sama." Sabian kembali mengenakan helmnya, dan menurunkan sedikit kaca helmnya. Lalu menyalakan kembali mesin motornya. "Gue duluan ya."
Chaviona melambaikan tangan ke arah Sabian, dan barulah motor Sabian melesat pergi meninggalkan rumahnya. Dalam hati sebenarnya dia merasa enggak asing saat melihat wajah Sabian, namun dia menyangkal itu semua. Ketika motor Sabian sudah menjauh, Chaviona menghela napas cukup panjang. Kini pandangannya terfokus pada rumahnya dengan perasaan takut dan gemetar.
"Tenang, Cha. Udah biasa kok kena marah dari Kak Chiska."
Baru setelah itu dia mulai melangkah masuk ke dalam rumah.
🎻🍁🎻🍁🎻🍁🎻
Baru saja keluar dari dalam kamar. Sabian sedang menggosok-gosokkan rambutnya dengan handuk kecil yang kering. Tadi sesampainya di apartemen, Sabian langsung membersihkan diri dan merasa begitu segar usai mandi. Saat ini dia sedang memakai kaus berwarna hitam dan juga celana jeans sedengkul.
Kemudian Sabian berjalan ke arah dapur dengan handuk yang tersampir di pundaknya. Sekarang dia tengah menyiapkan sesuatu yang spesial. Sebuah kue ulangtahun, dan juga lilin sudah berada di atas meja tinggal menatanya saja. Hari ini Sabian akan merayakan ulangtahun seseorang yang berarti di hidupnya. Itulah sebabnya dia tadi langsung pulang dari Detox untuk merayakan ini seorang diri.