Beban Perasaan

22 1 0
                                    


Seandainya hidup kita bisa benar-benar nikmat seperti video porno yang biasa kita tonton, padahal tidak. Seandainya tongkrongan kita tahu kegelisahan yang kita alami, padahal tidak juga. Dunia sekarang menjadi romansa penderitaan dengan jeda waktu kebahagiaan yang singkat. Sial.

*****

Sekarang hidup mulai dirasakan akan suka dukanya, hidup ini mulai terasa sangat berat dengan beban-beban dipundak. Terkadang eskapisme adalah jalan yang harus diambil, mengurai masalah dengan melarikan diri pada realitas tertentu. Memang agak menjengkelkan ketika menjalani rutinitas yang melelahkan tetapi pada waktu berkumpul bersama baik keluarga ataupun teman justru malah disuguhkan dengan sesuatu yang tidak diharapkan, memaksakan humor, permintaan tolong, dianggap tidak sejalan, dirundung karena tidak setia kawan dan sebagainya. Semuanya sangat membebani maka dari itu kebiasaan ini perlu dirubah secepatnya.

Semakin bertambahnya umur, pada beberapa orang--lingkup pergaulannya terlalu membawa beban perasaan orang lain. Tentu hal ini akan menjadi masalah serius ketika kedepannya sudah terjun kedalam masyarakat, pasti tidak akan enak apabila setiap hari harus bersinggungan pada orang lain namun melupakan batas diri sendiri dengan individu diluar dirinya tersebut. Entah karena takut dikucilkan atau digunjing, beberapa orang rela menyenangkan perasaan orang lain (semisal terpaksa mengikuti tren yang tidak sesuai dengan diri sendiri ataupun ikut berpartisipasi dengan ikut kedalam suatu kelompok tertentu, ataupun dipaksa menikmati sesuatu dari orang lain yang sebenarnya juga tidak suka) semua itu menjadi perasaan tidak enak pada orang lain, merendahkan diri, dan tidak bisa jujur pada diri sendiri. Tentu masalah akan semakin kompleks apabila yang masih berhubungan erat dengan circle pertemanan dan pergaulan dengan orang lain, terutama dengan penghasilan. Setiap hari harus menjadi manusia palsu agar mendapat pengakuan semata, sedangkan diri terus terintimidasi dan dikurung oleh orang lain.

Kebaikan itu harusnya tidak selalu dilakukan kepada orang lain, karena sifat kebaikan itu adalah berdasar skala kebutuhan, kalau kebutuhan diri sendiri saja masih susah dipenuhi kenapa mesti harus mengurusi kebutuhan orang lain. Tidak untuk mengajarkan egois, tapi setiap permintaan tolong ataupun keinginan orang lain terhadap diri tidak harus selalu dituruti dan diiyakan. Prinsipnya adalah "Tolong menolong itu memang harus, tapi tolong menolong tidak mengajarkan manusia menjadi malas dan bergantung pada orang lain."

Katakan tidak kepada orang lain. Belajarlah menghindar dari segala permintaan tolong dari orang lain, wajib untuk disepakati bahwa dengan berkata iya kepada orang adalah bentuk penyiksaan diri, cobalah untuk menjadi jujur sesuai kapasitas. Menjadi karakter yang baik bagi semua kehidupan orang lain adalah hal yang tidak mungkin.

Mendewakan orang lain adalah jalan ninjaku, meski diriku direndahkan--aku ikhlas. Persetan.

Belajar Selektif pada keputusan yang akan diambil, berusahalah untuk tidak terlalu sering menghabiskan waktu dengan berkerumun bersama orang-orang dan sering memamerkan harta kekayaan, atau terobsesi menjadi orang baik. Jangan terlalu terpaku dengan konsep pengakuan tongkrongan dan pengalaman di jalan, yang menganggap konsep seperti itu adalah yang membentuk kita. Mungkin beberapa ada benarnya, tapi ketika menghadapi permasalahan hidup diri sendiri saja masih keteteran kenapa harus repot dibawa-bawa orang lain.

Kurangi berkumpul bersama teman-teman yang sering utang dan minta tolong. Berusahalah produktif dengan penyaluran hobi atau lainnya. Kalau bisa buatlah sesuatu yang tidak membuatmu merasa membebani. Memang ketika harus hidup dengan teman dan bukan dengan keluarga pasti ada perasaan tersebut, tidak menafikan memang bahwa hal itu dapat terjadi. Maka jawabannya adalah dengan mengurangi, agar tali pertemanan dapat masih saling terhubung tanpa perlu rasa yang berlebihan.

Benar mungkin kata J.P. Sartre bahwa orang lain adalah neraka, pembendung kebebasan yang seenaknya menabrak hak dengan cara yang halus (melalui rasa ketidak-enakan). Dan dari Albert Camus juga saya menemukan bahwa setiap kehidupan ini adalah hal absurd, makanya beban-beban ini haruslah diterima dan dijadikan bahan untuk maju. Seperti yang dikatakan olehnya, hidup ini seperti Sisipus yang mendorong batu menuju puncak gunung kemudian jatuh dan mendorongnya lagi. Selamanya.

Kita terlalu egois mengurusi urusan bangsa dan terlalu bodoh mengurusi kebutuhan diri sendiri. Tetapi kita malah terlalu terbawa dengan perasaan orang lain. Anehnya kita.

Temukan circle pergaulan yang mendukung diri dalam mengembangkan kemampuan tanpa merasa dibebani oleh perasaan orang lain. Belajar 'kejam' dalam artian berani menolak dengan argumen yang logis serta tidak takut dengan konsekuensi misalnya membuat jarak pergaulan akan menjadi jauh, jangan pernah takut. Beraktivitaslah jika mulai dirundung perasaan itu. Otak butuh waktu untuk melepaskan penat, pada awalnya pasti akan terasa sangat tidak enak karena tidak memenuhi ekspektasi orang lain sehingga membuat sebal, namun seiring waktu berjalan dengan mengurangi intensitas seperti yang dijelaskan tadi mungkin diri akan mulai bisa merasakan kelegaan tersendiri bisa lepas dari perasaan orang lain. Ketahui batas diri masing-masing.

Lakukanlah jika merasa perlu, bersiaplah untuk menjadi bajingan yang menyenangkan. Temukan makna hidupmu tanpa rundungan dan intimidasi dari perasaan orang lain.

DEADWOOD: Seni Menjadi Orang Tidak BergunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang